Rabu, 23 Agustus 2017

Pentingkan Firman TUHAN

Baca:  2 Timotius 3:10-17

"Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus."  2 Timotius 3:15

       Apakah Saudara membaca Alkitab setiap hari?  Mungkin ada yang berkata tidak sempat.  Kita seringkali sulit menyediakan waktu membaca Alkitab dan berdoa.  Tapi untuk hal-hal lain?  Masih banyak orang Kristen yang walaupun sudah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun belum juga membaca Alkitab secara keseluruhan mulai dari kitab Kejadian sampai Wahyu.

     Memang kita akui tidak mudah mendisiplinkan diri membaca Alkitab secara rutin.  Bahkan tidak sedikit orang Kristen yang hanya membuka Alkitabnya saat ibadah di gereja, padahl  "... Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya...Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman,"  (Roma 1:16-17).  Jangan sekali-kali meremehkan Injil, karena di dalamnya terkandung isi hati, kehendak, rencana, jalan dan janji-janji Tuhan.  Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan kepada Yosua demikian,  "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).

     Alkitab berisikan ajaran dan petunjuk Tuhan yang bertujuan  "...mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).  Dengan membaca Alkitab langkah hidup kita diarahkan kepada jalan kebenaran Tuhan;  kita juga diingatkan kembali tentang kuasa, kasih, kebaikan, kemurahan, perlindungan dan kepedulianNya kepada kita.  Selain itu kita dapat meneladani kehidupan orang-orang pilihanNya, bagaimana mereka melewati setiap proses dan betapa Tuhan menyatakan kuasaNya atas mereka.  "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci."  (Roma 15:4).

Alkitab memberikan kekuatan dan pengharapan yang pasti bagi orang percaya, karena tidak ada janji-janji Tuhan yang tidak ditepatiNya!
~~~~~~~~~~~~~~~~~

Source: www.jc-kok.blogspot.co.id

Kemarahan TUHAN atas penyamun

Ayat bacaan: Yeremia 7:11
===================
"Sudahkah menjadi sarang penyamun di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini? Kalau Aku, Aku sendiri melihat semuanya, demikianlah firman TUHAN."

Kata penyamun mungkin sudah jarang kita dengar. Tapi pada masanya, kata ini merupakan kata yang sering sekali dipakai untuk menggambarkan para pelaku kejahatan yang suka mencuri barang milik orang lain. Penjahat, perampok, perampas, maling, garong, begal, penjarah dan sejenisnya. Dalam karya sastra, film nasional tempo dulu, kata ini pun kerap kita temukan. Di laut dikenal istilah perompak dan bajak laut yang menunggu korban melintas di laut wilayah kekuasaan mereka lalu dijarah habis tanpa ampun. Itu pun kalau menurut akar katanya termasuk penyamun.

 Tidak jarang para penyamun ini tega bertindak kejam terhadap korbannya. Melukai bahkan membunuh tanpa ampun. Bayangkan kalau kita terjebak di dalam sarang penyamun, yaitu tepat dimana mereka menetap, berkumpul atau bersembunyi. Itu sangat berbahaya dan membuat kita beresiko kehilangan harta benda, bahkan nyawa.

Sangat menarik bahwa kata ini juga ditemukan di dalam Alkitab. Apakah untuk orang yang tidak percaya? Para penghujat? Pemungut cukai? Penjajah? Para penyembah ilah lain? Ternyata tidak. Kata penyamun justru ditujukan kepada sikap atau perilaku dari sebagian orang-orang percaya. Dan itu dikatakan bukan oleh nabi manapun melainkan oleh Yesus sendiri.

Orang percaya disebut penyamun oleh Yesus? Ya. Mari kita lihat apa yang menyebabkan Yesus mengatakan itu dalam sebuah peristiwa yang tertulis dalam Injil Matius 21:12-17. Perikop ini dengan jelas mencatat kemarahan Yesus ketika mendapati Bait Allah dipakai secara tidak pantas. Apa yang terjadi pada waktu itu benar-benar sudah keterlaluan. Gambarannya, bait Allah sudah seperti pasar saja layaknya, karena ada penjual dan pembeli berkumpul disana. Bukan saja penjual dan pembeli, tetapi meja-meja penukar uang atau kalau sekarang disebut money changer pun lengkap tersedia. Yesus pun menjungkir balikkan meja-meja dan bangku para pedagang disana, "dan berkata kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun."(Matius 21:13). Bait Allah, rumah doa, tapi malah dijadikan sarang penyamun. Bukankah itu keterlaluan?

Ada hal menarik yang bisa kita lihat dari kisah ini. Perhatikanlah, Yesus tidak marah ketika Dia difitnah, ditinggalkan, disiksa sedemikian rupa bahkan hingga disalib sampai mati. Diperlakukan diluar perikemanusiaan dengan sangat sadis seperti itu tidak membuatNYa marah. Tuhan Yesus bahkan meminta Tuhan mengampuni mereka. Satu-satunya hal yang membuat Yesus marah besar adalah ketika orang menjadikan Bait Allah sebagai tempat berdagang, tempat mencari untung.

Pertanyaannya, mengapa Yesus sampai marah seperti itu? Tinggal dibubarkan saja beres kan? Itu mungkin pikiran kita. Tapi mari kita lihat kenapa Yesus menjadi begitu marah. Jika kita perhatikan, Yesus mengatakan bahwa Bait Allah itu adalah diriNya sendiri. "Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri." (Yohanes 2:21). Dengan demikian jelaslah mengapa Yesus sampai harus marah ketika Dia melihat orang-orang berdagang alias mencari untung disana. Betapa tidak. Dia begitu mengasihi kita, dan rela menjalani semua rangkaian proses yang mengerikan demi menyelamatkan kita, tetapi alangkah keterlaluan ketika sebagian diantara kita sama sekali tidak menghargai itu semua malah sibuk mencari keuntungan diri sendiri.

Sadar atau tidak, faktanya memang seperti itu. Ada banyak orang yang memiliki tujuan dan agenda tersendiri ketika datang kepada Yesus dengan beribadah ke gereja. Ingin ditolong dari kesulitan finansial, ingin bisnisnya sukses, mencari jodoh dan lain-lain bisa menjadi dasar kedatangan mereka, bukan karena mengasihi Yesus. Yang lebih memperihatinkan lagi, ada gereja-gereja yang berpusat pada untung rugi duniawi dalam menjalankan misinya dengan menjanjikan segala sesuatu mulai dari berkat sampai kesembuhan sebagai alat 'promosi' mereka. Dan disana Yesus dipergunakan bagaikan sebuah produk yang menjanjikan keuntungan duniawi saja. Dan terhadap gereja atau oknum-oknum yang menjalankan fungsi bait Allah seperti layaknya pasar ini, Yesus benar-benar marah.

Memang benar, segala sesuatu bisa diberikan Tuhan. Tuhan bisa menyediakan itu semua, bukan hanya sekedar menyediakan tetapi menyediakannya secara berkelimpahan. Dan tentu saja, kita boleh meminta dan berharap datangnya pertolonganNya untuk melepaskan kita dari belenggu masalah. Tetapi alangkah kelirunya apabila kita menjadikan itu sebagai motivasi utama kita dalam mengikutiNya. Betapa kecewanya Yesus melihat sikap dan perilaku seperti ini dari manusia yang dikasihiNya. Tidaklah heran jika Dia kemudian menjadi begitu marah. Lalu sebutan sarang penyamun pun kemudian hadir dari Yesus sendiri ditujukan kepada orang-orang yang hanya sibuk mencari untung kepadaNya.

