Kamis, 13 Oktober 2016

JANGAN LUPA MENGUCAP SYUKUR

Ayat bacaan: Filipi 4:6
=======================
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."

"Ayo, bilang apa sama tante?" kata teman saya kepada anaknya yang masih berusia kurang dari 3 tahun saat pramusaji menghidangkan mekanan di mejanya. Pramusaji itu sambil tersenyum menanti respon si anak. Dan sambil malu-malu, anaknya kemudian berucap, "terima kasih tante." Pramusaji kemudian membalas sambil tersenyum lalu beranjak pergi. Sebagai orang tua tentu harus mengajarkan anaknya untuk mengucapkan terima kasih saat menerima sesuatu dari orang lain. Anak kecil tidak mengerti dan tidak akan bisa melakukannya tanpa diajar. Maka orang tualah yang harus mendidik sejak di usia dini sehingga mereka terbiasa untuk mengapresiasi perbuatan atau pemberian yang baik dari orang lain kepada mereka.

Bagi anda yang sudah punya anak, senangkah anda apabila si anak setiap hari hanya terus meminta tanpa mengucapkan atau menunjukkan rasa terima kasihnya? Saya yakin anda akan kecewa atau bahkan kesal karena melihat si anak sepertinya tidak kunjung puas dan tidak menghargai pemberian orang tuanya. Sebaliknya, orang tua biasanya akan luluh hatinya saat si anak menunjukkan penghargaan dan terima kasih mereka sebelum meminta sesuatu lagi. Kalau anak-anak saja tidak elok kalau begitu, apalagi kalau orang yang sudah dewasa. Hanya mengeluh, hanya meminta tapi tidak tahu berterima kasih. Itu tentu mengesalkan sekali.

Hari ini saya mengajak teman-teman untuk merenungkan, seperti apa bunyi doa yang kita panjatkan setiap hari kepada Tuhan? Kebanyakan orang hanya mengisi doanya dengan daftar permintaan, keluhan dan hal-hal lain yang dirasa perlu agar hidup bisa menjadi lebih baik. Minta lepas dari masalah, minta sembuh dari sakit, dan minta lain-lainnya termasuk minta barang-barang yang sebenarnya tidaklah terlalu diperlukan. Begitu hidup jadi baik dan lengkap, maka doa pun jarang dilakukan. Buat apa? Toh semua sedang berjalan aman. Begitu pikiran mereka. Lantas begitu masalah muncul lagi, maka doa pun kembali hadir berisikan wishlist atau permintaan agar kiranya Tuhan menolong mereka keluar dari masalah.

Seperti yang saya sampaikan tadi, coba bayangkan seandainya orang yang anda kenal hanya datang mengunjungi anda karena ingin meminta sesuatu, atau omongannya hanya berisi keluhan, protes atau hal-hal sejenis lainnya. Tidak kah anda akan kesal dan malas bertemu dengan mereka? Kita sering melupakan hal tersebut dan mengira bahwa doa hanyalah merupakan sarana dimana kita bisa meminta sesuatu, mengeluh atau menyampaikan berbagai keberatan kita dalam menjalani hidup. Salahkah meminta apa-apa dari Tuhan? Tentu saja tidak. Apakah kita tidak boleh secara jujur mengutarakan isi hati kita kepada Tuhan? Tentu saja boleh. Kapanpun kita boleh datang kepadaNya untuk itu. Tapi kita harus berpikir bijaksana dan dewasa. Jangan biarkan doa kita hanya berisi permintaan dan keluhan saja. Itu tidak baik, itu tidak akan menyukakan Allah.

Kita sebenarnya sudah diingatkan agar senantiasa mengisi doa-doa kita dengan ucapan syukur. Ayat bacaan hari ini menyatakan hal tersebut dengan jelas."Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Menyertakan ucapan syukur dalam doa merupakan hal penting untuk diingat karena pada kenyataannya ada banyak di antara kita yang lupa untuk mengisi doa-doa kita dengan ucapan syukur,

 Mungkin kita memang memulai doa kita dengan ucapan terima kasih, tapi seberapa banyak yang benar-benar menghayati ucapan syukur itu secara sungguh-sungguh, yang berasal dari lubuk hati kita yang terdalam? Seringkali kita hanya sekedar terbiasa mengucapkannya, hanya basa basi saja sifatnya atau hanya karena keharusan sementara isi pikiran kita sudah langsung penuh dengan daftar permintaan sejak awal kita mulai berdoa. Tuhan tidak menginginkan doa yang seperti itu. Dia ingin kita terlebih dahulu percaya lewat iman kita. Dia ingin kita memulai doa kita tanpa diselimuti perasaan khawatir. Tuhan mau kita mengangkat permohonan kita dengan rasa percaya yang penuh, berasal dari kecintaan kita kepadaNya, dan hanya itu yang memungkinkan kita untuk mampu mengisi doa dengan ucapan syukur yang sesungguhnya. Tuhan ingin rasa sukacita dalam diri kita tidak hilang dalam keadaan apapun, dan rasa sukacita itulah yang memampukan kita untuk bisa menaikkan puji-pujian dan rasa syukur kita tanpa terpengaruh kondisi atau situasi apapun yang sedang kita alami.

Ayat bacaan: Filipi 4:6
=======================
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."

"Ayo, bilang apa sama tante?" kata teman saya kepada anaknya yang masih berusia kurang dari 3 tahun saat pramusaji menghidangkan mekanan di mejanya. Pramusaji itu sambil tersenyum menanti respon si anak. Dan sambil malu-malu, anaknya kemudian berucap, "terima kasih tante." Pramusaji kemudian membalas sambil tersenyum lalu beranjak pergi. Sebagai orang tua tentu harus mengajarkan anaknya untuk mengucapkan terima kasih saat menerima sesuatu dari orang lain. Anak kecil tidak mengerti dan tidak akan bisa melakukannya tanpa diajar. Maka orang tualah yang harus mendidik sejak di usia dini sehingga mereka terbiasa untuk mengapresiasi perbuatan atau pemberian yang baik dari orang lain kepada mereka.

Bagi anda yang sudah punya anak, senangkah anda apabila si anak setiap hari hanya terus meminta tanpa mengucapkan atau menunjukkan rasa terima kasihnya? Saya yakin anda akan kecewa atau bahkan kesal karena melihat si anak sepertinya tidak kunjung puas dan tidak menghargai pemberian orang tuanya. Sebaliknya, orang tua biasanya akan luluh hatinya saat si anak menunjukkan penghargaan dan terima kasih mereka sebelum meminta sesuatu lagi. Kalau anak-anak saja tidak elok kalau begitu, apalagi kalau orang yang sudah dewasa. Hanya mengeluh, hanya meminta tapi tidak tahu berterima kasih. Itu tentu mengesalkan sekali.

Hari ini saya mengajak teman-teman untuk merenungkan, seperti apa bunyi doa yang kita panjatkan setiap hari kepada Tuhan? Kebanyakan orang hanya mengisi doanya dengan daftar permintaan, keluhan dan hal-hal lain yang dirasa perlu agar hidup bisa menjadi lebih baik. Minta lepas dari masalah, minta sembuh dari sakit, dan minta lain-lainnya termasuk minta barang-barang yang sebenarnya tidaklah terlalu diperlukan. Begitu hidup jadi baik dan lengkap, maka doa pun jarang dilakukan. Buat apa? Toh semua sedang berjalan aman. Begitu pikiran mereka. Lantas begitu masalah muncul lagi, maka doa pun kembali hadir berisikan wishlist atau permintaan agar kiranya Tuhan menolong mereka keluar dari masalah.

Seperti yang saya sampaikan tadi, coba bayangkan seandainya orang yang anda kenal hanya datang mengunjungi anda karena ingin meminta sesuatu, atau omongannya hanya berisi keluhan, protes atau hal-hal sejenis lainnya. Tidak kah anda akan kesal dan malas bertemu dengan mereka? Kita sering melupakan hal tersebut dan mengira bahwa doa hanyalah merupakan sarana dimana kita bisa meminta sesuatu, mengeluh atau menyampaikan berbagai keberatan kita dalam menjalani hidup. Salahkah meminta apa-apa dari Tuhan? Tentu saja tidak. Apakah kita tidak boleh secara jujur mengutarakan isi hati kita kepada Tuhan? Tentu saja boleh. Kapanpun kita boleh datang kepadaNya untuk itu. Tapi kita harus berpikir bijaksana dan dewasa. Jangan biarkan doa kita hanya berisi permintaan dan keluhan saja. Itu tidak baik, itu tidak akan menyukakan Allah.

Kita sebenarnya sudah diingatkan agar senantiasa mengisi doa-doa kita dengan ucapan syukur. Ayat bacaan hari ini menyatakan hal tersebut dengan jelas."Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Menyertakan ucapan syukur dalam doa merupakan hal penting untuk diingat karena pada kenyataannya ada banyak di antara kita yang lupa untuk mengisi doa-doa kita dengan ucapan syukur,

 Mungkin kita memang memulai doa kita dengan ucapan terima kasih, tapi seberapa banyak yang benar-benar menghayati ucapan syukur itu secara sungguh-sungguh, yang berasal dari lubuk hati kita yang terdalam? Seringkali kita hanya sekedar terbiasa mengucapkannya, hanya basa basi saja sifatnya atau hanya karena keharusan sementara isi pikiran kita sudah langsung penuh dengan daftar permintaan sejak awal kita mulai berdoa. Tuhan tidak menginginkan doa yang seperti itu. Dia ingin kita terlebih dahulu percaya lewat iman kita. Dia ingin kita memulai doa kita tanpa diselimuti perasaan khawatir. Tuhan mau kita mengangkat permohonan kita dengan rasa percaya yang penuh, berasal dari kecintaan kita kepadaNya, dan hanya itu yang memungkinkan kita untuk mampu mengisi doa dengan ucapan syukur yang sesungguhnya. Tuhan ingin rasa sukacita dalam diri kita tidak hilang dalam keadaan apapun, dan rasa sukacita itulah yang memampukan kita untuk bisa menaikkan puji-pujian dan rasa syukur kita tanpa terpengaruh kondisi atau situasi apapun yang sedang kita alami.
----------------------------------------------------
Source: www.renunganharianonline.com

Selasa, 04 Oktober 2016

Tergerak lalu Bergerak

Ayat bacaan: Keluaran 35:21-22
=====================
"Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu. Maka datanglah mereka, baik laki-laki maupun perempuan, setiap orang yang terdorong hatinya, dengan membawa anting-anting hidung, anting-anting telinga, cincin meterai dan kerongsang, segala macam barang emas; demikian juga setiap orang yang mempersembahkan persembahan unjukan dari emas bagi TUHAN."


