Ayat bacaan: Bilangan 16:33
==========================
"Demikianlah mereka dengan semua orang yang ada pada mereka turun hidup-hidup ke dunia orang mati; dan bumi menutupi mereka, sehingga mereka binasa dari tengah-tengah jemaah itu."
Saya adalah orang yang suka membangun, meski saya bukan kontraktor atau tukang bangunan. Saya menikmati proses seringkali lebih dari hasil. Ketimbang memulai langsung gede, saya lebih suka merintis dari kecil, lalu seiring waktu membangunnya perlahan, memastikan adanya peningkatan pada tiap langkah agar lebih banyak lagi orang yang bisa merasakan hasilnya.
Ada kalanya sesuatu yang sudah lama saya rintis, bangun dan rawat seperti mengurus anak itu kemudian tidak bisa berlanjut dan harus pindah ke tempat lain. Itu salah satu realita hidup dalam salah satu panggilan saya yang diwujudkan dengan mengadakan event untuk anak-anak muda yang punya hobi bermusik. Yang saya pastikan adalah, meski mungkin saya harus berpindah tempat, saya ingin acara tersebut tidak kehilangan jati dirinya sebagai acara yang sehat dan bersahabat bagi siapapun.
Saya tidak harus mengulang lagi melainkan melanjutkan di tempat yang baru. Dan saya menjaga betul agar jangan sampai ada kesombongan sedikitpun pada diri saya, karena itu akan menghancurkan apa yang sudah saya bangun selama ini, termasuk pula menghancurkan diri sendiri. Kesuksesan sekecil apapun itu seharusnya dipersembahkan kepada Tuhan bukan untuk menjadikan kita sombong. Setiap peningkatan hendaknya menjadikan kita bisa memberkati orang lebih banyak lagi.
Ada banyak orang yang hancur dalam sekejap setelah mati-matian membangun karirnya lama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun hanya karena lengah atau terlena atas kesuksesan yang tengah dirasakan. Lihatlah begitu banyaknya para pelaku dunia hiburan yang melesat menuju ketenaran tapi kemudian menghujam membentur bumi dalam sekejap karena melakukan hal-hal buruk. Obat terlarang dan skandal mungkin merupakan penyebab yang paling sering mendatangkan bencana sehingga karirnya harus berakhir jauh lebih cepat dari selanjutnya. Ada yang ditangkap, atau kemudian mengalami kecelakaan, atau ada juga yang citranya rusak sedemikian rupa sehingga sulit untuk dipulihkan lagi. Semua itu datang sebagai resiko akibat kesalahan yang ia perbuat sendiri. Sungguh amat disayangkan sesuatu yang telah dibangun harus hancur dalam sekejap mata karena kebodohan sendiri. Terlena dalam kesuksesan bisa membuat orang lupa diri. Kesombongan menguasai diri, menjadi lengah terhadap dosa, dan itu akan menggagalkan usaha kita untuk menggenapi rancangan Tuhan. Menghancurkan apa yang sudah begitu lama kita bangun dengan susah payah, bahkan bisa menjadi sangat fatal akibatnya.
Betapa besar bahayanya bisa kita pelajari lewat kejatuhan Korah. Korah mengawali langkahnya dengan sangat baik. Pada awalnya ia merupakan seorang pemimpin yang cukup berpengaruh di masa ketika Israel keluar dari Mesir. Seperti halnya orang Lewi lainnya, Korah dipercaya untuk melakukan pekerjaan pada Kemah Suci Tuhan, bertugas melayani umat. Dengan status seperti itu dengan sendirinya Korah mendapat kepercayaan yang lebih tinggi di banding orang Israel lainnya. Tidak semua orang bisa melakukan pekerjaannya, seharusnya ia memandang hal tersebut sebagai suatu kehormatan yang sepantasnya disyukuri dan dipertanggungjawabkan dengan sungguh-sungguh.
Sayang sekali Korah tidak berpikir seperti itu. Bukannya menghargai kepercayaan yang diberikan atas dirinya, Korah malah tersungkur dalam dosa pemberontakan. Ia menjadi lupa akan hakekat kepercayaan yang telah diberikan Tuhan kepadanya setelah sukses menjalaninya. Ia menghargai dirinya sendiri secara berlebihan dan kemudian gagal mengenal dan memperhatikan batasan yang telah ditetapkan Tuhan baginya. Ia lupa kepada apa yang menjadi garis tugasnya dan berubah menjadi angkuh.
Korah merencanakan makar. Ia "mengajak orang-orang untuk memberontak melawan Musa, beserta dua ratus lima puluh orang Israel, pemimpin-pemimpin umat itu, yaitu orang-orang yang dipilih oleh rapat, semuanya orang-orang yang kenamaan." (Bilangan 16:1-2). Mengapa ia memberontak? Karena ia merasa dirinya hebat diatas orang lain dan haus akan jabatan. Ia dan rekan-rekannya merasa iri kepada Musa. Mereka tidak lagi menerima fakta bahwa Musa dipilih Tuhan dan menginginkan posisi Musa.
Lantas Musa pun menegur mereka: "Belum cukupkah bagimu, bahwa kamu dipisahkan oleh Allah Israel dari umat Israel dan diperbolehkan mendekat kepada-Nya, supaya kamu melakukan pekerjaan pada Kemah Suci TUHAN dan bertugas bagi umat itu untuk melayani mereka, dan bahwa engkau diperbolehkan mendekat bersama-sama dengan semua saudaramu bani Lewi? Dan sekarang mau pula kamu menuntut pangkat imam lagi?" (ay 9-10).