Kemarahan Yesus itu menggambarkan dengan jelas bagaimana murka Allah turun kepada orang-orang yang bersikap buruk seperti itu. Dalam Perjanjian Lama pun kita bisa melihat kemarahan Tuhan ketika BaitNya dijadikan sebagai sarang penyamun. "Sudahkah menjadi sarang penyamun di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini? Kalau Aku, Aku sendiri melihat semuanya, demikianlah firman TUHAN." (Yeremia 7:11). Kasusnya sama, dan bagi Tuhan itu adalah sebuah pelanggaran berat yang membawa konsekuensi berat pula.

Di dalam Alkitab ada setidaknya beberapa hal yang akan terjadi pada kita apabila kita hidup menjadi sarang penyamun dan memperlakukan bait Allah dengan tidak pantas, yaitu:

- Tuhan akan melemparkan kita dari hadapanNya.
"Aku akan melemparkan kamu dari hadapan-Ku, seperti semua saudaramu, yakni seluruh keturunan Efraim, telah Kulemparkan." (Yeremia 7:15)

- Murka dan kemarahanNya akan tercurah secara menyala-nyala dan tidak padam-padam.
"Sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Sesungguhnya, murka-Ku dan kehangatan amarah-Ku akan tercurah ke tempat ini, ke atas manusia, ke atas hewan, ke atas pohon-pohonan di padang dan ke atas hasil tanah; amarah itu akan menyala-nyala dengan tidak padam-padam." (Yeremia 7:20)

- Tuhan menjauhkan diriNya dari kita
"Firman-Nya kepadaku: "Hai anak manusia, kaulihatkah apa yang mereka perbuat, yaitu perbuatan-perbuatan kekejian yang besar-besar, yang dilakukan oleh kaum Israel di sini, sehingga Aku harus menjauhkan diri dari tempat kudus-Ku? Engkau masih akan melihat perbuatan-perbuatan kekejian yang lebih besar lagi."(Yehezkiel 8:6)

- Tuhan siap membalas dalam kemurkaanNya
"Oleh karena itu Aku akan membalas di dalam kemurkaan-Ku. Aku tidak akan merasa sayang dan tidak akan kenal belas kasihan. Dan kalaupun mereka berseru-seru kepada-Ku dengan suara yang nyaring, Aku tidak akan mendengarkan mereka." (Yehezkiel 8:18)

- Tidak lagi sayang kepada kita (Yehezkiel 8:18)

- Tidak lagi mau mendengarkan kita (Yehezkiel 8:18)

- Kemuliaan Tuhan meninggalkan kita (Yehezkiel 10:1-22)

Seperti itulah beratnya konsekuensi yang harus ditanggung apabila kita menjadi orang-orang yang mendasarkan hubungan kepada Tuhan dengan didasarkan pada tujuan untuk mencari untung semata. Kecenderungan manusia hari-hari ini adalah hanya memikirkan kehidupan di dunia ini yang sesungguhnya hanyalah sementara atau fana, lantas lupa untuk memikirkan kehidupan selanjutnya yang justru kekal.

Hari ini mari kita perhatikan benar motivasi kita ketika beribadah, ketika mencariNya dalam doa, perenungan, saat teduh maupun pujian dan penyembahan. Yesus sudah mengasihi dan menyelamatkan kita lebih dulu ketika kita masih berdosa (Roma 5:8). Karena itu miliki motivasi yang benar dalam membangun hubungan denganNya agar kita tidak berakhir sebagai penyamun-penyamun yang memurkakan Allah.

Pastikan diri kita sebagai orang percaya yang bukan penyamun
======================

Sumber: www.renunganharianonline.com

Kamis, 17 Agustus 2017

Bapa Kami yang di Sorga

Bapa Kami yang di Sorga

“Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga...” – Matius 6:9a

Sebuah doa yang diajarkan oleh Yesus Kristus yang dimulai dengan sebuah kalimat pembuka, “Bapa kami yang di sorga”. Mungkin sudah sering kita mengucapkan doa ini, bahkan menghafalnya dan dapat mengulangnya dengan lancar dari depan hingga belakang. Atau dari belakang sampai depan sekalipun! Tetapi, pernahkah kita benar-benar memikirkan makna dari kalimat pembuka ini?

Paling tidak, kita dapat menyadari kata pertama, yaitu “Bapa”. Bukanlah hal yang asing ketika kita mendengar seorang Kristen mengatakan bahwa

hanya orang Kristen saja yang dapat memanggil Tuhannya dengan sebuah panggilan yang menunjukkan adanya sebuah kedekatan, “Bapa”. Tidak salah, dan memang Allah, sang Pencipta, menginginkan kita, ciptaan-Nya, bisa mendekat kepada-Nya. Sebuah relasi yang sangat dekat, relasi antara ayah dengan anak!

Relasi itu tentu mengingatkan kita bahwa Allah adalah Tuhan yang memelihara seperti seorang ayah terhadap anaknya. Lukas 11:13 mengatakan bahwa seorang ayah yang jahat saja akan memberikan apa yang ia pikir baik untuk anaknya, apalagi Bapa kita yang di sorga! Jika burung-burung di udara dan bunga bakung di ladang saja Ia pelihara, apalagi kita sebagai anak-anak-Nya yang diciptakan dalam gambar dan rupa-Nya (Mat. 6:25-32).

Bapak atau ayah merupakan seorang figur yang bertanggung jawab yang akan menyediakan segala yang dibutuhkan oleh keluarganya. Natur ini dapat kita lihat setiap hari dalam diri mereka yang telah menjadi seorang ayah. Ia akan bekerja keras setiap hari demi kebutuhan keluarganya, memastikan kesejahteraan keluarganya, dan memberikan rasa aman bagi keluarganya. Namun, sebetapa besar pun usaha seorang ayah menyatakan kasihnya, semua ini hanyalah bayang-bayang dari kasih Bapa Sorgawi atas kita. Ia tidak hanya menyediakan segala keperluan jasmani kita. Lebih dari itu Ia bahkan memberikan Putra-Nya yang Tunggal untuk menebus dosa kita dan menyelamatkan kita (Yoh. 3:16). Tidakkah hal itu menakjubkan? Kita memiliki Bapa yang menjamin dan mencukupi seluruh kebutuhan kita, bahkan melampui apa yang bisa kita pikirkan dan bayangkan.

Seorang anak yang mengasihi ayahnya yang sudah menyediakan segala keperluannya, akan menjadi anak yang berterima kasih serta berusaha menyenangkan ayahnya. Bahkan si anak tersebut akan berusaha untuk setiap harinya memiliki waktu untuk bercakap-cakap (berelasi) dengan ayahnya. Bagaimana dengan Saudara? Sungguhkah Allah itu Bapa kita? Bagaimana kita, yang mengakui-Nya sebagai Bapa kita, meresponi kasih dan anugerah-Nya yang sangat besar itu?
----------------------------------------
Source: Haryono Tafianoto - Buletin Pillar

SALOMO pilih Hikmat

Ayat bacaan: 1 Raja Raja 3:9
===================
"Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?"

Jika anda diberi kesempatan untuk menyebutkan satu permintaan yang pasti dikabulkan, apa yang anda pilih? Dalam ngobrol santai bersama teman-teman, kebanyakan memilih kaya dan panjang umur. Ada juga yang minta dapat pasangan cantik dan lain-lain. Tapi semua itu merupakan reaksi awal, karena setelah mereka memperhatikan bahwa permintaan cuma boleh satu kali, mereka pun mulai berpikir panjang untuk meminta yang paling baik. Kalau memilih panjang umur, bagaimana jika sepanjang umur itu hidup miskin dan menderita? Jika memilih kekayaan, bagaimana jika kaya tapi banyak masalah? Yang minta pasangan cantik, bagaimana kalau matre dan tidak setia? Sesuatu yang awalnya sepertinya sederhana ternyata menjadi sulit untuk dijawab atau diputuskan. Sama seperti apabila anda diminta untuk memilih madu atau racun. Tampaknya mudah, tentu pilih madu kan? Tapi terkadang ada racun yang rasanya manis seperti madu, atau sebaliknya ada yang dikira racun karena pahit tetapi ternyata pada akhirnya bermanfaat dan manis seperti madu.