Suatu kali saya sedang duduk-duduk di sebuah lokasi yang ramai orang lalu lalang. Ada seorang anak gadis yang jongkok di depan seorang peminta-minta tidak jauh dari tempat saya santai. Anak gadis ini menanyakan kepada bapak tua peminta-minta itu apakah ia boleh makan rendang. Si bapak terlihat kaget dan berkata boleh. "Sebentar ya pak", kata gadis ini. Tidak lama kemudian ia kembali menjumpai si bapak dan memberikan nasi bungkus. "Pak, dimakan ya, semoga bapak suka." katanya. Si bapak terlihat antara bingung dan senang, langsung membuka bungkusan dan makan dengan lahapnya. Apalagi si gadis bukan cuma memberikan nasi bungkus tapi juga teh dalam plastik.

Apa yang saya lihat ini membuat saya berpikir tentang perbedaan antara sekedar iba atau kasihan dengan sebuah tindakan nyata. Antara 'tergerak' dan 'bergerak'. Awalan 'ter' pada kata 'gerak' menunjukkan sebuah bentuk kata kerja yang pasif, sedang 'ber' membuat kata tersebut menjadi bentuk aktif. Ambil satu contoh sederhana saja. Seandainya anda berperan sebagai seorang kiper. Hati anda tergerak untuk melompat ke kiri menghalau bola yang menghujam ke gawang anda, tetapi anda tidak melakukan apa-apa. Diam di tempat, berdiri tak bergerak tanpa melakukan sesuatu, apakah itu akan berguna? Yang ada gawang anda akan terus dibobol tanpa ampun. Tapi ketika tergerak itu kemudian disertai dengan bergerak, maka disanalah si kiper bisa berperan penting bagi timnya.

Seperti itulah kira-kira apabila kita hanya diam meski hati nurani sudah diketuk. Betapa seringnya kita merasa iba terhadap kesusahan yang diderita orang lain tapi berhenti sebatas itu saja. Dengan kata lain, banyak yang tergerak tapi sedikit yang bergerak. Ketika hati kita tergerak, seharusnya kita menindaklanjuti rasa tergerak yang timbul di hati untuk bergerak dengan melakukan tindakan nyata.

Dari ilustrasi di atas kita bisa melihat hal tersebut dengan sangat jelas. Betapa seringnya hal ini terjadi dalam hidup kita. Ada yang tergerak untuk berhenti berbuat dosa dan bertobat, tapi tidak kunjung bergerak melakukan tindakan-tindakan pertobatan. Ada yang tergerak untuk mengampuni, tapi tidak bergerak untuk memberi pengampunan. Ada yang tergerak menolong orang kesusahan, tapi tidak bergerak mengulurkan tangan. Tergerak tanpa bergerak tidaklah menghasilkan apa-apa. Tapi kalau tergerak dilanjutkan dengan bergerak, maka akan banyak hal yang bisa kita lakukan untuk memberkati orang lain. 'Tergerak' merupakan awal yang baik, dan harus dilanjutkan dengan 'bergerak'.

Ada contoh menarik yang bisa kita lihat tentang hal ini, yaitu pada jaman Musa seperti yang dicatat dalam kitab Keluaran pasal 35. Disana ada sebuah perikop yang menceritakan saat Musa menyampaikan perintah Tuhan agar jemaah Israel yang ia pimpin turut serta untuk mendirikan Kemah Suci dengan memberikan persembahan khusus (ayat 4 sampai dengan 29). Tuhan menyuruh Musa meminta jemaah untuk memberikan persembahan khusus yang berasal dari barang kepunyaan mereka sendiri. Mereka melakukan itu dengan didasari oleh dorongan atau gerakan yang timbul dalam hati mereka. "Ambillah bagi TUHAN persembahan khusus dari barang kepunyaanmu; setiap orang yang terdorong hatinya harus membawanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN..."(ay 5). Berbagai jenis kain, kulit, kayu, logam mulia, minyak untuk lampu, minyak urapan, minyak ukupan wangi, permata sampai menyumbang sesuatu yang non materil seperti keahlian, semua itu diperlukan agar Kemah Suci sebagai tempat kebaktian mereka.

Perhatikan bahwa dalam ayat 5 ini secara spesifik Tuhan mengatakan agar mereka memberi berdasarkan dorongan hati, alias saat hati mereka tergerak. Bukan karena terpaksa, bukan paksaan apalagi disertai ancaman, melainkan dari dorongan hati. Artinya saat hati tergerak, mereka hendaknya melanjutkan kepada langkah selanjutnya, yaitu bergerak melakukan tindakan nyata, memberi persembahan khusus dan tidak diam saja tanpa melakukan apapun. Hati bisa tergerak, tapi keputusan kita masing-masing akan menentukan apakah kita akan bergeral melakukan langkah berikutnya yaitu melakukan sesuatu yang nyata berdasarkan dorongan hati atau membiarkan saja tanpa ada aksi sedikitpun. Singkatnya, Tuhan sudah menyebutkan apa yang Dia mau, Dia sudah menyentuh hati kita agar tergerak, tapi kemudian diperlukan tindakan atau gerakan nyata dari kita untuk menjawab keinginan Tuhan tersebut.

Bagaimana reaksi orang-orang Israel waktu itu setelah mendengar perintah Tuhan yang disampaikan lewat Musa? Mereka segera bergegas pulang dan melakukan tepat seperti apa yang mereka dengar dari Musa. "Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu. Maka datanglah mereka, baik laki-laki maupun perempuan, setiap orang yang terdorong hatinya, dengan membawa anting-anting hidung, anting-anting telinga, cincin meterai dan kerongsang, segala macam barang emas; demikian juga setiap orang yang mempersembahkan persembahan unjukan dari emas bagi TUHAN." (ay 21-22). Ayat-ayat selanjutnya melanjutkan apa saja jenis persembahan khusus yang mereka serahkan sebagai respon perintah Tuhan tersebut. "Semua laki-laki dan perempuan, yang terdorong hatinya akan membawa sesuatu untuk segala pekerjaan yang diperintahkan TUHAN dengan perantaraan Musa untuk dilakukan--mereka itu, yakni orang Israel, membawanya sebagai pemberian sukarela bagi TUHAN." (ay 29).

Sebuah persembahan atau pemberian yang benar pada hakekatnya lahir dari kerelaan untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan tanpa menonjolkan diri atau mengharap imbalan. Ada banyak yang memberi, tapi sedikit yang benar motivasinya. Ada banyak orang yang memberi persembahan seolah seperti sogokan agar bisnis lancar, agar bisa berhasil, agar diberkati terutama secara finansial dan lain-lain. Mereka ini menganggap Tuhan seolah bank yang membuka deposito atau bahkan asuransi dengan premi tertentu. Makin besar yang diberi, makin besar pula yang diperoleh. Meski Tuhan bisa memberi kelimpahan dan kepenuhan, cara kita memperolehnya bukanlah seperti itu.

Kerelaan yang lahir dari kerinduan untuk memberi yang terbaik kepada Tuhan sebagai wujud ucapan syukur dan mengasihi Tuhan seharusnya tidak boleh terkontaminasi oleh kekeliruan-kekeliruan cara berpikir seperti itu. Dalam hal memberi kepada orang lain, banyak yang menjadikan itu sebagai sarana untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Ingin dilancarkan urusan, ingin naik pangkat, ingin menang dalam pemilihan untuk jadi pemimpin atau anggota dewan dan banyak motivasi keliru lainnya. Sebuah pemberian yang baik bukanlah pemberian yang punya motivasi terselubung atau agenda-agenda dibelakangnya, bahkan dikatakan bahwa kalau kita memberi, seharusnya itu kita lakukan diam-diam saja bukan harus dipublikasikan atau ditunjukkan ke orang lain untuk mendapatkan pujian.

Jangan lupa pula bahwa Firman Tuhan mengajarkan kita untuk tidak menahan-nahan kebaikan selagi kita sanggup atau bisa melakukannya. "Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya." (Amsal 3:27). Saat banyak orang berpikir bahwa itu melulu soal memberi sedekah dalam bentuk materi, sesungguhnya kebaikan tidak selalu harus seperti itu. Ada banyak hal-hal yang sederhana dan kecil yang tidak kalah penting dan bisa sangat berarti baik bagi orang lain maupun bagi Tuhan. Tuhan sendiri tidak mementingkan besar kecilnya, melainkan ketulusan dan keikhlasan kita dalam memberi, sebab "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Hanya berhenti pada rasa iba, tidak berbuat apa-apa belumlah cukup. Ketika tergerak untuk melakukan sesuatu itu lebih baik tapi tetap masih kurang. Kalau dilanjutkan dengan bergerak melakukan tindakan nyata, disanalah kita baru bisa memberkati orang lain.

Kita tidak perlu berpikir terlalu jauh untuk memberi yang besar kalau memang belum mampu, tapi kita harus melihat apa yang bisa kita berikan terlebih saat hati kita sudah tergerak. kita hanya diminta untuk memberi sesuai kemampuan kita. Jika hati sudah tergerak, bergeraklah segera dengan melakukan perbuatan nyata sesuai kesanggupan kita. Baik dalam hal persembahan maupun pemberian/sumbangan kepada sesama baik materi maupun tenaga, pikiran, keahlian dan sebagainya, selama itu kita lakukan dengan tulus dan ikhlas yang didasari oleh kasih kita kepada Tuhan, semua itu akan sangat besar nilainya bagi Tuhan dan mampu menjadi saluran berkat sekaligus memberi pengenalan yang benar akan Tuhan.

Apakah hati anda tergerak akan sesuatu hari ini? Apakah itu mengenai rasa iba atau kasihan terhadap seseorang, tergerak untuk berhenti dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan sebagainya, jangan tahan, jangan tunda. Saat Tuhan sudah mengetuk hati anda, jawablah segera dengan bergerak melakukan tindakan nyata/

Kalau hati sudah 'tergerak', segera tindaklanjuti dengan 'bergerak'

-----------------------------------------

Source: www.renunganharianonline.com 



Tergerak lalu Bergerak

Ayat bacaan: Keluaran 35:21-22
=====================
"Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu. Maka datanglah mereka, baik laki-laki maupun perempuan, setiap orang yang terdorong hatinya, dengan membawa anting-anting hidung, anting-anting telinga, cincin meterai dan kerongsang, segala macam barang emas; demikian juga setiap orang yang mempersembahkan persembahan unjukan dari emas bagi TUHAN."


Suatu kali saya sedang duduk-duduk di sebuah lokasi yang ramai orang lalu lalang. Ada seorang anak gadis yang jongkok di depan seorang peminta-minta tidak jauh dari tempat saya santai. Anak gadis ini menanyakan kepada bapak tua peminta-minta itu apakah ia boleh makan rendang. Si bapak terlihat kaget dan berkata boleh. "Sebentar ya pak", kata gadis ini. Tidak lama kemudian ia kembali menjumpai si bapak dan memberikan nasi bungkus. "Pak, dimakan ya, semoga bapak suka." katanya. Si bapak terlihat antara bingung dan senang, langsung membuka bungkusan dan makan dengan lahapnya. Apalagi si gadis bukan cuma memberikan nasi bungkus tapi juga teh dalam plastik.

