Sabtu, 20 Mei 2017

To be or not to be

~~ to be or not to be ~~

Ayat bacaan: 2 Korintus 1:8-9a
============================
"Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati."


William Shakespeare tidak diragukan lagi merupakan pujangga dan penulis terbesar dalam sejarah literatur Inggris. Masa hidupnya adalah di pertengahan tahun 1500-an sampai awal 1600-an. Sudah sangat lama, tapi karya-karyanya masih dikenang orang hingga hari ini. Film dan teater masih menampilkan karya-karya terkenalnya sampai detik ini. Beberapa judul tentu sudah tidak asing lagi bagi kita, seperti Romeo and Juliet, Hamlet danMidsummer Night's Dream. Selain karya-karya monumental dan abadi, ada banyak pula quote atau kutipan kalimat yang terkenal sepanjang masa. Salah satunya tentu saja "To be or not to be, that is the question."

Quote ini berasal dari naskah Hamlet. Banyak yang mengira kalimat ini mengacu pada kebingungan orang untuk melakukan sesuatu atau memilih/memutuskan sesuatu. Tidak terlalu salah, tapi lebih tepatnya kalimat ini sebenarnya mengacu kepada kepedihan yang dirasa sang tokoh utama yang mengarahkannya pada dua pilihan, apakah ia mau terus hidup atau tidak. Pangeran bernama Hamlet merasakan kepedihan luar biasa sewaktu pamannya membunuh ayahnya, dan menikahi ibunya. Begitu sakit dan perih rasanya, hingga ia sempat berpikir haruskah ia terus hidup ("to be") atau mengakhiri saja hidupnya, ("or not to be").

Apakah anda pernah atau mungkin sedang merasakan rasa sakit dan penderitaan yang begitu berat yang rasanya tidak lagi tertahankan? Ada kalanya kita merasakan rasa sakit yang tidak terperikan, begitu perihnya sehingga kita mulai merasa putus asa dan perlahan mulai kehilangan harapan. Pada kenyataannya ada banyak orang yang memilih seperti Hamlet, yaitu mengakhiri hidupnya karena tidak tahan lagi menderita. Orang memilih jalan pintas yang fatal, mengakhiri hidupnya berharap mereka bisa segera terbebas dari rasa sakit, dan itu tentu karena mereka merasa tidak lagi punya harapan. Padahal keputusan seperti itu justru akan membawa penderitaan yang lebih menyakitkan lagi untuk selamanya. Kehilangan harapan membuat orang bisa melakukan itu. Karenanya penting bagi kita untuk memastikan bahwa kita tetap punya harapan, bukan kepada hal-hal yang tidak cukup kuat melainkan kepada Tuhan.

Disaat banyak orang yang tidak tahan dan memilih jalan keliru, sikap berbeda bisa kita temukan dari Paulus. Paulus dikenal militan dalam menjalankan tugasnya mewartakan Injil setelah bertobat. Pada suatu saat ia merasakan hal ini. Tekanan begitu berat. Ancaman ia dapati dimana-mana. Dia didera, ditangkap, diancam akan dibunuh.

Paulus pernah merinci berbagai penderitaan yang ia alami dalam pelayanannya. "..Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian." (2 Korintus 11:-23-27).

Sehebat-hebatnya dan sekuat-kuatnya Paulus, tekanan bertubi-tubi ini pada suatu ketika bisamembuatnya lemah. Ia mengakui hal itu kepada jemaat di Korintus. "Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati." (2 Korintus 1:8-9a).

Sebagai manusia biasa sama seperti kita, Paulus pun pernah mengalami keputus-asaan. Bedanya, ia tidak membiarkan dirinya dikuasai rasa putus asa dan kehilangan harapan terus menerus. Paulus dengan cepat mengubah fokusnya. Ia kembali kepada pemikiran positif yang berpegang sepenuhnya kepada Allah. Paulus mampu melihat sisi lain dari sebuah penderitaan, yaitu sebagai pelajaran agar kita tidak bergantung kepada diri sendiri melainkan kepada Tuhan. "Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati." (ay 9b).