Hidup sesungguhnya penuh pilihan. Dari saat awal bangun tidur kita sudah di'paksa' untuk memilih. Mau malas-malasan sebentar atau langsung bangun? Mau saat teduh atau mandi dulu, atau mau pergi olah raga pagi? Sarapan atau tidak? Kalau sarapan, mau roti, bubur, nasi atau biskuit sarapan pagi? Wah susunya habis.. mau pergi beli dulu ke warung dekat rumah atau lanjut saja tanpa susu? Kopi atau teh? Pakai baju apa? Mau naik apa berangkatnya? Kalau naik kendaraan pribadi, mau mengambil jalan yang terdekat tapi macet atau memutar sedikit dengan pertimbangan lebih lancar? Di kantor anda mungkin akan terlibat dalam pengambilan keputusan yang akan menentukan arah perusahaan tempat anda bekerja.
Setelah selesai mau langsung pulang atau mampir ke tempat lain dulu? Di rumah mau langsung makan malam atau mandi? Hingga malam saat naik ke tempat tidur, apakah anda mau langsung menutup mata dan tidur atau main-main di sosial media dahulu sebelum tidur? Atau baca buku? Atau doa? Anda tidur, dan pagi harinya anda akan bertemu lagi dengan pilihan-pilihan yang membutuhkan keputusan anda. Untuk pilihan-pilihan yang ringan mungkin tidak akan ada masalah. Tapi untuk sesuatu yang serius dan berdampak panjang, bagaimana jika kita memilih sesuatu yang salah, padahal kesempatan memilih cuma diberikan satu kali saja?

Hari ini mari kita lihat kitab 1 Raja Raja 3 ketika Salomo diberikan Tuhan kesempatan untuk memberi satu permintaan sebagai bentuk penghargaan Tuhan atas keseriusan Salomo dalam mengasihiNya. Pada saat itu belum ada Rumah Tuhan sehingga untuk mempersembahkan kurban orang harus naik ke bukit-bukit. Salomo memang luar biasa dan berbeda. Selain ia dikatakan hidup menurut ketetapan Daud, ayahnya, ia pun secara teratur mempersembahkan korban sembelihan dan ukupan di bukit-bukit tempat pengorbanan tersebut. (ay 3). Itu adalah sebuah kualitas hidup mengasihi Tuhan yang terbukti berkenan di hadapanNya.

Pada suatu malam di Gibeon, sebuah tempat pengorbanan yang paling besar dimana Salomo mempersembahkan seribu korban di mezbah, ia diberikan sebuah kesempatan emas untuk meminta sesuatu dari Tuhan secara langsung."Di Gibeon itu TUHAN menampakkan diri kepada Salomo dalam mimpi pada waktu malam. Berfirmanlah Allah: "Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu." (1 Raja-Raja 3:5). Bukan main besarnya hadiah dari Tuhan ini. Jika itu terjadi pada diri anda, anda bakal minta apa? Mungkin pilihan-pilihan di atas langsung muncul di kepala kita. Bingung memilih apa yang paling menguntungkan buat kita, bukan untuk orang lain.  "Saya saja masih kurang, masa harus mikirin orang lain dulu?" Begitu mungkin reaksi sebagian orang kalau mendapat kesempatan emas seperti Salomo.

Hebatnya, atau mungkin anehnya dari kacamata manusia, Salomo ternyata mengambil keputusan yang mengejutkan. Sesuatu yang mungkin tidak lazim dipilih ketika berhadapan dengan satu kesempatan seumur hidup untuk mendapatkan sebuah permintaan yang bisa langsung dikabulkan. Ketika mendapat kesempatan luar biasa, Salomo ternyata tidak meminta kekayaan atau panjang umur. Ia tidak minta berkat materi dan tidak meminta hal-hal yang berhubungan dengan pemuasan dirinya sendiri, melainkan HIKMAT.

Banyak orang mungkin berpikir, bisa minta kekayaan, kemakmuran, ketenaran atau umur panjang, masa mintanya hikmat? Untuk apa memangnya hikmat itu? Salomo menjelaskan alasannya dengan lengkap. Katanya: "Maka sekarang, ya TUHAN, Allahku, Engkaulah yang mengangkat hamba-Mu ini menjadi raja menggantikan Daud, ayahku, sekalipun aku masih sangat muda dan belum berpengalaman. Demikianlah hamba-Mu ini berada di tengah-tengah umat-Mu yang Kaupilih, suatu umat yang besar, yang tidak terhitung dan tidak terkira banyaknya.Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?" (ay 7-9).

Perhatikanlah beberapa poin berikut:

1. Salomo tidak meminta untuk kepentingan dirinya. Yang ia minta adalah sesuatu yang berhubungan dengan apa yang digariskan Tuhan untuk ia kerjakan. Salomo meminta hikmat, meminta kebijaksanaan memenuhi dirinya ternyata bertujuan agar ia mampu membedakan mana yang baik dan jahat, benar dan salah, supaya ia mampu menimbang perkara dan memutuskan dengan benar.
2. Sikap luar biasa seperti itu bisa dimiliki Salomo karena ia membangun kualitas dirinya dengan berpegang pada kebenaran yang diajarkan oleh ayahnya, dan ia mengasihi Tuhan dengan sangat serius. Bukan ala kadarnya, bukan asal-asalan, bukan main-main, tapi sangat serius.
3. Salomo tahu bahwa ia harus memberi yang terbaik dalam panggilannya, dan ia tahu apa yang tepatnya ia butuhkan. Ada banyak orang yang tidak tahu apa panggilannya, tidak tahu harus berbuat apa, dan tidak tahu mereka butuh apa agar bisa maksimal. Salomo paham dengan semua ini.
4. Salomo tahu bahwa :
a. hikmat sejati itu berasal dari Tuhan dan diberikan buat siapapun yang mencari atau memintanya
b. permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan
c. hikmat itu jauh lebih berharga dari emas, perak, permata dan harta sebesar dan sebanyak apapun
d. hikmat akan memelihara dan menjaga yang memilikinya

Kelak di kemudian hari Salomo menuliskan semua ini dalam Amsal.

Tidaklah heran bahwa kemudian Tuhan memandang pilihan atau permintaan Salomo itu baik (ay 10). Sesuai janji, Tuhan pun memberikannya. Kita tahu Salomo tumbuh menjadi seseorang yang begitu hebat dari segi hikmat, tak tertandingi oleh siapapun. "Dan Allah memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut sehingga hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi segala hikmat orang Mesir." (1 Raja Raja 4:29-30). Salomo meminta hikmat, dan Tuhan memberikannya dengan maksimal, lebih dari sekedar cukup untuk bisa mengurus umat pilihan Tuhan yang besar jumlahnya itu.

Kalau itu saja sudah bukan main luar biasanya, ternyata pemberian Tuhan tidak berhenti sampai disitu saja. Pilihan yang diambil Salomo ternyata mendatangkan turunnya berkat-berkat lain ke dalam hidupnya. Firman Tuhan berkata: "Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja. Dan jika engkau hidup menurut jalan yang Kutunjukkan dan tetap mengikuti segala ketetapan dan perintah-Ku, sama seperti ayahmu Daud, maka Aku akan memperpanjang umurmu." (ay 13-14). Wah, bukankah itu luar biasa? Bukan saja hikmat, tapi juga kekayaan, kemuliaan dan umur yang panjang. Semua itu menjadi bagian Salomo.