Apa yang saya lihat ini membuat saya berpikir tentang perbedaan antara sekedar iba atau kasihan dengan sebuah tindakan nyata. Antara 'tergerak' dan 'bergerak'. Awalan 'ter' pada kata 'gerak' menunjukkan sebuah bentuk kata kerja yang pasif, sedang 'ber' membuat kata tersebut menjadi bentuk aktif. Ambil satu contoh sederhana saja. Seandainya anda berperan sebagai seorang kiper. Hati anda tergerak untuk melompat ke kiri menghalau bola yang menghujam ke gawang anda, tetapi anda tidak melakukan apa-apa. Diam di tempat, berdiri tak bergerak tanpa melakukan sesuatu, apakah itu akan berguna? Yang ada gawang anda akan terus dibobol tanpa ampun. Tapi ketika tergerak itu kemudian disertai dengan bergerak, maka disanalah si kiper bisa berperan penting bagi timnya.

Seperti itulah kira-kira apabila kita hanya diam meski hati nurani sudah diketuk. Betapa seringnya kita merasa iba terhadap kesusahan yang diderita orang lain tapi berhenti sebatas itu saja. Dengan kata lain, banyak yang tergerak tapi sedikit yang bergerak. Ketika hati kita tergerak, seharusnya kita menindaklanjuti rasa tergerak yang timbul di hati untuk bergerak dengan melakukan tindakan nyata.

Dari ilustrasi di atas kita bisa melihat hal tersebut dengan sangat jelas. Betapa seringnya hal ini terjadi dalam hidup kita. Ada yang tergerak untuk berhenti berbuat dosa dan bertobat, tapi tidak kunjung bergerak melakukan tindakan-tindakan pertobatan. Ada yang tergerak untuk mengampuni, tapi tidak bergerak untuk memberi pengampunan. Ada yang tergerak menolong orang kesusahan, tapi tidak bergerak mengulurkan tangan. Tergerak tanpa bergerak tidaklah menghasilkan apa-apa. Tapi kalau tergerak dilanjutkan dengan bergerak, maka akan banyak hal yang bisa kita lakukan untuk memberkati orang lain. 'Tergerak' merupakan awal yang baik, dan harus dilanjutkan dengan 'bergerak'.

Ada contoh menarik yang bisa kita lihat tentang hal ini, yaitu pada jaman Musa seperti yang dicatat dalam kitab Keluaran pasal 35. Disana ada sebuah perikop yang menceritakan saat Musa menyampaikan perintah Tuhan agar jemaah Israel yang ia pimpin turut serta untuk mendirikan Kemah Suci dengan memberikan persembahan khusus (ayat 4 sampai dengan 29). Tuhan menyuruh Musa meminta jemaah untuk memberikan persembahan khusus yang berasal dari barang kepunyaan mereka sendiri. Mereka melakukan itu dengan didasari oleh dorongan atau gerakan yang timbul dalam hati mereka. "Ambillah bagi TUHAN persembahan khusus dari barang kepunyaanmu; setiap orang yang terdorong hatinya harus membawanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN..."(ay 5). Berbagai jenis kain, kulit, kayu, logam mulia, minyak untuk lampu, minyak urapan, minyak ukupan wangi, permata sampai menyumbang sesuatu yang non materil seperti keahlian, semua itu diperlukan agar Kemah Suci sebagai tempat kebaktian mereka.

Perhatikan bahwa dalam ayat 5 ini secara spesifik Tuhan mengatakan agar mereka memberi berdasarkan dorongan hati, alias saat hati mereka tergerak. Bukan karena terpaksa, bukan paksaan apalagi disertai ancaman, melainkan dari dorongan hati. Artinya saat hati tergerak, mereka hendaknya melanjutkan kepada langkah selanjutnya, yaitu bergerak melakukan tindakan nyata, memberi persembahan khusus dan tidak diam saja tanpa melakukan apapun. Hati bisa tergerak, tapi keputusan kita masing-masing akan menentukan apakah kita akan bergeral melakukan langkah berikutnya yaitu melakukan sesuatu yang nyata berdasarkan dorongan hati atau membiarkan saja tanpa ada aksi sedikitpun. Singkatnya, Tuhan sudah menyebutkan apa yang Dia mau, Dia sudah menyentuh hati kita agar tergerak, tapi kemudian diperlukan tindakan atau gerakan nyata dari kita untuk menjawab keinginan Tuhan tersebut.

Bagaimana reaksi orang-orang Israel waktu itu setelah mendengar perintah Tuhan yang disampaikan lewat Musa? Mereka segera bergegas pulang dan melakukan tepat seperti apa yang mereka dengar dari Musa. "Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu. Maka datanglah mereka, baik laki-laki maupun perempuan, setiap orang yang terdorong hatinya, dengan membawa anting-anting hidung, anting-anting telinga, cincin meterai dan kerongsang, segala macam barang emas; demikian juga setiap orang yang mempersembahkan persembahan unjukan dari emas bagi TUHAN." (ay 21-22). Ayat-ayat selanjutnya melanjutkan apa saja jenis persembahan khusus yang mereka serahkan sebagai respon perintah Tuhan tersebut. "Semua laki-laki dan perempuan, yang terdorong hatinya akan membawa sesuatu untuk segala pekerjaan yang diperintahkan TUHAN dengan perantaraan Musa untuk dilakukan--mereka itu, yakni orang Israel, membawanya sebagai pemberian sukarela bagi TUHAN." (ay 29).

Sebuah persembahan atau pemberian yang benar pada hakekatnya lahir dari kerelaan untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan tanpa menonjolkan diri atau mengharap imbalan. Ada banyak yang memberi, tapi sedikit yang benar motivasinya. Ada banyak orang yang memberi persembahan seolah seperti sogokan agar bisnis lancar, agar bisa berhasil, agar diberkati terutama secara finansial dan lain-lain. Mereka ini menganggap Tuhan seolah bank yang membuka deposito atau bahkan asuransi dengan premi tertentu. Makin besar yang diberi, makin besar pula yang diperoleh. Meski Tuhan bisa memberi kelimpahan dan kepenuhan, cara kita memperolehnya bukanlah seperti itu.

Kerelaan yang lahir dari kerinduan untuk memberi yang terbaik kepada Tuhan sebagai wujud ucapan syukur dan mengasihi Tuhan seharusnya tidak boleh terkontaminasi oleh kekeliruan-kekeliruan cara berpikir seperti itu. Dalam hal memberi kepada orang lain, banyak yang menjadikan itu sebagai sarana untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Ingin dilancarkan urusan, ingin naik pangkat, ingin menang dalam pemilihan untuk jadi pemimpin atau anggota dewan dan banyak motivasi keliru lainnya. Sebuah pemberian yang baik bukanlah pemberian yang punya motivasi terselubung atau agenda-agenda dibelakangnya, bahkan dikatakan bahwa kalau kita memberi, seharusnya itu kita lakukan diam-diam saja bukan harus dipublikasikan atau ditunjukkan ke orang lain untuk mendapatkan pujian.

Jangan lupa pula bahwa Firman Tuhan mengajarkan kita untuk tidak menahan-nahan kebaikan selagi kita sanggup atau bisa melakukannya. "Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya." (Amsal 3:27). Saat banyak orang berpikir bahwa itu melulu soal memberi sedekah dalam bentuk materi, sesungguhnya kebaikan tidak selalu harus seperti itu. Ada banyak hal-hal yang sederhana dan kecil yang tidak kalah penting dan bisa sangat berarti baik bagi orang lain maupun bagi Tuhan. Tuhan sendiri tidak mementingkan besar kecilnya, melainkan ketulusan dan keikhlasan kita dalam memberi, sebab "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Hanya berhenti pada rasa iba, tidak berbuat apa-apa belumlah cukup. Ketika tergerak untuk melakukan sesuatu itu lebih baik tapi tetap masih kurang. Kalau dilanjutkan dengan bergerak melakukan tindakan nyata, disanalah kita baru bisa memberkati orang lain.

Kita tidak perlu berpikir terlalu jauh untuk memberi yang besar kalau memang belum mampu, tapi kita harus melihat apa yang bisa kita berikan terlebih saat hati kita sudah tergerak. kita hanya diminta untuk memberi sesuai kemampuan kita. Jika hati sudah tergerak, bergeraklah segera dengan melakukan perbuatan nyata sesuai kesanggupan kita. Baik dalam hal persembahan maupun pemberian/sumbangan kepada sesama baik materi maupun tenaga, pikiran, keahlian dan sebagainya, selama itu kita lakukan dengan tulus dan ikhlas yang didasari oleh kasih kita kepada Tuhan, semua itu akan sangat besar nilainya bagi Tuhan dan mampu menjadi saluran berkat sekaligus memberi pengenalan yang benar akan Tuhan.

Apakah hati anda tergerak akan sesuatu hari ini? Apakah itu mengenai rasa iba atau kasihan terhadap seseorang, tergerak untuk berhenti dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan sebagainya, jangan tahan, jangan tunda. Saat Tuhan sudah mengetuk hati anda, jawablah segera dengan bergerak melakukan tindakan nyata/

Kalau hati sudah 'tergerak', segera tindaklanjuti dengan 'bergerak'

-----------------------------------------

Source: www.renunganharianonline.com 



Minggu, 02 Oktober 2016

Hubungan menerima dan pengampunan

Ayat bacaan: Markus 11:24-25
========================
"Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu. Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu."

Mudahkah memaafkan? Kalau untuk soal-soal sepele mungkin masih mudah, tapi kalau untuk masalah yang berat, wah nanti dulu. Masih lumayan kalau yang menyinggung atau bersalah menyadari kesalahannya lalu menyesal dan minta maaf. Tapi bagaimana kalau orangnya saja tidak sadar sudah menyinggung, menyakiti perasaan kita? Atau mereka mungkin sadar tapi terlalu gengsi untuk meminta maaf? Sementara kita tahu bahwa kita diwajibkan untuk mengampuni. Jika situasinya seperti ini, maka mengampuni menjadi sangat susah. Ada yang berulang-ulang melakukan kesalahan yang sama. Dimaafkan, bikin lagi, dimaafkan, bikin lagi, begitu seterusnya. Belum lagi untuk kesalahan-kesalahan yang fatal yang mungkin sulit atau bahkan tidak bisa dipulihkan. Kita bisa kehabisan alasan untuk mengampuni.Apakah melepaskan pengampunan tergantung dari permintaan maaf si pelaku, tergantung dari berat tidaknya masalah, dan apakah keputusan kita untuk memaafkan atau tidak itu menentukan bagaimana hidup kita dalam hubungannya dengan Tuhan?