Penderitaan memang menyakitkan, dan terkadang ketika itu terasa begitu berat, kita merasa tidak sanggup lagi memikulnya. Tapi seperti yang terjadi pada Paulus, Tuhan sesungguhnya telah memberikan kasih karuniaNya secara cukup, yang akan memampukan kita untuk bisa bertahan ketika sedang berjalan dalam lembah penderitaan. "Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9). Renungkanlah. Justru dalam tekanan beratlah sebenarnya kita bisa melihat kuasa Tuhan yang sempurna. Dalam kelemahan kitalah kita akan mampu menyaksikan kuasa Tuhan yang sesungguhnya, yang mampu menjungkirbalikkan segala logika manusia.

Penderitaan yang dialami Paulus tidaklah ringan. Bayangkan, ketika ia jahat ia begitu berkuasa, tapi setelah bertobat justru hidupnya penuh tekanan. Banyak orang akan segera menyangsikan kebenaran jika menjadi Paulus dan mengalami apa yang ia alami waktu itu, tapi tidak demikian halnya dengan dirinya. Dia tahu bahwa apa yang menanti di depan sana adalah jauh lebih besar ketimbang penderitaan-penderitaan yang ia alami di dunia yang sifatnya sementara ini. Paulus mengarahkan pandangannya jauh ke depan, dan di saat yang sama ia terus berpegang dengan kepercayaan penuh kepada Kristus.

Beratkah penderitaannya? Tentu saja. Meski demikian, Paulus masih mampu berkata "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Dia tahu bahwa kasih karunia Allah itu sebenarnya cukup untuk dipakai menanggung beban penderitaan. Pencobaan-pencobaan yang kita alami pun tidak akan melebihi kekuatan kita sendiri. Tuhan tahu sampai dimana kita sanggup bertahan, dan pada saat yang tepat ia pasti memberikan jalan keluar.

Sangatlah penting bagi kita untuk memastikan bahwa pengharapan jangan sampai hilang dari kita. Orang yang masih punya pengharapan akan punya alasan untuk terus berjuang. Kemarin kita sudah melihat bahwa Alkitab mengatakan "Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita.." (Ibrani 6:19). Pengharapan dapat berfungsi sebagai jangkar yang membuat kita bisa terus tertambat dan tidak oleng atau hanyut lantas karam. Alkitab juga mengingatkan kita bahwa kita harus menjaga tiga hal penting dalam hidup kita yaitu faith, hope and love. Iman, pengharapan dan kasih.

Kita sulit terus punya pengharapan di masa sulit kalau kita tidak punya iman. Sebaliknya, pengharapan yang kokoh akan terus menumbuhkan dan menguatkan iman kita. Lantas jangan lupa pula menaruh pengharapan ke tempat yang benar, yaitu Tuhan. Kenapa? Sebab, selain kuasa Tuhan tidak terbatas dan sanggup mengatasi kemustahilan, kita tahu pula bahwa Allah yang menjanjikannya adalah Allah yang setia (Ibrani 10:23).

Rasa sakit akibat penderitaan bisa membuat kita merasa bahwa hidup ini tidak lagi berharga untuk dijalani. Dalam tekanan berat, rasa putus asa akan mulai mencoba menguasai kita, dan kita pun bisa terjebak pada pemikiran sempit untuk menyerah, bahkan menutup lembaran hidup secara sepihak. Jangan biarkan hal itu terjadi, dan jangan melakukan tindakan fatal yang hanya akan membawa kita kepada sebuah penyesalan selamanya. Berhentilah mengandalkan kekuatan diri sendiri, orang lain atau lainnya, gGantikan itu dengan mengandalkan Tuhan. Ubah pandangan anda dengan sebuah perspektif baru, letakkan keyakinan kita dalam Tuhan.

Selama kita masih berjalan di dunia ini, penderitaan akan menghampiri kita pada suatu waktu. Tetapi kita harus tahu bahwa Tuhan akan memampukan kita untuk menanggungnya dan jalan keluar dari Tuhan pada saatnya akan turun atas kita. Jika Hamlet berpikir "to be or not to be", terus hidup atau mati saja, kita sebagai anak-anak Tuhan hendaklah menyadari bahwa selalu ada alasan untuk terus hidup. Selalu ada banyak alasan untuk terus memilih terus hidup dengan pengharapan, iman dan kasih, tak peduli sesulit apapun yang kita alami.

There's always hope as long as we have God by our side

--------------------------------------------

Source: www.renunganharianonline.com