Maka kita tahu hari ini bahwa selain raja hikmat, Salomo adalah salah satu tokoh terkaya dalam Alkitab yang tidak akan pernah bisa tersaingi oleh orang terkaya manapun sepanjang jaman. Kemahsyuran namanya pun melegenda, hingga hari ini kita mengenal namanya. Alkitab mencatat seperti ini: "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja Raja 10:23). Sebuah pilihan yang luar biasa ketika ia tidak mementingkan diri sendiri dan lebih memilih untuk kepentingan orang lain agar bisa mendapatkan pertimbangan/keputusan yang adil sesuai hikmat dari Tuhan. Ia tidak berpikir untuk memperkaya diri atau mencari keuntungan-keuntungan pribadi tapi fokus kepada melakukan yang terbaik untuk panggilan yang diberikan Tuhan kepadanya. Hasilnya, Salomo diberkati luar biasa dalam segala hal.

Di kemudian hari ketika Salomo menulis Amsal, ia kembali menyinggung hal mengenai hikmat ini berdasarkan pengalamannya sendiri. Demikian Salomo menulis: "Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian, karena keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas." (Amsal 3:13-14). Tidak saja melebihi emas dan perak, tapi juga lebih berharga dari permata, begitu berharganya seingga tidak ada sesuatu hal lain yang mampu menandingi nilai sebuah hikmat ini. (ay 15). Dan seperti apa yang dikatakan Tuhan, juga sesuai dengan kesaksiannya sendiri, Salomo pun mengatakan kembali apa yang difirmankan Tuhan. "Umur panjang ada di tangan kanannya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan." (ay 16). Pilihan yang tidak terpusat pada kepentingan sendiri, serius dalam menjalani panggilan, itulah ternyata yang berkenan di mata Tuhan.

Jika kita mundur satu generasi sebelumnya, ternyata ayah Salomo, Daud, sudah mengetahui pentingnya hikmat ini dalam hidup. Sebelum Salomo menulis tentang permulaan hikmat dalam Amsal 9:10 yang sangat terkenal itu ("Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian."), Daud sudah menyatakan dari mana hikmat itu bermula. "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya." (Mazmur 111:10). Salomo belajar dari ayahnya dan menjalani hidupnya sesuai ketetapan ayahnya. Itu membuatnya tumbuh berbeda dari kebanyakan orang.

Dengan hikmat yang berawal dari takut akan Tuhan, kita akan mendapat pengertian, kita akan menjadi bijaksana dan bisa mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, tidak peduli apapun bentuk kemasan dan samarannya. Tersamarkan atau kasat mata, kita akan bisa membedakan keduanya jika kita memiliki hikmat. Betapa pentingnya hikmat ini agar kita tidak salah jalan, terperangkap, tersandung, jatuh melainkan tetap mengambil keputusan benar dalam berjalan menggenapi rancangan Tuhan dalam hidup kita. Itulah sebabnya mengapa hikmat ini jauh lebih bernilai ketimbang emas, perak, permata atau keinginan/kekayaan lainnya yang pernah kita impikan.

Seandainya pilihan seperti kepada Salomo diberikan Tuhan kepada anda, jangan sampai salah menentukan pilihan. Lupakan segala kenikmatan-kenikmatan daging karena semua itu bukanlah yang terutama, melainkan pilihlah sebuah pilihan yang berkenan bagi Tuhan. Hikmat merupakan pilihan bijaksana yang bernilai tinggi di mata Tuhan. Karenanya berbahagialah orang yang mendapat hikmat.
----------------------------------------
Source: www.renunganharianonline.com

Selasa, 15 Agustus 2017

Korah dan keangkuhannya

Ayat bacaan: Bilangan 16:33
==========================
"Demikianlah mereka dengan semua orang yang ada pada mereka turun hidup-hidup ke dunia orang mati; dan bumi menutupi mereka, sehingga mereka binasa dari tengah-tengah jemaah itu."       

                                                                           Saya adalah orang yang suka membangun, meski saya bukan kontraktor atau tukang bangunan. Saya menikmati proses seringkali lebih dari hasil. Ketimbang memulai langsung gede, saya lebih suka merintis dari kecil, lalu seiring waktu membangunnya perlahan, memastikan adanya peningkatan pada tiap langkah agar lebih banyak lagi orang yang bisa merasakan hasilnya. 

Ada kalanya sesuatu yang sudah lama saya rintis, bangun dan rawat seperti mengurus anak itu kemudian tidak bisa berlanjut dan harus pindah ke tempat lain. Itu salah satu realita hidup dalam salah satu panggilan saya yang diwujudkan dengan mengadakan event untuk anak-anak muda yang punya hobi bermusik. Yang saya pastikan adalah, meski mungkin saya harus berpindah tempat, saya ingin acara tersebut tidak kehilangan jati dirinya sebagai acara yang sehat dan bersahabat bagi siapapun. 

Saya tidak harus mengulang lagi melainkan melanjutkan di tempat yang baru. Dan saya menjaga betul agar jangan sampai ada kesombongan sedikitpun pada diri saya, karena itu akan menghancurkan apa yang sudah saya bangun selama ini, termasuk pula menghancurkan diri sendiri. Kesuksesan sekecil apapun itu seharusnya dipersembahkan kepada Tuhan bukan untuk menjadikan kita sombong. Setiap peningkatan hendaknya menjadikan kita bisa memberkati orang lebih banyak lagi.

Ada banyak orang yang hancur dalam sekejap setelah mati-matian membangun karirnya lama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun hanya karena lengah atau terlena atas kesuksesan yang tengah dirasakan. Lihatlah begitu banyaknya para pelaku dunia hiburan yang melesat menuju ketenaran tapi kemudian menghujam membentur bumi dalam sekejap karena melakukan hal-hal buruk. Obat terlarang dan skandal mungkin merupakan penyebab yang paling sering mendatangkan bencana sehingga karirnya harus berakhir jauh lebih cepat dari selanjutnya. Ada yang ditangkap, atau kemudian mengalami kecelakaan, atau ada juga yang citranya rusak sedemikian rupa sehingga sulit untuk dipulihkan lagi. Semua itu datang sebagai resiko akibat kesalahan yang ia perbuat sendiri. Sungguh amat disayangkan sesuatu yang telah dibangun harus hancur dalam sekejap mata karena kebodohan sendiri. Terlena dalam kesuksesan bisa membuat orang lupa diri. Kesombongan menguasai diri, menjadi lengah terhadap dosa, dan itu akan menggagalkan usaha kita untuk menggenapi rancangan Tuhan. Menghancurkan apa yang sudah begitu lama kita bangun dengan susah payah, bahkan bisa menjadi sangat fatal akibatnya.

Betapa besar bahayanya bisa kita pelajari lewat kejatuhan Korah. Korah mengawali langkahnya dengan sangat baik. Pada awalnya ia merupakan seorang pemimpin yang cukup berpengaruh di masa ketika Israel keluar dari Mesir. Seperti halnya orang Lewi lainnya, Korah dipercaya untuk melakukan pekerjaan pada Kemah Suci Tuhan, bertugas melayani umat. Dengan status seperti itu dengan sendirinya Korah mendapat kepercayaan yang lebih tinggi di banding orang Israel lainnya. Tidak semua orang bisa melakukan pekerjaannya, seharusnya ia memandang hal tersebut sebagai suatu kehormatan yang sepantasnya disyukuri dan dipertanggungjawabkan dengan sungguh-sungguh.