Kalau mengacu pada firman Tuhan, kita harus siap mengampuni tanpa menimbang berat-ringannya kesalahan mereka terhadap kita dan tanpa melihat apakah orangnya meminta maaf atau tidak. Ayat yang menyatakan hal ini sangat banyak, terutama yang berasal dari pengajaran Yesus langsung. Masalah sakit hati apalagi dendam justru berdampak negatif bagi kita sendiri kalau dibiarkan berlarut-larut dalam diri kita. Ada banyak orang yang terikat pada kepahitan terhadap seseorang sehingga sulit maju. Ada banyak orang yang terikat pada trauma masa lalu akibat perlakuan seseorang sehingga sulit bagi mereka untuk menatap masa depan. Ada banyak yang membiarkan dendam membara sehingga sukacita mereka pun hilang. Berbagai penyakit bisa timbul akibat hal ini, mulai dari penyakit ringan sampai yang mematikan. Masalahnya, dendam dan kebencian ini bagaikan tanaman. Mulanya mungkin sedikit, tapi kalau sudah tertanam bisa berakar dan semakin lama semakin sulit dicabut. Kalau dipikir-pikir, betapa ironisnya ketika kita disakiti orang, kita pula yang menderita kerugian lebih lanjut akibat ulah mereka. Orangnya mungkin tidak sadar sudah menyakiti kita dan tidak merasa apa-apa, kita yang malah mengalami banyak penderitaan karena tidak kunjung melepaskan pengampunan.

Tidak banyak orang yang menyadari bahwa kebencian, sakit hati atau dendam ini bisa memenjarakan iman kita sehingga sulit berkembang. Tidak banyak orang yang sadar bahwa ada keterkaitan yang sangat erat antara iman dan pengampunan, antara menerima sesuatu dari Tuhan termasuk permohonan-permohonan kita dengan mengampuni orang yang bersalah pada kita.

Seperti apa hubungannya? Mari kita lihat rangkaian ayat dalam Markus pasal 11 berikut ini yang mengutip perkataan Yesus sendiri:

"Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (ay 25).
"Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 26).

Perhatikan bagaimana Yesus merangkai kedua kalimat tersebut. Apakah dua kalimat ini diucapkan dalam konteks berbeda? Saya yakin tidak. Saya percaya Yesus sengaja mengatakan kedua kalimat ini bukan dalam dua konteks berbeda. Dan, apakah hanya kebetulan saja kalimat ini disandingkan? Saya pun yakin tidak. Kedua ayat ini secara berurutan dikatakan Yesus, dan itu bukanlah suatu kebetulan.

Saya merenungkan ayat ini cukup lama, dan saya percaya yang Yesus ingin katakan adalah, Dia mau kita tahu dan mengerti bahwa pengampunan merupakan landasan untuk bisa menerima dari Tuhan. Sebelum berdoa, kita harus terlebih dahulu mengampuni orang-orang yang masih mengganjal di hati kita. Bereskan dulu itu, baru kemudian berdoa, karena kalau tidak, iman kita masih terbelenggu dan doa yang kita panjatkan pun tidak akan bisa membawa hasil apa-apa. Kita tidak akan menerima jawaban doa, kita tidak akan menerima apa-apa dari Tuhan.

Perhatikan pula bahwa sebelum Yesus mengatakan kedua kalimat di atas, Dia baru saja menjelaskan bahwa iman yang teguh akan mampu mencampakkan gunung sekalipun untuk terlempar ke laut. (ay 23). Dikatakan bahwa iman yang sekecil biji sesawi sekalipun akan mampu melakukan itu. Tuhan siap memberikan apapun yang kita minta dan doakan dengan disertai rasa percaya. Tapi sebelum itu semua terjadi, agar itu bisa terjadi, kita terlebih dahulu harus mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kita, orang yang telah menyakiti hati kita, orang yang telah melukai perasaan kita. Sebab tanpa itu, iman kita masih terperangkap sehingga kita terhambat untuk menerima segala sesuatu dari Tuhan. Lalu, kalau kitanya sulit mengampuni, iman yang sebesar biji sesawi sekalipun seharusnya bisa memampukan kita untuk bisa melepaskan pengampunan.

Berapa kali kita harus mengampuni? Saat Petrus bertanya berapa kali ia harus siap mengampuni, Yesus menjawab demikian: "Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22). Tujuh puluh kali tujuh menggambarkan keharusan kita untuk bisa terus mengampuni tanpa batas. Yesus mengingatkan bahwa kita harus siap memberi pengampunan terus menerus agar jangan sampai ada dendam, kebencian, kepahitan yang tersisa dalam hati kita.

Dalam doa yang diajarkan Yesus pun kita diingatkan akan hal itu. "dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami." (Matius 6:12) Perihal memberi pengampunan sangat penting dan sangat berkaitan erat dengan pengampunan yang kita terima dari Tuhan. Jika kita mengampuni orang, maka Tuhan pun akan mengampuni kita. Hal ini disebutkan Yesus baik dalam Matius 6:12 dan Markus 11:25. Kalau kita membereskan segala ganjalan yang ada dalam hati kita terhadap orang lain, maka permintaan kita dalam doa pun Dia dikabulkan.(ay 24). Tapi hal sebaliknya pun berlaku. "Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 26).

Kembali ke ayat bacaan kita hari ini, Yesus menopang kedua kalimat itu beriringan dengan sengaja. Yesus ingin kita tahu bahwa memberi pengampunan adalah landasan untuk mendapat pengampunan Tuhan dan untuk menerima segala sesuatu dari Tuhan. Dia ingin mengingatkan kita bahwa tidaklah mungkin bagi kita untuk menerima pengabulan doa jika kita masih menyimpan dendam di dalam hati kita pada waktu yang sama. Sikap tidak mau mengampuni akan menghambat saluran iman dan membuat kita tidak mampu melangkah maju. Dengan menyimpan dendam atau ganjalan terhadap seseorang, hidup kita akan terganggu, sulit maju bahkan menderita. Kalau itu saja sudah buruk, di hadapan Tuhan pun kita tidak berkenan.

Saya sangat sadar bahwa dalam kasus-kasus tertentu tidak mudah bagi kita untuk mengampuni seseorang. Mungkin hidup kita sudah hancur karena perbuatan mereka, mungkin kerugian sudah terlalu banyak, mungkin tidak akan bisa mengembalikan sesuatu yang terlanjur hilang dari hidup kita. Saya pun pernah mengalami hal itu. Tapi kita tetap harus sanggup melepasnya agar kita bisa melangkah maju. Kita perlu membebaskan diri kita dari belenggu dendam, mengampuni mereka yang bersalah kepada kita, agar kita bisa memerdekakan iman kita sepenuhnya.

Kemampuan kita mungkin terbatas untuk itu, tapi Roh Kudus akan memampukan kita untuk memberikan pengampunan dan memerdekakan iman kita selama kita mengijinkan Roh Allah tersebut bekerja dalam diri kita. Apabila diantara teman-teman ada yang masih menyimpan ganjalan, sakit hati atau dendam terhadap seseorang, masih memiliki ganjalan terhadap seseorang yang belum dibereskan, berdoalah hari ini dan ijinkan Roh Kudus bekerja untuk menguatkan kita hingga dapat mengampuni orang-orang itu dan dengan demikian iman anda pun bisa dimerdekakan. Buanglah sumbatan pada saluran iman anda, maka anda akan menyaksikan bagaimana hidup anda akan terasa begitu ringan dan kembali dipenuhi sukacita tanpa harus terganggu lagi oleh sakit hati, kebencian dan dendam.

-----------------------------------------------------------

Source: www.renunganharianonline.com 



Rabu, 21 September 2016

Dipimpin Roh

Minggu, 18 September 2016

Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh. [Galatia 5:25]

Dua hal paling penting di dalam agama kudus kita adalah hidup beriman dan perjalanan iman. Dia yang dapat mengerti dengan benar akan hal ini tidak jauh dari seorang yang menguasai dalam teologi pengalaman, karena hidup beriman dan perjalanan iman adalah poin-poin sangat penting untuk seorang Kristen. Engkau tidak akan pernah menemukan iman yang benar tanpa adanya kesalehan sejati; sebaliknya, engkau tidak akan pernah menemukan kehidupan yang benar-benar kudus yang tidak berakar pada iman yang hidup kepada kebenaran Kristus. Celakalah mereka yang mengejar salah satunya saja! Ada orang-orang yang mempertumbuhkan iman dan melupakan kekudusan; mereka mungkin sangat hebat dalam doktrin ortodoks, tetapi mereka akan menerima penghukuman yang sangat dalam, karena mereka mengakui kebenaran dalam kelaliman; dan ada juga orang-orang yang memaksakan dirinya untuk hidup kudus, tapi menolak iman, seperti orang Farisi kuno, yang kepadanya Tuhan berkata mereka seperti "kuburan yang dilabur putih." [Mat 23:27] Kita harus memiliki iman, karena iman ialah fondasi; kita harus memiliki hidup kudus, karena kekudusan ialah bangunan atas. Apa gunanya fondasi belaka dari sebuah gedung bagi manusia dalam hari-hari berbadai? Dapatkah ia bersembunyi di dalamnya? Ia menginginkan rumah untuk melindunginya, termasuk fondasi rumah itu. Begitu pula kita membutuhkan bangunan atas dari kehidupan rohani jika kita ingin memiliki kenyamanan dalam hari-hari keraguan. Tetapi jangan mencari hidup kudus tanpa iman, karena hal itu berarti mendirikan rumah yang tidak dapat memberikan perlindungan yang permanen, karena rumah itu tidak memiliki fondasi di atas batu karang. Biarlah iman dan hidup menjadi satu, dan, seperti kedua pangkal jembatan, keduanya akan membuat kesalehan kita bertahan. Seperti cahaya dan panas mengalir dari matahari yang sama, iman dan hidup juga sama-sama penuh dengan berkat. Seperti dua pilar rumah ibadah, keduanya demi keagungan dan keindahan. Keduanya adalah dua aliran dari air mancur anugerah; dua lampu yang dinyalakan api kudus; dua pohon zaitun yang diairi perawatan surgawi. O Tuhan, berikanlah pada hari ini hidup di dalam, agar hidup itu menyatakan dirinya di luar demi kemuliaan-Mu.

____________________
Sumber:
Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon.

Jumat, 16 September 2016

Naik jabatan

Ayat bacaan: Mazmur 75:7-8
==========================
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu,tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain."


Ada beberapa teman yang memprioritaskan mencari kerja yang ada jenjang karirnya. Menurut mereka sistem pekerjaan seperti ini menantang dan bisa memotivasi mereka untuk melakukan yang terbaik. Tipe pekerjaan memang macam-macam. Ada yang suka wiraswasta dan tidak peduli terhadap jenjang karir. Tapi tipe seperti inipun sesungguhnya menginginkan peningkatan dari usahanya. Apapun pekerjaannya, tidak ada orang yang tidak ingin meningkat. Dan peningkatan tentu baik, bahkan sejalan dengan keinginan Tuhan atas diri kita. Tetapi pertanyaannya, bagaimana caranya agar bisa naik?