Ya, bukankah jabatan yang ia emban sekarang adalah sesuatu yang istimewa dan terhormat? bukannya disyukuri, kenapa malah ingin menuntut lebih, bahkan berani mempersoalkan orang yang langsung dipilih Tuhan? Kesombongan Korah dan pengikut-pengikutnya membuat mereka lupa bahwa sesungguhnya yang mereka lawan bukanlah Musa dan Harun saja melainkan Tuhan yang memilih langsung dan telah menggariskan bagaimana dan seperti apa mereka harus berjalan. Dengan kata lain, ia merasa lebih berhak menentukan daripada Tuhan.
Musa kemudian mengajak bangsa Israel untuk melihat siapa yang benar. "Sesudah itu berkatalah Musa: "Dari hal inilah kamu akan tahu, bahwa aku diutus TUHAN untuk melakukan segala perbuatan ini, dan hal itu bukanlah dari hatiku sendiri: jika orang-orang ini nanti mati seperti matinya setiap manusia, dan mereka mengalami yang dialami setiap manusia, maka aku tidak diutus TUHAN. Tetapi, jika TUHAN akan menjadikan sesuatu yang belum pernah terjadi, dan tanah mengangakan mulutnya dan menelan mereka beserta segala kepunyaan mereka, sehingga mereka hidup-hidup turun ke dunia orang mati, maka kamu akan tahu, bahwa orang-orang ini telah menista TUHAN." (ay 28-30). Apakah Musa benar diutus Tuhan langsung atau ia bawa-bawa Tuhan dalam mengincar jabatan, itu bisa dibuktikan dari apa yang terjadi selanjutnya. Demikian kata Musa.
Dan yang terjadi selanjutnya sangat fatal. Murka Tuhan turun atas Korah beserta pengikutnya dan kebinasaan pun menimpa mereka. "Baru saja ia selesai mengucapkan segala perkataan itu, maka terbelahlah tanah yang di bawah mereka, dan bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi rumahnya dan dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta milik mereka. Demikianlah mereka dengan semua orang yang ada pada mereka turun hidup-hidup ke dunia orang mati; dan bumi menutupi mereka, sehingga mereka binasa dari tengah-tengah jemaah itu." (ay 31-33). Hal ini kemudian disinggung kembali pada bagian lain. "tetapi bumi membuka mulutnya dan menelan mereka bersama-sama dengan Korah, ketika kumpulan itu mati, ketika kedua ratus lima puluh orang itu dimakan api, sehingga mereka menjadi peringatan." (Bilangan 26:10). Korah dan semua pengikutnya yang total berjumlah sampai dua ratus lima puluh orang harus membayar sangat mahal pemberontakan mereka terhadap Tuhan dengan berakhir mengenaskan. Mereka binasa, turun hidup-hidup ke dunia orang mati. Itu sangatlah mengerikan. Hukuman Tuhan jatuh atas orang-orang sombong yang melupakan hakekat dirinya lalu berani melawan Tuhan. Dan ayat ini berkata dengan tegas agar hendaknya kita menjadikannya peringatan, jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sama dalam hidup kita.
Kemarin kita sudah melihat pesan penting dari Paulus yang berbunyi: "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Mempertahankan adalah jauh lebih berat ketimbang membangun sesuatu. Ada banyak faktor di dalam sebuah keberhasilan yang bisa membuat kita lupa diri, sesuatu yang mungkin tidak terjadi ketika kita sedang merintis atau membangun keberhasilan kita. Ada banyak orang yang tergelincir jatuh bukan ketika mereka berjuang, tapi justru ketika kesuksesan telah berhasil mereka raih. Maka tidaklah heran jika ketika kita sudah sukses, perjuangan bukan menjadi lebih mudah tapi malah akan menjadi jauh lebih berat lagi.
Merasa percaya diri itu baik. Mengetahui potensi dan kemampuan pun tentu baik. Tapi jika itu kita nikmati secara berlebihan, kalau kita kemudian menggunakannya untuk bermegah diri bukan bersyukur atasnya, kita bisa terjatuh kepada berbagai dosa yang akan membuat apa yang telah susah payah kita bangun menjadi hancur berantakan dalam seketika. Saat kita mencapai keberhasilan, bersyukurlah kepada Tuhan yang telah memberikan itu semua. Jaga sikap tetap rendah hati, sehingga kita bisa tetap jauh dari dosa kesombongan. Dan jangan berhenti disitu, tapi pertahankanlah kesuksesan itu dan jauhilah segala hal yang bisa menjatuhkan kita.
Nikmati keberhasilan dengan mempergunakannya sebaik-baiknya untuk menjadi berkat buat orang lain dan memuliakan Tuhan di dalamnya. Berhati-hatilah menyikapi kepercayaan yang diberikan Tuhan agar kita jangan sampai mengulangi contoh buruk dari Korah. Ingatlah bahwa Di luar Tuhan kita bukanlah apa-apa (Yohanes 15:5). Jangan lupa diri sehingga merasa bahwa kitalah yang terhebat kemudian melupakan dan merasa berhak merampas apa yang menjadi hak Tuhan. Ada banyak jebakan yang siap memerangkap kita dibalik setiap kesuksesan, oleh karenanya kita harus tetap waspada agar apa yang telah kita bangun tidak musnah tetapi akan terus mengarah kepada keberhasilan demi keberhasilan lainnya yang akan mengikuti setiap langkah kita kedepannya.
Kepercayaan yang diberikan Tuhan hendaknya disikapi dengan benar agar mendatangkan kebaikan bukan malapetaka
---------------------------
Source: www.renunganharianonline.com