Sayang sekali Korah tidak berpikir seperti itu. Bukannya menghargai kepercayaan yang diberikan atas dirinya, Korah malah tersungkur dalam dosa pemberontakan. Ia menjadi lupa akan hakekat kepercayaan yang telah diberikan Tuhan kepadanya setelah sukses menjalaninya. Ia menghargai dirinya sendiri secara berlebihan dan kemudian gagal mengenal dan memperhatikan batasan yang telah ditetapkan Tuhan baginya. Ia lupa kepada apa yang menjadi garis tugasnya dan berubah menjadi angkuh.

Korah merencanakan makar. Ia "mengajak orang-orang untuk memberontak melawan Musa, beserta dua ratus lima puluh orang Israel, pemimpin-pemimpin umat itu, yaitu orang-orang yang dipilih oleh rapat, semuanya orang-orang yang kenamaan." (Bilangan 16:1-2). Mengapa ia memberontak? Karena ia merasa dirinya hebat diatas orang lain dan haus akan jabatan. Ia dan rekan-rekannya merasa iri kepada Musa. Mereka tidak lagi menerima fakta bahwa Musa dipilih Tuhan dan menginginkan posisi Musa.

Lantas Musa pun menegur mereka: "Belum cukupkah bagimu, bahwa kamu dipisahkan oleh Allah Israel dari umat Israel dan diperbolehkan mendekat kepada-Nya, supaya kamu melakukan pekerjaan pada Kemah Suci TUHAN dan bertugas bagi umat itu untuk melayani mereka, dan bahwa engkau diperbolehkan mendekat bersama-sama dengan semua saudaramu bani Lewi? Dan sekarang mau pula kamu menuntut pangkat imam lagi?" (ay 9-10).

Ya, bukankah jabatan yang ia emban sekarang adalah sesuatu yang istimewa dan terhormat? bukannya disyukuri, kenapa malah ingin menuntut lebih, bahkan berani mempersoalkan orang yang langsung dipilih Tuhan? Kesombongan Korah dan pengikut-pengikutnya membuat mereka lupa bahwa sesungguhnya yang mereka lawan bukanlah Musa dan Harun saja melainkan Tuhan yang memilih langsung dan telah menggariskan bagaimana dan seperti apa mereka harus berjalan. Dengan kata lain, ia merasa lebih berhak menentukan daripada Tuhan.

Musa kemudian mengajak bangsa Israel untuk melihat siapa yang benar. "Sesudah itu berkatalah Musa: "Dari hal inilah kamu akan tahu, bahwa aku diutus TUHAN untuk melakukan segala perbuatan ini, dan hal itu bukanlah dari hatiku sendiri: jika orang-orang ini nanti mati seperti matinya setiap manusia, dan mereka mengalami yang dialami setiap manusia, maka aku tidak diutus TUHAN. Tetapi, jika TUHAN akan menjadikan sesuatu yang belum pernah terjadi, dan tanah mengangakan mulutnya dan menelan mereka beserta segala kepunyaan mereka, sehingga mereka hidup-hidup turun ke dunia orang mati, maka kamu akan tahu, bahwa orang-orang ini telah menista TUHAN." (ay 28-30). Apakah Musa benar diutus Tuhan langsung atau ia bawa-bawa Tuhan dalam mengincar jabatan, itu bisa dibuktikan dari apa yang terjadi selanjutnya. Demikian kata Musa.

Dan yang terjadi selanjutnya sangat fatal. Murka Tuhan turun atas Korah beserta pengikutnya dan kebinasaan pun menimpa mereka. "Baru saja ia selesai mengucapkan segala perkataan itu, maka terbelahlah tanah yang di bawah mereka, dan bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi rumahnya dan dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta milik mereka. Demikianlah mereka dengan semua orang yang ada pada mereka turun hidup-hidup ke dunia orang mati; dan bumi menutupi mereka, sehingga mereka binasa dari tengah-tengah jemaah itu." (ay 31-33). Hal ini kemudian disinggung kembali pada bagian lain. "tetapi bumi membuka mulutnya dan menelan mereka bersama-sama dengan Korah, ketika kumpulan itu mati, ketika kedua ratus lima puluh orang itu dimakan api, sehingga mereka menjadi peringatan." (Bilangan 26:10). Korah dan semua pengikutnya yang total berjumlah sampai dua ratus lima puluh orang harus membayar sangat mahal pemberontakan mereka terhadap Tuhan dengan berakhir mengenaskan. Mereka binasa, turun hidup-hidup ke dunia orang mati. Itu sangatlah mengerikan. Hukuman Tuhan jatuh atas orang-orang sombong yang melupakan hakekat dirinya lalu berani melawan Tuhan. Dan ayat ini berkata dengan tegas agar hendaknya kita menjadikannya peringatan, jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sama dalam hidup kita.

Kemarin kita sudah melihat pesan penting dari Paulus yang berbunyi: "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Mempertahankan adalah jauh lebih berat ketimbang membangun sesuatu. Ada banyak faktor di dalam sebuah keberhasilan yang bisa membuat kita lupa diri, sesuatu yang mungkin tidak terjadi ketika kita sedang merintis atau membangun keberhasilan kita. Ada banyak orang yang tergelincir jatuh bukan ketika mereka berjuang, tapi justru ketika kesuksesan telah berhasil mereka raih. Maka tidaklah heran jika ketika kita sudah sukses, perjuangan bukan menjadi lebih mudah tapi malah akan menjadi jauh lebih berat lagi.

Merasa percaya diri itu baik. Mengetahui potensi dan kemampuan pun tentu baik.  Tapi jika itu kita nikmati secara berlebihan, kalau kita kemudian menggunakannya untuk bermegah diri bukan bersyukur atasnya, kita bisa terjatuh kepada berbagai dosa yang akan membuat apa yang telah susah payah kita bangun menjadi hancur berantakan dalam seketika. Saat kita mencapai keberhasilan, bersyukurlah kepada Tuhan yang telah memberikan itu semua. Jaga sikap tetap rendah hati, sehingga kita bisa tetap jauh dari dosa kesombongan. Dan jangan berhenti disitu, tapi pertahankanlah kesuksesan itu dan jauhilah segala hal yang bisa menjatuhkan kita.

Nikmati keberhasilan dengan mempergunakannya sebaik-baiknya untuk menjadi berkat buat orang lain dan memuliakan Tuhan di dalamnya. Berhati-hatilah menyikapi kepercayaan yang diberikan Tuhan agar kita jangan sampai mengulangi contoh buruk dari Korah. Ingatlah bahwa Di luar Tuhan kita bukanlah apa-apa (Yohanes 15:5). Jangan lupa diri sehingga merasa bahwa kitalah yang terhebat kemudian melupakan dan merasa berhak merampas apa yang menjadi hak Tuhan. Ada banyak jebakan yang siap memerangkap kita dibalik setiap kesuksesan, oleh karenanya kita harus tetap waspada agar apa yang telah kita bangun tidak musnah tetapi akan terus mengarah kepada keberhasilan demi keberhasilan lainnya yang akan mengikuti setiap langkah kita kedepannya.

Kepercayaan yang diberikan Tuhan hendaknya disikapi dengan benar agar mendatangkan kebaikan bukan malapetaka

---------------------------

Source: www.renunganharianonline.com


Always Be Careful

Ayat bacaan: 1 Korintus 10:12
==========================
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!"