Nah, disini kita menemukan masalah. Banyak orang hari ini yang hanya mengejar peningkatan lewat jalan-jalan yang serong. Semakin lama semakin banyak orang yang ingin cepat, lewat cara instan. Mementingkan hasil dan tidak lagi menganggap penting proses. Banyak yang percaya bahwa di jaman sekarang, bekerja sebaik mungkin dengan menghasilkan prestasi cemerlang saja tidaklah cukup, atau malah tidak penting sama sekali lagi. Ada banyak orang yang harus pakai 'pelicin' agar lajunya mantap meluncur dengan licin ke arah yang diinginkan. Kalau takut ketahuan dan ketangkap tangan, bisa lewat banyak cara lainnya seperti pemberian diputar lewat banyak tangan perantara misalnya. Kalau bukan lewat uang ya bisa juga lewat rajin memberi bingkisan di hari-hari besar dengan tujuan agar namanya diingat pimpinan. Atau ada juga yang rajin menjilat agar bisa naik. Dan berbagai cara lainnya.

Bagaimana kalau ada pesaing yang sama-sama memperebutkan jabatan yang sama? Saling sikut pun dihalalkan. Mau teman, mau lawan, semua sikat saja yang penting menang. Ada pula yang bahkan rela menggadaikan hak kesulungannya agar tidak terhambat untuk naik pangkat. Semua itu sudah dianggap sebagai hal yang lumrah untuk dilakukan di jaman sekarang, apalagi di negara-negara berkembang seperti negara kita.

Ada banyak orang berpikir bahwa itu terpaksa dilakukan. Kalau kita tidak melakukan, ya kita tidak akan bisa berhasil naik jabatan atau mengalami peningkatan. Take it or leave it, do or die. Kira-kira seperti itu pola pikir kebanyakan orang. Kenapa harus tabu? Bukankah itu memang sudah menjadi kebiasaan di mana-mana? Sebab kalau tidak demikian, lupakan saja soal mendapat promosi. Itu akan menjadi landasan untuk melakukan pembenaran atas perbuatan curang tersebut. Kita seringkali ikut kebiasaan dunia dan cenderung menyerah mengikutinya. Kita malah memilih untuk tidak mematuhi Tuhan dan menuruti cara serong dunia. Dan lama-lama percaya bahwa soal naik dan turun tidak ada urusannya dengan Tuhan.

Apa benar demikian? Apakah masalah mengalami peningkatan atau tidak itu sesungguhnya tergantung dari dunia, atau dari manusia lain dan bukan berasal dari Tuhan? Apakah benar tanpa berlaku curang kita tidak akan bisa mengalami peningkatan karir? Alkitab menyatakan sebaliknya. Kita diingatkan untuk tidak curang. Tanpa berlaku curang dan berkompromi dengan hal buruk yang sudah dianggap lumrah di dunia ini, kita tetap bisa mengalami peningkatan karir, dan saya bisa katakan itu akan terasa luar biasa indahnya jika itu berasal dari Tuhan.

Apakah ada ayat yang menyatakan hal ini? Tentu saja. Mari kita lihat salah satunya. Pemazmur mengatakannya seperti ini: "Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Dalam bahasa Inggris Amplified-nya dikatakan"For not from the east nor from the west nor from the south come promotion and lifting up. But God is the Judge! He puts down one and lifts up another."

Inilah hal yang sering kita lupakan. Kita sering tergiur dengan jabatan dan mengira bahwa kita perlu mati-matian menghalalkan segala cara untuk memperolehnya. Kita lupa bahwa peningkatan yang sesungguhnya justru berasal dari Tuhan dan bukan dari manusia. Kita seringkali terburu nafsu untuk secepatnya menggapai sebuah jabatan, padahal Tuhan tidak
pernah menyarankan kita untuk terburu-buru. Ketekunan, kesabaran, keuletan, kesungguhan, itulah yang akan bernilai di mata Tuhan. Proses itu penting menurut Tuhan. Dan bukan dari kiri atau kanan, bukan dari mana-mana, tapi dari Tuhan. Kalau memang dari Tuhan, pada saatnya, sesuai takaran dan waktu Tuhan, kita pasti akan naik walau tanpa melakukan kecurangan-kecurangan yang jahat di mata Tuhan.

Pasti? Ya, pasti. Kenapa saya katakan pasti? Karena Alkitab jelas-jelas berkata bahwa apa yang diinginkan Tuhan untuk terjadi kepada anak-anakNya sesungguhnya bukanlah sesuatu yang kecil atau pas-pasan saja melainkan telah ditetapkan untuk menjadi kepala dan bukan ekor, terus naik dan bukan turun. Namun kita harus tahu bahwa untuk itu ada syarat yang ditetapkan Tuhan untuk kita lakukan dengan sungguh-sungguh terlebih dahulu. Itu tertulis dalam kitab Ulangan. "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya." (Ulangan 28:13-14).

Melakukan kecurangan-kecurangan demi kenaikan jabatan mungkin sepintas terlihat menjanjikan solusi cepat, namun ketika itu bukan berasal dari Tuhan, maka cepat atau lambat keruntuhan pun akan membuat semuanya sia-sia bahkan menghancurkan hidup pelaku, keluarganya hingga merugikan banyak orang. Lihatlah 'parade' banyak koruptor yang kehilangan gaya dan layu setelah vonis dijatuhkan. Benar, masih banyak juga yang tanpa rasa malu pamer senyuman di depan kamera. Mungkin karena mereka berpikir bisa tetap menyuap untuk bebas atau setidaknya bisa menjalani hukuman dengan lebih nyaman bak di hotel mewah. Tapi meski sikapnya seperti itu, pada suatu hari nanti di hadapan Tuhan tidak ada penyuapan atau apapun lagi yang bisa dibuat. Disanalah letak pertanggungjawaban sebenarnya. Tidak ada satupun kejahatan di muka bumi ini yang luput dari hukuman Tuhan, dengan alasan apapun. Di dunia ini semua bisa diusahakan lewat segala cara, tapi di hadapan Tuhan nanti tidak ada cara lagi yang bisa dipergunakan. Kalau begitu, buat apa harus melegalkan segala bentuk pelanggaran hanya untuk naik pangkat? Untuk apa mengorbankan sesuatu yang kekal hanya untuk mengejar sesuatu yang fana?

Apa yang dituntut dari kita sebenarnya hanyalah kesungguhan kita dalam bekerja. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya seperti untuk Tuhan, itu bagian kita. Masalah berkat, termasuk di dalamnya kenaikan pangkat atau jabatan, itu adalah bagian Tuhan. Mungkin tidak mudah untuk bisa tetap hidup lurus di tengah dunia yang bengkok, namun bukan berarti kita harus menyerah dan berkompromi. Justru Tuhan menjanjikan begitu banyak berkat jika kita mau mendengarkan firman Tuhan baik-baik dan melakukan dengan setia semua perintahNya tersebut, seperti yang diuraikan panjang lebar dalam Ulangan 28:1-14.

Kita harus berhati-hati agar jangan sampai masuk ke dalam jebakan dunia dengan segala permainan dan kecurangan yang ada di dalamnya. Kita bisa memaksakan kenaikan sesuai keinginan kita, tapi semua itu akan berakhir sia-sia dan menghancurkan hidup maupun janji keselamatan kita jika itu bukan berasal daripadaNya. Tuhan sudah menjanjikan bahwa kita akan terus meningkat. Tuhan menjanjikan kita sebagai kepala dan bukan ekor, tetap naik dan bukan turun, tetapi itu hanya berlaku jika kita mendengarkan dan melakukan firmanNya dengan setia, tidak menyimpang dan tidak menghambakan diri kepada hal lain apapun selain kepada Tuhan.

Jika anda memberikan kesungguhan secara penuh dalam pekerjaan, sekecil apapun itu, biar bagaimanapun, itu akan memberikan nilai tersendiri bagi tempat di mana anda bekerja. Mau perusahaannya berbasis kolusi mau tidak, mau di perusahaan sogok menyogok dihalalkan, perusahaan mana yang mau kehilangan pegawai terbaiknya? Dan perusahaan mana yang mau mengambil resiko menempatka npegawai yang tidak qualified di tempat yang penting?

Oleh karena itu, tetaplah bekerja dengan baik, tekun dan sepenuh hati, seakan-akan anda melakukannya untuk Tuhan, maka soal peningkatan hanyalah soal waktu saja. Tuhan sudah menetapkan kita untuk berada di posisi tinggi. Lakukan bagian kita, dan pada waktunya Tuhan akan mengerjakan bagianNya.

----------------------------------------------------

Source: www.renunganharianonline.com


BERTEKUN

Pengajaran yang merusak bangunan kehidupan iman Kristen yang murni adalah pandangan yang menyatakan bahwa orang Kristen sekali selamat tetap selamat, tanpa memberi pengertian yang jelas yang mengenai keselamatan itu sendiri. Sehingga banyak orang Kristen yang merasa sudah selamat karena sudah merasa percaya dan sudah selamat. Prinsip mereka bahwa sekali seseorang mengaku percaya dan yakin sudah selamat maka orang itu tidak akan terhilang. Di dalam pikiran mereka, bahwa apa pun yang terjadi akhirnya mereka masuk Surga, sebab mereka sudah ditentukan dan dipilih untuk selamat. Bagaimanapun akhirnya mereka selamat, selamanya selamat. Mereka diyakinkan oleh pengajaran yang salah tersebut bahwa mereka tidak akan masuk neraka. Inilah yang membuat kekristenan sebagai jalan hidup tidak tampil sebagaimana mestinya.

Lebih rusak lagi ketika diajarkan bahwa nasib seseorang dalam kekekalan telah ditetapkan atau digariskan. Satu kali ditetapkan untuk selamat maka selamanya pasti selamat. Sehingga orang Kristen tidak perlu cemas lagi terhadap nasib di kekekalan nanti. Semua sudah beres, demikian filosofinya. Mereka menganggap itu adalah ajaran yang teragung dalam Alkitab. Padahal justru itu adalah ajaran yang sangat berbahaya. Alkitab tidak mengajarkan hal ini sama sekali. Ajaran ini dibangun dari premis yang sudah salah, sehingga memaksakan ayat-ayat Alkitab mendukung presmis tersebut. Tentu saja ajaran ini menyenangkan bagi orang yang hanya mau beragama Kristen tanpa mengerti bahwa Kekristenan adalah jalan hidup untuk mengisi hidup dalam proses menjadi sempurna seperti Bapa atau panggilan memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Kekristenan adalah jalan yang sukar, bukan jalan yang mudah. Sama sekali bukan jalan yang sudah ditakdirkan.