Ada seorang teman yang hobinya panjat tebing sejak masih kuliah. Hanya karena usia yang sudah tidak muda lagi dan demi keluarga, ia memutuskan untuk meninggalkan hobi beresiko ini. Saat bertemu lagi dengannya beberapa hari lalu, saya bertanya kepadanya, apakah ia tidak takut saat memanjat tebing seperti itu? Saya membayangkan, sedikit saja melakukan kesalahan dalam memanjat akibatnya bisa fatal.

Sambil tertawa ia berkata bahwa adrenalinnya justru terpacu saat berhadapan dengan situasi seperti itu. Tapi kemudian ia menambahkan bahwa ia bukan termasuk orang yang ceroboh. Ia selalu melakukan banyak persiapan sebelum memanjat. Persiapannya panjang, dan ia pun dilengkapi dengan banyak alat pengaman untuk meminimisasi resiko kecelakaan. "Saya selalu hati-hati, menyadari bahaya dan resiko. Saya tidak mau terlalu yakin, meski saat situasinya terlihat tidak sulit sekalipun. Itulah tampaknya salah satu faktor penting saya selamat dan masih hidup hari ini." katanya lagi.

Menyadari faktor bahaya dan resiko lantas berhati-hati menjadi kunci dalam melakukan olah raga atau kegiatan ekstrim seperti memanjat tebing. Ada beberapa kasus yang pernah saya baca, kecelakaan terjadi karena faktor kecerobohan dari korban. Ada yang selfiedi atas tebing curam lantas terjatuh ke kawah. Ada yang talinya putus saat sibuk main tongsis alias monopod. Ada banyak lagi musibah yang terjadi akibat keteledoran, dan sebagian di antaranya terjadi justru pada keadaan-keadaan yang sebenarnya tidak terlalu berbahaya. Itu artinya, kita seharunya hati-hati dalam segala kondisi, karena sekali kita lupa diri, kejatuhan menanti di depan mata.

Diluar contoh pemanjat tebing, perhatikanlah ada berapa banyak orang terkenal atau hebat yang mengalami kejatuhan di puncak karirnya. Ada yang jadi pemakai obat-obat terlarang dan merasa bahwa kekuasaan dan hartanya dijamin bisa mengamankan mereka dari jerat hukum, ada yang melakukan tindakan pelecehan atau kejahatan lain. Ada orang-orang yang tadinya ramah dan membumi, rendah hati tapi kemudian berubah jadi sombong setelah terkenal. Kesombongan pun merupakan salah satu awal dari kejatuhan banyak orang terkenal. Saya sudah melihat begitu banyak kasus seperti ini, dan itu sangatlah disayangkan.

Ada yang sudah membangun karirnya selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, tapi karena terpeleset sekali saja, semua yang sudah ia bangun mati-matian menjadi hancur dalam sekejap mata. Berbagai bentuk godaan dunia biasanya akan sulit ditolak ketika kita merasa berada di puncak, ketika kita terlena dalam kesuksesan, ketika kita merasa kuat.

Kesombongan, ketamakan, skandal, korupsi, dan sebagainya sering membuat para tokoh terkenal dan orang-orang sukses mengalami kehancuran.Kalau saja mereka mau menyadari sejak semula bahwa semua itu adalah anugerah Tuhan yang seharusnya mereka pakai untuk memberkati lebih banyak orang lagi dan bukan untuk disombongkan, mereka tentu tidak harus rusak reputasi dan karirnya.

Mempertahankan kesuksesan adalah jauh lebih sulit daripada memulai membangunnya. Kenapa? Karena di saat kesuksesan hadir dalam diri kita, ada banyak faktor yang siap membuat kita lupa diri. Dan disanalah iblis akan membentangkan perangkapnya. Keadaan seperti ini biasanya tidak menerpa ketika kita sedang merintis  tapi justru munculketika kita mulai merasa di atas angin dengan menikmati popularitas atau tingginya jabatan/pangkat dan sebagainya secara berlebihan. Jadi jelaslah bahwa meski membangun atau merintis sesuatu itu tidak mudah, tetapi mempertahankan akan jauh lebih sulit lagi.

Paulus sudah mengingatkan kita dengan tegas dalam suratnya kepada jemaat Korintus. "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Ketika kita merasa kuat, ketika kita merasa sukses, di saat seperti itulah kita harus lebih hati-hati dari sebelumnya. Di saat kita mengira kita sudah teguh berdiri, ketika kita berada di puncak karir atau popularitas dan sebagainya, di saat kita merasa di atas angin, itulah sebenarnya yang merupakan masa paling rawan bagi kita untuk jatuh. 
Therefore let anyone who thinks he stands, who feels sure that he has a steadfast mind and is standing firm, take heed lest he fall, and that means fall into sin.

Alkitab mencatat banyak contoh tokoh yang sebenarnya luar biasa, berprestasi atau setidaknya sangat menjanjikan tetapi mereka tersandung jatuh hanya karena masalah yang relatif kecil yang seharusnya bisa mereka hindari. Lihat Musa yang mencapai antiklimaks justru di saat-saat terakhir. Ia telah begitu sabar menuntun bangsa Israel yang tegar tengkuk selama puluhan tahun, akhirnya gagal memasuki tanah terjanji karena ia tidak bisa menahan emosi pada suatu ketika. Lihat beberapa raja Israel yang jatuh ketika berada di puncak karir dan popularitas mereka. Daud jatuh akibat dosa perzinaan, Salomo jatuh dalam dosa penyembahan berhala, atau lihatlah Saul yang tadinya begitu cemerlang sinarnya namun akhirnya binasa akibat serangkaian kebodohan yang ia perbuat.

Dalam kisah lain, Korah merasa dirinya terlalu hebat kemudian haus akan kekuasaan dan jabatan lalu memberontak. akibatnya Korah dan orang-orangnya pun mengalami akhir yang mengerikan. "tetapi bumi membuka mulutnya dan menelan mereka bersama-sama dengan Korah, ketika kumpulan itu mati, ketika kedua ratus lima puluh orang itu dimakan api, sehingga mereka menjadi peringatan." (Bilangan 26:10).

Jangan sampai kita harus mengalami itu karena terlena dalam keberhasilan. Ada begitu banyak lagi contoh yang dicatat dalam Alkitab. Kisah menara Babel, jemaat Laodikia dalam kitab Wahyu dan sebagainya, semua menunjukkan bahwa ketika situasi sedang sangat baik, ketika sedang berada di puncak, disanalah ada bahaya mengancam. Saat seperti itulah yang sebenarnya menjadi titik rawan bagi kita untuk jatuh.

Dalam kitab Wahyu ada sebuah pesan bagi jemaat Filadelfia yang sangat penting untuk kita cermati. "Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." (Wahyu 3:11). Peganglah terus, pertahankan agar tidak lepas. Itu sebuah seruan yang sangat penting dalam perjalanan hidup kita, terlebih ketika aroma kesuksesan dan kenyamanan berada di atas sedang memenuhi diri kita. Penulis Ibrani pun mengingatkan hal yang sama. "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1).

Ini sebuah pesan yang sangat penting agar kita lebih teliti, lebih jeli dan lebih berhati-hati menapak ke depan. Keselamatan yang telah kita peroleh sebenarnya sungguh tinggi nilainya, karenanya berhati-hatilah agar jangan apa yang telah kita genggam akhirnya harus luput dari tangan kita. Demikian dikatakan oleh Penulis Ibrani: "Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." (3:14).

Apakah saat ini anda sedang menikmati buah dari usaha yang telah kita rintis selama bertahun-tahun? Apakah anda sedang berada pada kondisi yang sangat nyaman atas keberhasilan-keberhasilan yang berhasil anda capai? Apakah anda sedang berada pada puncak karir atau kesuksesan anda? Jika itu yang sedang anda alami saat ini, berarti inilah saatnya bagi anda untuk benar-benar berhati-hati. Sesungguhnya ada banyak jebakan dan jerat yang siap menjatuhkan jika kita lengah. Ayat 1 Petrus 5:8 sudah mengingatkan kita bahwa iblis akan terus mengaum-aum mencari mangsa, termasuk orang-orang percaya yang dapat ditelannya. Di saat kita sedang merasa kuat, disanalah sebenarnya masa-masa rawan yang harus benar-benar kita awasi.

Marilah kita terus mengingatkan diri kita agar apa yang sudah dianugerahkan jangan sampai lenyap dari diri kita. Berhati-hatilah terhadap berbagai jebakan dosa, apalagi yang tidak kasat mata, terlihat hanya sepele, kita anggap sangat kecil sehingga boleh diberi toleransi dan sejenisnya. Sudah terlalu banyak contoh kejatuhan anak-anak Tuhan disaat mereka sedang terlena dalam kesuksesan, di kala mereka sedang merasa kuat dan hebat.Karena itu peganglah teguh apa yang sudah anda miliki hari ini dari Tuhan, pertahankanlah, dan tetaplah bersyukur dan hidup rendah hati. Pakailah setiap kesuksesan anda bukan untuk lupa diri dan menjadi sombong tapi untuk memberkati lebih banyak orang dan memuliakan Tuhan lebih dari sebelumnya.
---------------------------------------
Source: www.renunganharianonline.com

Senin, 14 Agustus 2017

Kasih setia ALLAH

Kasih setia Allah.
[Mazmur 52:8]

Renungkan sejenak akan rahmat Tuhan. Rahmat belas kasihan. Dengan sentuhan yang lembut, penuh kasih sayang, Ia menyembuhkan yang hancur hatinya, dan membalut luka mereka. Ia bermurah hati dalam mengerjakan rahmat-Nya, seperti halnya Ia bermurah hati dalam perkara rahmat-Nya. Rahmat-Nya agung.

Tidak ada yang kecil dalam Allah; rahmat-Nya seperti diri-Nya sendiri—yaitu tak terbatas. Engkau tidak dapat mengukurnya. Rahmat-Nya begitu besar sehingga memaafkan baik dosa besar maupun pendosa besar, setelah begitu lama, dan kemudian memberikan berkat besar dan hak istimewa yang besar, dan mengangkat kita kepada kenikmatan besar di dalam surga yang besar milik Allah yang besar. Ini adalah rahmat yang tidak selayaknya diberikan, sebagaimana seharusnya segala rahmat yang asli, sebab rahmat yang layak didapatkan hanyalah istilah yang salah untuk keadilan.

Tidak ada hak dari pihak seorang pendosa untuk mendapatkan kebaikan dari Yang Maha Tinggi; seandainya sekali seorang pemberontak dikutuk ke dalam api kekal, dia memang pantas sepenuhnya menerima kebinasaan itu, dan jika dia diluputkan dari murka, kasih yang berdaulat semata itulah yang telah memulainya, karena tidak ada apa-apa dari pendosa itu sendiri. Rahmat-Nya kaya.

Beberapa hal memang hebat, tetapi hanya sedikit yang memiliki khasiat, tetapi rahmat ini adalah obat mujarab untuk jiwamu yang terkulai; minyak urapan emas untuk lukamu yang berdarah; perban surgawi untuk tulang-tulangmu yang patah; kereta kuda megah untuk kakimu yang letih; kasih sanubari untuk hatimu yang gemetar. Rahmat-Nya berlipat ganda. Seperti yang Bunyan katakan, "Seluruh bunga di dalam taman Allah berlipat ganda." Tidak ada rahmat tunggal. Engkau mungkin berpikir memiliki rahmat tunggal, tetapi engkau harus menemukannya sebagai satu sekumpulan rahmat. Rahmat-Nya berkelimpahan.

Jutaan orang telah menerimanya, tetapi rahmat-Nya sama sekali tidak habis; rahmat-Nya tetap segar, penuh, dan gratis seperti biasanya. Rahmat-Nya terpercaya. Ia tidak akan pernah meninggalkan engkau. Jika rahmat adalah kawanmu, rahmat akan bersama engkau dalam pencobaan untuk mencegah engkau menyerah ke dalamnya; bersama engkau di dalam masalah untuk mencegah engkau tenggelam; hidup bersama engkau untuk menjadi terang dan hidup cahaya wajahmu; dan bersama engkau menderita untuk menjadi sukacita dalam jiwamu ketika kenikmatan duniawi cepat surut.

____________________
Sumber: Daily Readings, Charles H. Spurgeon).

Senin, 07 Agustus 2017

MASALAH

MASALAH: PROSES PEMBENTUKAN

Baca:  Mazmur 126:1-6

"Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai."  Mazmur 126:5

Ada pepatah mengatakan:  "Palu menghancurkan kaca, palu membentuk baja."  Apa maksudnya?  Kaca memiliki sifat mudah sekali retak, pecah dan hancur apabila terkena benturan.  Sedangkan baja itu kuat, kokoh dan tidak mudah pecah.  Ini berbicara tentang reaksi seseorang terhadap masalah.  Apakah kita bersifat seperti kaca yang rentan terhadap benturan  (masalah), sehingga mudah sekali kita kecewa, hancur, putus asa, marah, tersinggung, sakit hati, frustasi, mengasihani diri sendiri dan menyalahkan orang lain?  Sedikit benturan saja sudah lebih dari cukup untuk merampas sukacita kita.

     Sebagai orang percaya seharusnya kita memiliki sikap seperti baja yang berkarakter kuat dan tangguh.  Seseorang yang bermental baja akan selalu berpikiran positif, optimis dan tetap bisa mengucap syukur meski berada dalam tekanan dan himpitan.  Ia bisa mengambil sebuah pelajaran berharga dari setiap masalah yang terjadi.  Masalah baginya adalah sebuah proses yang membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih baik.  Kita tahu bahwa sepotong besi baja akan menjadi sebuah alat yang berguna bagi kehidupan manusia setelah terlebih dahulu dibentuk dan ditempa dengan palu.  Memang setiap pukulan terasa menyakitkan dan terkadang kita harus bercucuran air mata, namun semua itu akan mendatangkan kebaikan bagi kita.  Sebaliknya jika kita seperti kaca maka kita akan melihat palu sebagai musuh yang menakutkan dan menghancurkan.

     Masalah adalah salah satu cara yang dipakai Tuhan untuk membentuk, memproses, memurnikan dan menguji kualitas iman kita.  "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."  (Roma 8:28).  Karena itu jangan pernah lari dari masalah, namun hadapilah masalah dengan iman.  Perhatikan Daud!  Ia tidak gentar sedikit pun ketika harus berhadapan dengan Goliat, bahkan dengan penuh iman berkata,  "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu."  (1 Samuel 17:45).

Jadilah orang Kristen yang bermental baja, yang tetap kuat meski diterpa masalah!
------------------------------------

MASALAH: MELATIH KEPEKAAN ROHANI.

Baca:  Mazmur 119:67-72

"Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu."  Mazmur 119:67

Masalah yang datang silih berganti seharusnya membuat kita semakin peka rohani.  Jika masalah diakibatkan pelanggaran kita maka segeralah mengoreksi diri, minta ampun kepada Tuhan dan bertobat dengan sungguh.  "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu."  (Yesaya 59:1-2).