Mereka yang mengikuti ajaran yang salah tersebut berpikir bahwa orang-orang Kristen yang ditentukan dan dipilih untuk selamat akan dibuat Tuhan bisa bertekun dalam iman. Dengan pemikiran tersebut maka mereka dengan sendirinya akan dapat bertekun. Ketekunan disediakan oleh Tuhan. Manusia tidak perlu mengusahakan ketekunan karena akan dapat bertekun dengan sendirinya. Allah, yang menentukan dan memilih mereka selamat, bertanggung jawab menyediakan ketekunan tersebut. Sebenarnya mereka tidak mengerti pengertian bertekun secara benar.

Kata bertekun dalam bahasa Yunaninya adalah proskarteresis (προσκαρτέρησις) dalam bahasa Inggris diterjemahkan perseverance. Ada beberapa kata “ketekunan, atau bertekun, atau tekun” dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia yang berasal dari beberapa kata, misalnya hupomeno (ὑπομένω) yang berarti bertahan. Kata ini dalam Roma 12:12 digunakan oleh Paulus yang juga memiliki pengertian bertekun (perseverance). Dalam beberapa Alkitab terjemahan bahasa Inggris diterjemahkan perseverance. Kata lain adalah prosekho (προσέχω) yang memiliki pengertian selain bertekun, juga memberi perhatian dengan sangat kuat. Terdapat pula kata epimeno (ἐπιμένω) yang berarti tetap tinggal atau tetap menetap atau juga bisa dipahami sebagai terus menerus. Kata yang memiliki pengetian bertekun adalah agonizomai (ἀγωνίζομαι). Tetapi kata ini lebih tepat diterjemahkan berjuang.

Bertekun menunjuk perjuangan dari masing-masing individu. Jika tidak demikian berarti “dibuat bertekun” tanpa orang itu mengingini usaha untuk ketekunan itu sendiri. Ini berarti pula manusia hanya menjadi boneka. Padahal Firman Tuhan jelas mengatakan: bertekunlah dan berjuanglah (Mat. 24:13; Luk. 13:24; Rm. 12:12; Kol. 4:2; 1Tim. 13; 16 dan lain sebagainya). Kalau ketekunan seseorang adalah karunia, artinya Tuhan yang menggerakkan dan manusia bersikap pasif, maka manusia tidak lagi perlu bertanggung jawab dan itu juga berarti tidak pantas menerima mahkota atau upah, sebab usaha ketekunan itu tergantung Tuhan bukan pada manusia. Dalam teologi mereka, orang percaya diajar untuk meyakini bahwa ketekunan itu akan diberikan oleh Tuhan. Hal ini menciptakan Kekristenan yang imaginer atau fantasi. Faktanya kita melihat orang-orang Kristen di Eropa yang pada umumnya menganut teologi tersebut menjadi lumpuh dan mati.
----------------------------------------------
Source: www.truth-media.com

Rabu, 07 September 2016

Hati yang Lemah lembut

Hati yang Lemah Lembut (1)

Ayat bacaan: Matius 5:5
======================
"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." 

Menghadapi orang-orang yang sulit itu susahnya minta ampun. Ada yang sulit di atur, ada yang sulit di ajak kerja sama, ada yang sulit berkompromi saat berdiskusi, ada yang sikapnya tidak bersahabat atau malah provokatif. Ada yang sumbu kesabarannya pendek sehingga gampang meledak kalau terpancing sedikit saja. Ada yang bikin kacau dalam pertemuan dan membuat rapat tidak bisa berlangsung lancar. Pokoknya selalu ada saja orang-orang seperti ini yang menyusahkan hati. Masih lumayan kalau kita sedang tenang, tapi itu akan terasa dua-tiga kali lebih berat ketika kita sedang kelelahan, sibuk atau banyak pikiran. Pernahkah anda menghadapi situasi seperti ini? Saya rasa semua orang pernah sekali waktu. Kalau kita tidak hati-hati, kita bisa ikutan terpancing emosi dan itu tentu tidak baik buat kita maupun orang lain yang mungkin saja terkena dampaknya karena sedang ada di dekat kita. Marah mungkin wajar untuk batas tertentu dan sekali-kali. Tapi sangat penting bagi kita untuk tidak membiarkan amarah berkuasa atas diri kita. Hati tidak boleh dibiarkan panas dan tentu saja, hati tidak boleh dibiarkan keras. Kita harus sadar bahwa bukan saja kepala yang bisa keras, tapi hati juga sama, bisa keras seperti batu. Kalau kita membiarkan kondisi hati kita keras dan/atau panas, itu jelas bisa membuka kesempatan bagi iblis untuk menjerumuskan kita ke dalam berbagai kejahatan. Memiliki hati yang lembut akan membawa dampak yang positif baik dalam kehidupan di dunia ini maupun nanti setelah kita menyelesaikan masa ini.

Tuhan Yesus sudah mengingatkan kita agar memiliki hati yang lemah lembut. Dia berkata:"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5).

Peringatan Yesus ini hadir sebagai adalah satu dari rangkaian ucapan bahagia yang diucapkan Yesus di depan orang banyak dari atas bukit. Lemah lembut seperti apa yang Yesus maksudkan? Dalam versi bahasa Inggris kita membaca rincian yang lebih detail: "the mild, patient, long suffering""Lembut, sabar dan tabah". Orang yang memiliki sikap seperti inilah yang dikatakan Yesus akan memiliki bumi.These kind of people are those who would inherit the earth! Tuhan akan memberikan bumi kepada orang-orang sabar, tabah dan lemah lembut, bukan kepada orang yang pendek kesabarannya, cepat emosi, kasar, cepat mengeluh, lekas panas dan keras hatinya.

Tuhan sangat menganggap penting masalah kelembutan hati ini. Dalam Perjanjian Lama ada ayat yang menyatakan bahwa Musa itu memiliki kelembutan hati melebihi manusia lain di muka bumi. "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3).

Lembut hati bagaimana? Coba kita bayangkan apa yang menjadi tugasnya. Musa harus memimpin sebuah bangsa besar keluar dari perbudakan bangsa Mesir menuju tanah terjanji. Prosesnya berlangsung tidak tanggung-tanggung selama 40 tahun. Masih mending kalau bangsa yang dipimpin berisi orang-orang yang penurut dan tenang. Tapi bangsa Israel yang harus ia pimpin adalah bangsa yang dikatakan tegar tengkuk alias keras kepala. Bangsa Israel sudah mengalami berbagai bentuk mukjizat Tuhan, namun mereka tetaplah bangsa yang terus sulit berterimakasih. Ketimbang bersyukur atas berbagai campur tangan Tuhan yang melindungi mereka selama masa perjalanan, mereka lebih suka untuk terus bersungut-sungut, berkeluh kesah, protes, mengolok-olok, menyudutkan, menyindir, sinis dan sedikit-sedikit marah.

Semua itu dialami Musa terus menerus selama puluhan tahun. Bayangkan bagaimana lelahnya mental dan emosi Musa menghadapi sebuah bangsa yang harus ia pimpin sesuai dengan kehendak Tuhan. Mungkin kalau kita ada di posisi Musa, bisa bertahan seminggu saja sudah prestasi besar. Tapi Musa sanggup mengendalikan emosinya dan terus mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan untuk ia perbuat.

Bagaimana agar kita tidak cepat keras dan panas hatinya? Ada sebuah tips diberikan Daud yang sangat baik untuk kita terapkan agar bisa menjadi orang yang panjang sabar. "Dari Daud. Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau. Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak." (Mazmur 37:1-5).

Daud bilang:
- Jangan lekas marah dalam menghadapi orang-orang yang berbuat jahat
- Jangan iri kepada orang-orang yang suka berbuat curang
- Percayalah kepada Tuhan
- Terus fokus melakukan hal yang baik
- Perdulilah kepada tempat dimana kita ada
- Berlakulah setia
- Teruslah bersukacita bukan karena situasi dan kondisi tetapi karena Tuhan
- Serahkan hidup kepada Tuhan

Kalau ini yang kita lakukan, apapun yang kita hadapi, sesulit apapun situasi atau orang-orang yang kita hadapi, Tuhan akan memberikan apa yang kita inginkan dan Dia sendiri akan bertindak. Ini tips yang saya kira sangat baik untuk mencegah hati kita terkontaminasi oleh hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh orang percaya, termasuk di dalamnya perilaku-perilaku yang berlawanan dengan lemah lembut.

Selanjutnya Daud juga berkata "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan. Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri." (ay 8-9). Rangkaian pesan Daud ini paralel dengan apa yang dikatakn Yesus di atas. Kemarahan tidaklah mendatangkan hal baik tapi bisa membawa orang untuk terjerumus pada kejahatan, yang pada akhirnya akan dilenyapkan. Tapi orang-orang yang taat menuruti Tuhan, menyerahkan semua kepada Tuhan akan mewarisi negeri.

Yakobus mengingatkan pula agar kita cepat untuk mendengar, tapi lambat untuk berkata-kata dan lambat untuk marah. (Yakobus 1:19). Mengapa demikian? "sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (ay 20).

Tidaklah mudah untuk bisa menahan diri saat menghadapi orang-orang atau situasi yang sulit, apalagi kalau kita juga sedang labil. Tapi itulah yang menjadi kehendak Tuhan dan yang berkenan di hadapannya. Mungkin untuk bisa menjadi figur Musa bisa jadi sulit, tapi tidak ada salahnya untuk mulai mencoba. Adakah di antara teman-teman yang sedang dalam tekanan dan emosi pada saat ini karena tengah berhadapan dengan orang-orang atau kondisi yang sulit? Redakanlah, dan tersenyumlah. Jangan biarkan sukacita anda dirampas, jangan buka celah bagi iblis untuk menghancurkan anda. Bergembiralah, tetap jaga kelembutan hati dan rasakanlah bahwa Tuhan itu sungguh baik.
--------------------------------------------------
Source: www.renunganharianonline.com

Kamis, 28 Juli 2016

jangan pernah menduakan TUHAN

~~~ jangan pernah menduakan TUHAN ~~~

Baca: Mazmur 31:1-9

"Engkau benci kepada orang-orang yang memuja berhala yang sia-sia, tetapi aku percaya kepada TUHAN."  Mazmur 31:7

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata berhala memiliki arti:  patung dewa atau sesuatu yang didewakan yang disembah dan dipuja.  Setiap mendengar istilah  'berhala'  pikiran kita pasti tertuju kepada patung-patung, benda-benda kuno, kuburan-kuburan kuno, pohon tua yang usianya ratusan tahun, di mana ada banyak orang datang untuk menyembah.  Akhirnya kita pun menganggap bahwa berhala selalu berhubungan dengan kuasa-kuasa kegelapan.  Itu tidak salah!  Pemazmur juga menulis:  "Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, mempunyai hidung, tetapi tidak dapat mencium, mempunyai tangan, tetapi tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki, tetapi tidak dapat berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan kerongkongannya."  (Mazmur 115:4-7).  Tuhan tidak menghendaki kita menyembah ilah lain selain Dia, sebab berhala adalah kebencian di mata Tuhan!

     Hukum pertama dan kedua dari 10 hukum Allah mengatakan:  "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi."  (Keluaran 20:3-4)  Dengan tegas dikatakan bahwa orang percaya tidak boleh menyembah berhala!  Karena Tuhan kita adalah Tuhan yang cemburu, kita tidak bisa menduakan Dia.  Jangan menyebut Yesus Kristus Tuhan jika kita masih mencari pertolongan kepada dukun, datang ke peramal, percaya kepada feng shui, tarot atau ramalan-ramalan bintang, semua itu berhala-berhala yang dibenci Tuhan.

     Namun ada pula berhala-berhala  'modern'  yang seringkali tidak kita sadari telah menggusur posisi Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini.  Pekerjaan, bisnis, hobi popularitas, rumah, mobil, uang dan semua yang kita miliki bisa saja menjadi berhala dalam kehidupan kita, bahkan surat kabar  (koran)  dan gadget kita!

"Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena TUHAN, yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu."  Keluaran 34:14

Baca: Mazmur 135:1-21

"Sesungguhnya aku tahu, bahwa TUHAN itu maha besar dan Tuhan kita itu melebihi segala allah."  Mazmur 135:5

Berhala-berhala itu tidak selalu identik dengan patung, benda-benda kuno, kuburan-kuburan nenek moyang, pohon tua dan sebagainya, tetapi sesuatu yang kita cintai lebih daripada Tuhan adalah berhala.  Kadangkala kita bisa memberhalakan mobil, uang dan semua kekayaan yang kita miliki.  Kita mencintai hal-hal itu lebih dari Tuhan.  "...di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."  (Matius 6:21).

     Ketika diperintahkan Tuhan untuk menjual seluruh hartanya dan memberikannya kepada orang miskin, lalu mengikut Tuhan, seorang muda yang kaya lebih memilih untuk pergi meninggalkan Tuhan.  "Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya."  (Matius 19:22).  Hal itu membuktikan bahwa orang muda itu lebih mencintai harta daripada Tuhan;  harta sudah menjadi berhala dalam hidupnya.  Alkitab menegaskan,  "Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut."  (Amsal 11:4).

     Berhala berarti pula sesuatu yang kepadanya kita berikan waktu lebih daripada hal-hal rohani.  Banyak orang Kristen yang hari-harinya disibukkan oleh pekerjaan, bisnis atau hobi sampai-sampai melupakan dan meninggalkan jam-jam ibadah.  Yang ada di pikiran mereka hanyalah bagaimana cara mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.  Perhatikan!  "...akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."  (1 Timotius 6:10).  Tidak salah kita melakukan pekerjaan, bisnis dan semua hal yang menjadi aktivitas keseharian kita, atau mengisi waktu untuk menyalurkan hobi dan kesenangan, tapi kita harus ingat bahwa perkara-perkara rohani harus tetap menjadi prioritas utama.  Jangan sampai kita memberikan waktu lebih untuk segala hal yang duniawi, dibanding hal-hal yang rohani. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."  (Matius 6:33).  Prioritaskan Tuhan dan perkara-perkara rohani lebih dari apa pun yang ada di dunia ini.

Sebagai umat tebusan-Nya kita harus menghambakan diri hanya kepada Tuhan, dan berusaha untuk menyenangkan hati Tuhan saja, bukan yang lain.
------------------------------------------------------------------------------------------------
Source: www.airhidupblog.blogspot.co.id

#Bible #BibleSays #Alkitab #RenunganAlkitab #RenunganHarian #RenunganKristen #JesusChrist #TuhanYesus #GPPS

Senin, 18 Juli 2016

Kesalahan Saul

Ayat bacaan: 1 Samuel 13:13-14
=========================
"Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu."

Kesuksesan kita sangat tergantung dari bagaimana kita memulainya. Membangun pondasi yang kuat itu merupakan hal yang penting. Tapi tidak berhenti sampai disitu saja, karena proses selanjutnya juga akan berperan sangat penting. Menyusun strategi yang baik ke depannya dengan melibatkan Tuhan, memperhatikan dengan baik setiap langkah yang diambil, itu pun akan sangat menentukan seperti apa keberhasilan yang bisa kita raih. Hidup terdiri dari serangkaian sekuens, dimana satu sekuens akan menentukan sekuens berikutnya. Satu langkah salah biasanya akan menuju kepada langkah berikutnya yang salah, semakin jauh dari rencana Tuhan sehingga waktu pun bisa terbuang sia-sia, bahkan bisa mengakibatkan kegagalan kita untuk menggenapi rencana Tuhan yang indah, yang telah Dia sediakan di depan sana. Seperti yang kemarin saya sampaikan, sangatlah bagus kalau kita sudah memulai sesuatu dengan manis. Tapi kemudian pastikan bahwa kita pun akan mengakhiri dengan manis. Karena sesuatu yang dimulai manis masih bisa berakhir buruk apabila kita tidak menyikapi setiap langkah dengan sungguh-sungguh.

Kemarin kita sudah melihat contohnya lewat raja Yehuda bernama Asa. Hari ini mari kita lihat kisah tragis raja lainnya yang juga dicatat dalam Alkitab, yaitu  Saul. Seperti Asa, pada mulanya ia jelas-jelas merupakan orang yang berkenan di hadapan Tuhan. Ia bahkan disebut sebagai orang yang diurapi Tuhan. Ia dikatakan elok rupanya, badannya tinggi (1 Samuel 9:2). Saul juga dikenal sebagai pribadi yang rendah hati (ay 20-21). Ia penuh Roh Allah seperti halnya nabi (10:10-13). Everything was so perfectly good. Saul mengawali segalanya dengan sangat baik dan gemilang.

Tapi yang terjadi kemudian sangatlah ironis. Mulai dari pasal ke 13 tanda-tanda kejatuhan Saul mulai terlihat dalam sekuens yang terus bertambah buruk. Kalau mau ditarik asalnya, akar penyebabnya sebenarnya jelas. Kejayaan Saul tidaklah diikuti dengan ketaatan dan kesetiaan pada Tuhan. Worry, stress and fear were all over his mind. Ia mulai hilang pengharapan dan kesabaran. Ia meminta petunjuk dari arwah karena gentar menghadapi bangsa Filistin dan kuatir tidak lagi didukung oleh bangsanya (13:11-12). Ia tidak lagi percaya dan berserah kepada Tuhan, melainkan mulai mencari alternatif-alternatif sendiri yang merupakan hal yang jahat di mata Tuhan. Seseorang yang mengawali langkahnya dengan sangat baik bahkan diurapi Roh Tuhan ternyata kemudian melakukan begitu banyak kesalahan, dari satu kepada yang berikut dengan tingkatan yang semakin parah.

Atas perilaku-perilaku seperti itu, Tuhan mengutus Samuel untuk menegurnya dengan keras. "Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu." (1 Samuel 13:13-14).

Kebodohan Saul membuat apa yang ia mulai dengan baik menjadi kandas. Tuhan berkata:"Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." (15:11). Pada akhirnya Saul tewas mengenaskan dengan mengakhiri hidupnya sendiri karena menyerah kalah seperti yang dapat kita baca dalam 1 Samuel 31:4 dan 1 Tawarikh 10:4. Dalam Tawarikh dikatakan: "Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai." (1 Tawarikh 10:13-14).

Awal yang gemilang kemudian berakhir dengan kejatuhan karena terus bersikap menghianati Tuhan. Daud pun lalu terpilih menggantikan Saul. Terhadap Daud, Saul pun sempat menunjukkan iri hatinya yang mengarah pada kejahatan demi kejahatan. Kita tahu bagaimana Daud dikejar-kejar Saul dan mendapat ancaman pembunuhan. Tapi Daud tenyata menunjukkan sikap taat penuh pada Tuhan. Daud yakin dengan kuasa Tuhan dan mau menyerahkan seluruhnya ke dalam perlindungan Tuhan. Ia tetap memuji dan memuliakan Tuhan meski hidupnya terancam, dan Daud pun menerima berkat Tuhan seperti yang tertulis dalam 2 Samuel 7:1-17. "Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya." (2 Samuel 7:14-16).

Saat kita bertobat dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, saat kita percaya dan mengenal Tuhan Yesus dengan keyakinan yang berasal dari diri kita sendiri, saat itu sebenarnya kita sudah memulai sebuah awal yang manis, indah dan gemilang. Kita menerima berbagai janji perlindungan, pemeliharaan dan keselamatan dari Tuhan. Tetapi kalau kita terlena dan menjauh dari Tuhan, mulai berkompromi terhadap hal-hal yang sesat dan melakukan perbuatan-perbuatan menyakiti hati Tuhan, kita bisa menuju pada kejatuhan bahkan kebinasaan seperti Saul. Setelah memulai awal yang gemilang dengan menerima Kristus dalam hidup kita secara pribadi, kita harus melanjutkannya dengan terus taat dan setia mengikuti Tuhan. Menyerahkan hidup kita sepenuhnya ke dalam rencanaNya, yang sudah pasti akan indah pada akhirnya. Menjaga setiap langkah dengan mengamalkan atau menghidupi Firman dengan sungguh-sungguh.

Dalam keadaan tertekan, terjepit, dihimpit persoalan, jangan melepas pandangan dari Tuhan. Jangan mencari cara-cara penyelesaian yang tidak sesuai dengan kebenaran, memilih apa yang ditawarkan kegelapan dan meninggalkan Tuhan. Itu pilihan keliru yang bisa merugikan kita. Percayalah bahwa Tuhan punya kuasa yang lebih dari apapun, dan sanggup melepaskan anda tepat pada waktuNya. Jangan tergiur mencari alternatif-alternatif lain akibat tidak sabar. Sebaliknya ketika hidup sudah aman dan sukses, janganlah lupa diri. Pastikan bahwa kita tetap rendah hati, tetap bersyukur kepada Tuhan atas semua berkat yang Dia curahkan bagi kita. Jadikan Tuhan berkuasa atas hidup kita, baik dalam suka maupun duka, agar kita bisa mengakhiri awal yang gemilang dengan akhir yang gemilang pula.

Saul yang kehilangan segala berkat Tuhan dan harus mengalami akhir tragis karena kebodohannya sendiri. Kisah Saul menyatakan adanya konsekuensi atau akibat yang harus kita tanggung jika kita melupakan atau menghianati Tuhan. Sudahkah kita taat sepenuhnya pada Tuhan atau masih bergantung pada hal-hal lain di luar Dia? Bagi yang sudah sukses menggapai mimpi, bagaimana anda menyikapinya? Apakah anda masih tetap rendah hati dan dipenuhi rasa syukur, menjadi saluran berkat bagi sesama atau sudah berubah menjadi orang yang angkuh, rakus dan besar kepala? Apakah kita masih berpusat pada Tuhan atau tanpa sadar sudah lama meninggalkanNya dan beralih kepada segala bentuk kegelapan yang ada di dunia? Ini penting untuk diperhatikan dengan serius karena konsekuensi yang harus ditanggung pun tidak kalah seriusnya. Semua tergantung keputusan kita sendiri, oleh sebab itu mari awasi setiap langkah secara sungguh-sungguh agar kita jangan sampai berakhir seperti Saul.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Source: www.renunganharianonline.com

Sabtu, 16 Juli 2016

Persatuan, bukan perpecahan

Ayat bacaan: Yohanes 17:20-21
=======================
"Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."

Miris sekali melihat kecenderungan bangsa kita yang sulit untuk bersatu. Di berbagai bidang kita melihat sendiri, bahwa cepat atau lambat perpecahan akan jadi pemenang. Seorang teman mencoba menganalisa, dan menurutnya kita masih sulit keluar dari strategi kolonial yang dikenal dengan divide et impera. Pecah-pecah atau bagi-bagi, lalu kuasai. Dipecah dengan cara dihasut, melontarkan berbagai hal negatif dengan tujuan supaya pecah. Kalau sudah terpecah, bagian-bagian yang lebih kecil tentu mudah dikuasai. Itu kan jaman kolonial. Tapi sekarang di alam merdeka, kok kita tetap saja belum bisa move on? Apa benar itu merupakan faktor penyebab sulitnya kita bersatu? Entahlah. Padahal semangat persatuan dicantumkan dalam sila ketiga Pancasila, yang tidak lain adalah dasar negara kita. Dasar, itu artinya pondasi dimana negara kita sebenarnya dibangun. Kalau katanya negara dibangun dengan dasar itu, dimana bersatu merupakan satu dari lima pilar, kenapa kita masih saja sulit melakukannya? Perbedaan kini malah sepertinya boleh dijadikan dasar untuk membantai orang lain. Kalau dulu ada kata toleransi, itu sudah hilang lama dari sebagian besar bangsa ini.

Yang lebih miris lagi, orang-orang percaya bukannya mencontohkan sikap berbeda tapi malah ikut-ikutan berbuat sama, dengan frekuensi dan intensitas yang kurang lebih sama pula. Gereja terus seperti amuba membelah diri saat ada konflik. Orang-orang di dalamnya juga sama, baik yang harusnya jadi panutan maupun jemaat. Bukan persatuan, tapi perbedaan lah yang berkuasa. Kalau agen-agen Tuhan saja begitu, bagaimana kita bisa bermimpi untuk hidup di dunia yang ramah? Di luar orang pecah, di dalam pecah. Kalau tentara kolonial dulu memakai strategi ini, sesungguhnya si jahat pun sangat suka memakai hal yang sana. Bukankah akan jauh lebih mudah menyesatkan orang yang sudah terpecah-pecah dibandingkan orang yang dengan kompak bersatu? Kalau kita sudah tahu itu, betapa sayangnya apabila kita masih saja tergoda untuk membelah diri bukannya bersatu.

Memperbesar jurang perbedaan memang lebih mudah daripada mencari kesamaan. Ini sudah menjadi hal yang lumrah di jaman sekarang. Perpecahan di tubuh gereja yang  bisa sampai menyebabkan permusuhan antar gereja bukan lagi hal yang aneh terjadi hari-hari ini. Dari atas kemudian menular ke bawah. Maka tidak jarang kita mendengar orang berkata bahwa gerejanya paling benar dan menganggap gereja lainnya buruk, bahkan belum apa-apa sudah berani menuduh sesat. Saling mengejek, merendahkan, memojokkan, menganggap hanya dirinya yang benar sedangkan yang lainnya salah. Anehnya, ini bisa terjadi pada denominasi yang sama tapi beda 'merek.'

Itu jelas hal yang menyedihkan. Bagaimana kita mau menjadi berkat jika di antara kita saja sudah saling menyalahkan? Bagaimana kita bisa bermimpi untuk hidup di dunia yang penuh sukacita dan kedamaian kalau diantara kita saja masih ribut soal hal-hal yang sebenarnya sepele?  Bukannya mencari titik persamaan tapi malah semakin sibuk menggali jurang perbedaan. Bukannya semakin dekat, tapi malah semakin jauh. Jangan mimpi dulu untuk bisa menjadi saluran berkat dan cerminan kasih Kristus jika kepada saudara seiman saja kita tidak mampu mengaplikasikannya. Berbagai alasan yang kita ciptakan sendiri menjadi lahan bermain yang menyenangkan bagi iblis untuk menghancurkan kita.

Apa yang dirindukan Yesus sangatlah berbanding terbalik dengan tendensi kita. Dia jelas merindukan kesatuan di antara semua pengikutNya di atas permukaan bumi ini. Sudah jelas bahwa setiap gereja yang mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat merupakan bagian dari tubuh Kristus. Maka dimanapun kita berjemaat, kita pun seharusnya merupakan anggota dari tubuh Kristus. Jika Yesus saja mengasihi semua anggota tubuhNya sendiri, siapakah kita yang malah berani saling menyalahkan dan menjatuhkan?

Itu terlihat dari doa dari Yesus untuk murid-muridNya. Dalam doa itu Yesus mengatakan"Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku." (Yohanes 17:20-21).

Kemarin ayat ini sudah saya sebutkan. Tapi hari ini mari kita lihat lebih dalam lagi. Ada beberapa bagian penting dari petikan doa Yesus ini yang bisa kita ambil. Pertama, kita bisa melihat bahwa Yesus tidak hanya berdoa bagi murid-muridNya, tapi juga kepada semua orang yang percaya kepadaNya. Kemudian Yesus juga mendoakan agar semua kita yang percaya kepadaNya bisa bersatu. Sama seperti Bapa di dalam Yesus, dan Yesus di dalam Bapa, demikian pula kita semua di dalam Bapa dan di dalam Yesus. Itu merupakan bentuk kesatuan yang bulat, utuh, penuh.

Selanjutnya, Yesus pun menyatakan bahwa hanya dengan kesatuan seperti inilah kita bisa membuat perbedaan nyata bagi dunia, dimana dunia pada akhirnya bisa melihat dan percaya kepada Kristus. Tidak akan ada yang percaya kepadaNya jika kita sebagai umatNya di muka bumi ini justru menunjukkan kelakuan yang buruk, yang sama saja dengan apa yang dipertontonkan orang di luar sana, atau jangan-jangan justru kita lebih buruk. Jika kita sendiri pecah dan saling benci, sementara kita mengajarkan soal kasih, siapa yang bakal mau mendengar? Bukannya menjadi berkat, kita malah menjadi batu sandungan. Bukannya memuliakan Tuhan, tapi kita malah menjelekkan namanya.

Berbicara mengenai kesatuan, kita bisa belajar dengan meneladani cara hidup gereja mula-mula. Kebersatuan mereka ternyata bukan saja kuat tapi juga sangat indah. "Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." (Kisah Para Rasul 2:42). Dalam kebersatuan dan ketaatan pun mereka kemudian diberkati Tuhan dengan hadirnya banyak mukjizat dan tanda. (ay 43). Selanjutnya dikatakan bahwa mereka menyaksikan kemuliaan Tuhan turun atas mereka, semuanya terus bersatu, bahkan kepunyaan mereka masing-masing pun menjadi milik bersama. "Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama," (ay 44). Dan lihatlah bahwa dengan kebersatuan yang mereka tunjukkan, dunia bisa melihat dan percaya. Tuhan pun menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. (ay 47).

Perhatikan bahwa tidak ada perbedaan antara jemaat mula-mula. Orang Yahudi atau tidak, kaya atau miskin, pria atau wanita, tua atau muda, mereka semua bersatu dan sama-sama bertekun untuk belajar kebenaran firman Tuhan. Mereka memberi diri dibaptis, memecahkan roti, berdoa, mendalami firman Tuhan, bersatu di dalam rumah Tuhan, dan yang paling penting, melakukan segala yang difirmankan Tuhan pula lewat perilaku mereka. Dan dunia pun bisa melihat bentuk kesatuan ini secara nyata.

Mari kembali kepada Yohanes 17:20-21 di atas. Kita bisa melihat bahwa saat Yesus berbicara mengenai satu kesatuan, Yesus bukan hanya mengacu kepada kesatuan rohani semata tapi juga mengacu kepada sebuah kesatuan yang secara nyata dapat dilihat oleh dunia. Tidak soal dimana anda dan saya berjemaat, kita semua adalah satu, sama-sama anggota tubuh Kristus. Kita semua adalah bagian dari tubuh Kristus dimana Kristus sendiri bertindak sebagai kepala."Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada."(Efesus 1:22). Ingatlah bahwa "Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu." (ay 23). Selanjutnya Paulus juga mengingatkan:"Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan." (2:20-21).

Hendaknya kita selalu ingat bahwa dimanapun kita berjemaat, kita semua adalah bagian dari tubuh Kristus, yang seharusnya saling mengisi, saling melengkapi dan sama-sama menjadi bagian tubuh Yesus yang berfungsi baik dimanapun kita berada. Alangkah indahnya jika kita bisa menyampingkan berbagai perbedaan dan mengedepankan kesamaan. selanjutnya saling dukung untuk bertumbuh bersama-sama. Kita tidak boleh membuka kesempatan dan memberi toleransi terhadap perpecahan, apapun alasannya diantara sesama tubuh Kristus sendiri. Bentuk tata cara peribadatan boleh saja berbeda, denominasi boleh saja berbeda, yang penting semuanya berdasar pada iman yang sama akan Kristus. Semuanya tetap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bait Allah yang kudus.

Di atas segala perbedaan pasti ada kesamaan. Setidaknya sama-sama beriman kepada Kristus, itu sebuah kesamaa nyang bisa dijadikan dasar untuk membangun persatuan. Kita selalu bisa mulai dari sana. Kita diajarkan untuk saling mengasihi, seperti halnya Tuhan mengasihi kita. Kita bisa belajar mengamalkannya dari yang kecil, yaitu diantara sesama jemaat Kristus. Jangan bermimpi untuk bisa menjadi terang dan garam di dunia jika kepada saudara sendiri saja kita masih saling curiga. Jika itu yang masih kita pertontonkan, bagaimana mereka bisa percaya?

Yesus menginginkan kita untuk bersatu, sedang iblis ingin kita terpecah belah dan saling benci. Yesus ingin kita menjadi contoh nyata di dunia yang menyatakan diriNya, sedang iblis ingin menggagalkan semua itu. Satu hal yang pasti, iblis dan pengikutnya akan selalu ingin memecah belah kita agar bisa menguasai. Mana yang akan kita pilih?

Kembalilah kepada hati Kristus yang menginginkan persatuan
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Source: www.renunganharianonline.com

#Bible #BibleSays #Alkitab #RenunganAlkitab #RenunganHarian #RenunganKristen #JesusChrist #TuhanYesus #GPPS