     Setelah jatuh dalam dosa perzinahan dengan Betsyeba dan ditegur oleh nabi Natan Daud segera datang kepada Tuhan dan memohon,  "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!"  (Mazmur 51:3-4).  Apabila masalah terjadi karena serangan Iblis, seperti yang dialami Ayub, larilah kepada Tuhan dan minta pertolonganNya.  Percayalah Tuhan sanggup menolong dan memberikan jalan ke luar:  "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;"  (Mazmur 34:20), dan  "...sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti."  (Mazmur 46:2).  Yang terpenting kita harus menjaga hati kita agar tetap berkenan kepada Tuhan seperti Ayub, yang saat terhimpit masalah berat masih bisa berkata,  "'Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?' Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya."  (Ayub 2:10).

     Saat masalah datang umumnya kita sulit sekali menguasai diri.  Kita mudah sekali goyah, ragu, takut, bimbang, panik, kuatir, cemas dan stres.  Ayub memiliki pengalaman,  "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku."  (Ayub 3:25).

Masalah bisa terjadi akibat dari pelanggaran kita atau dari Iblis dengan tujuan untuk menjatuhkan iman kita, karena itu kita harus peka!
----------------------------------------

Sumber: www.jc-kok.blogspot.co.id

Kamis, 03 Agustus 2017

Buah Roh

Paulus mengatakan dalam Galatia 5:16: Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. Kata “hiduplah” dalam teks aslinya adalah peripateo (περιπατέω), yang artinya adalah membuat jalan, berkebiasaan dan menggunakan kesempatan. “Hiduplah oleh roh” maksudnya agar orang percaya membiasakan diri hidup menurut roh. Roh di sini maksudnya adalah gairah, spirit atau hasrat yang diajarkan Roh Kudus kepada kita. Sebagai hasilnya maka seseorang tidak akan hidup menuruti atau memenuhi keinginan daging. “Menuruti” dalam teks aslinya adalah teleo (τελέω) yang lebih tepat berarti “memenuhi”. Dari ayat ini seakan-akan Paulus hendak mengatakan bahwa hendaknya kita tidak merasa berhutang untuk hidup menuruti daging.

Dengan hidup menuruti roh maka orang percaya dapat tidak menuruti keinginan daging, hal ini sinkron dengan pernyataan Paulus dalam Roma 8:13, Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup. Orang percaya dipanggil untuk berjuang hidup menurut roh, sebab hal ini tidak bisa terjadi atau berlangsung secara otomatis. Kalau tidak berjuang dengan sungguh-sungguh maka seseorang akan hidup menurut daging, sebab di dalam diri kita ada pertentangan atau konflik antara kehendak roh dan kehendak daging. Paulus menulis hal ini dengan pernyataan: Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging — karena keduanya bertentangan — sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki (Gal. 5:17).

Hasil dari perjuangan hidup menurut roh tersebut, seseorang dapat memiliki keberadaan dapat melakukan kehendak Allah, bukan karena terpaksa atau hidup di bawah tekanan bayang-bayang hukuman, tetapi dengan sendirinya dapat melakukan apa yang Allah kehendaki. Paulus menyatakan hal ini dengan pernyataan: Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat (Gal. 5:18). Dalam hal ini seseorang dapat melakukan kehendak Allah bukan karena hukum, tetapi karena irama yang sudah menyatu dalam dirinya. Inilah Kekristenan yang sejati, not just to do but to be. Sampai pada tahap ini nyata bahwa Kekristenan bukanlah agama hukum, tetapi jalan hidup, yaitu cara berpikir seperti cara berpikirnya Tuhan. Dengan demikian maka buah roh dapat dihasilkan.

Selanjutnya Paulus menunjukkan buah-buah daging antara lain: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Orang-orang yang masih mempraktikkan hal ini dalam hidupnya pasti tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Surga. Siapapun orang tersebut, walaupun mengaku Kristen, aktivis, bahkan seorang pendeta. Dalam hal ini jelas bahwa untuk masuk Kerajaan Surga seseorang harus tidak lagi hidup menuruti daging yang dapat menghasilkan buah-buah daging. Orang-orang yang masuk dalam Kerajaan Surga adalah mereka yang hidup menurut roh. Sebagai buktinya adalah memiliki buah roh di dalam hidupnya. Buah roh itu antara lain: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.

Oleh sebab itu menjadi panggilan yang dapat dikatakan juga sebagai hutang, bahwa orang percaya harus hidup menurut roh. Untuk itu orang percaya harus berjuang menyalibkan daging dengan segala hawa nafsunya. Hal ini tidak bisa dihindari oleh orang yang telah menerima penebusan oleh darah Yesus Kristus, yang segenap hidupnya sudah dimiliki oleh Tuhan (1 Kor. 6:19-20). Untuk itu Paulus tegas mengatakan: Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya (Gal. 5:24).
----------------------------------------------
Sumber: www.truth-media.com

bulir-bulir jelai

Selasa, 1 Agustus 2017

Biarkanlah aku pergi ke ladang, dan memungut bulir-bulir jelai. [Rut 2:2]

Orang-orang Kristen yang tertunduk dan mempunyai masalah, sekarang datanglah dan panenlah di ladang janji yang luas. Ini adalah kelimpahan dari janji-janji yang berharga, yang secara tepat memenuhi keinginanmu. Ambil perkataan ini: “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya” [Yes 42:3]. Tidakkah itu sesuai dengan perkaramu? Sehelai buluh, yang tak berdaya, yang tidak berharga, dan lemah, sehelai buluh yang patah terkulai, yang mana tak ada musik dapat datang; sendirinya lebih lemah daripada kelemahan; sehelai buluh, dan sehelai buluh itu pun patah terkulai, meskipun demikian, Dia tidak akan mematahkanmu; tetapi sebaliknya, akan memulihkan dan menguatkanmu. Kamu seperti sumbu yang pudar nyalanya: tak ada terang, tak ada kehangatan, yang dapat datang darimu; tapi Dia tidak akan memadamkanmu; Dia akan menghembuskan napas manis belas kasihan-Nya sampai Dia menyulutmu menjadi kobaran api. Akankah kamu memungut bulir-bulir jelai yang lain? “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, dan Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.” [Mat 11:28] Kata-kata yang begitu halus! Hatimu lembut dan Tuan mengetahui hal tersebut, dan oleh karena itu Dia berbicara begitu lembut kepadamu. Tidakkah kamu akan menuruti Dia, dan datang kepada-Nya bahkan sekarang? Ambil bulir-bulir jelai yang lain: “Janganlah takut, hai si cacing Yakub, Akulah yang menolong engkau, demikianlah firman Tuhan, dan yang menebus engkau ialah Yang Mahakudus, Allah Israel”. [Yes 41:14] Bagaimana kamu dapat menjadi takut dengan jaminan yang mengagumkan seperti ini? Kamu mungkin mengumpulkan sepuluh ribu bulir-bulir emas seperti ini! “Aku telah menghapus segala dosa pemberontakanmu seperti kabut diterbangkan angin dan segala dosamu seperti awan yang tertiup.” [Yes 44:22] Atau ini, “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.” [Yes 1:18] Atau ini, “Roh dan pengantin perempuan itu berkata,“Marilah!” Dan barangsiapa yang haus, hendaklah ia datang, dan barangsiapa yang mau, hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma.” [Wahyu 22:17] Ladang tuan kita sangat kaya; lihatlah tangan-tangan yang penuh. Lihat, bulir-bulir jelai tergeletak di depanmu, hai orang yang kurang percaya! Kumpulkanlah bulir-bulir itu, buatlah menjadi kepunyaanmu, sebab Yesus menyuruhmu mengambilnya. Jangan takut, percaya saja! Genggamlah janji-janji manis ini, tebah mereka keluar dengan perenungan dan makanlah dari bulir-bulir itu dengan sukacita.
___________________

Sumber: Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon).