Rabu, 22 Februari 2017

Kekayaan KRISTUS yang tidak terduga

Orang yang menyadari bahwa ia menumpang di bumi, bahwa segala sesuatu akan ditinggalkan, bahwa ia hanya sementara di bumi ini, dapat menilai kekayaan Kerajaan Surga secara lebih benar. Tetapi sebaliknya, kalau seseorang gagal menghayati bahwa dirinya adalah orang yang menumpang di bumi, ia tidak akan pernah bisa menilai perkara-perkara rohani dan Kerajaan Surga. Dalam Efesus 3:8 Paulus menyebut mengenai kekayaan Kristus yang tidak terduga. Kalimat kekayaan Kristus ini tidak boleh dimengerti secara duniawi, seperti kekayaan materi. Sebab Tuhan Yesus sendiri menyatakan bahwa diri-Nya tidak memiliki tempat untuk “meletakkan kepala-Nya”. Ini menunjukkan kemiskinan secara jasmani. Ia pun mati di atas kayu salib dengan tubuh setengah telanjang. Kekayaan jasmani tidak boleh menjadi ukuran kekayaan Kristus. Kalau ada usaha menjadikannya sebagai ukuran, maka ini merupakan penyesatan terhadap sesama dan pengkhianatan terhadap Tuhan.

Kekayaan dunia tidak boleh mengambil tempat dalam nilai-nilai spiritual sama sekali. Kekayaan Kristus yang tidak terduga juga tidak diukur oleh kehormatan manusia atau segala sesuatu yang dianggap sebagai nilai lebih di mata manusia. Firman Tuhan menyatakan bahwa apa yang dikagumi manusia dibenci oleh Allah (Luk. 16:15). Kekayaan Kristsus yang tidak terduga tersebut menunjukkan pengenalan akan Kristus, hikmat dan kebenaran-Nya, mengalami damai sejahtera serta mencapai kesempurnaan karakter seperti Kristus. Kekayaan Kristus pada dasarnya adalah berkat keselamatan, yaitu mengalami hasil dari usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya. Dengan demikian orang yang memiliki kekayaan Kristus adalah orang-orang yang diubahkan hidupnya sehingga maksud keselamatan itu tercapai, yaitu mengenakan kodrat Ilahi.

Orang yang menghayati bahwa dirinya adalah orang yang menumpang di bumi adalah orang-orang yang cara memandang dunia ini berubah. Dunia di sini maksudnya adalah hiburan dunia, kekayaan, pasangan hidup, karir, studi, masalah hidup, kehormatan, ketidakadilan dan lain sebagainya. Sikap hati yang diubahkan akan nampak dari seluruh gaya hidup yang diubah secara signifikan. Perubahan tersebut membuktikan bahwa Tuhan Yesus benar-benar hidup dan dialami.

Orang yang menghayati bahwa dirinya menumpang di bumi, hatinya menjadi kuat sebab ia tidak takut lagi kepada apa yang dapat membunuh tubuhnya (Mat. 10:28 Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.) Kalau memerhatikan sekilas ayat ini terkesan bahwa kita harus takut kepada Bapa di surga, karena Ia dapat membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka. Tetapi kalau kita belajar kebenaran tidaklah tepat kalau kita takut akan Allah disebabkan kekuatan-Nya yang dapat membinasakan baik tubuh maupun jiwa ke dalam neraka. Takut kita akan Tuhan haruslah didasarkan pada hati yang mengasihi dan menghormati Tuhan.

Semakin seseorang mengasihi dan menghormati dengan benar, maka takut akan Tuhan di dalam dirinya semakin benar. Ini adalah takut yang pantas bagi Tuhan. Sama seperti seorang anak takut kepada orang tua, bukan karena orang tua kaya, berpangkat, kuat bisa menghukum dengan hukuman apa saja, tetapi takut karena mengasihi dan menghormatinya. Walau orang tua lebih lemah secara fisik, kurang secara finansial dan rendah secara pendidikan, tetapi anak takut kepada orang tua karena mengasihi dan menghormatinya.

Satu hal yang harus kita perhatikan adalah mengapa Tuhan menyertakan kalimat “yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh ke dalam neraka”? Dalam kalimat ini termuat suatu peringatan atau juga dapat dikatakan sebagai ancaman, bahwa ada realitas neraka. Mengenai realitas ini Tuhan Yesus menyatakannya secara berulang-ulang dalam pemberitaan Injil-Nya (Mat. 5:22,29,30; 10:28; 18:9; 23:15,33 dan lain-lain). Jika Ia menyatakan secara berulang-ulang berarti hal tersebut merupakan sesuatu yang penting yang harus mendapat perhatian orang percaya dengan seksama.
----------------------------------------
Source: www.truth-media.com

How much longer?

Ayat bacaan: Mazmur 13:2
=====================
"Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?"


Ada orang yang tidak begitu masalah dengan menunggu, ada yang menganggapnya benar-benar masalah. Istri saya lahir dari keluarga yang punya masalah dengan menunggu, sedang saya tidak. Walaupun saya bisa merasa bosan kalau sedang menunggu sesuatu, tapi itu bukan sesuatu yang merusak mood. Sedang istri saya tipenya kurang sabaran. Menunggu sedikit saja bisa membuatnya kesal. Saya tahu itu sejak masa pacaran dan memastikan bahwa kalau sudah janji saya tidak akan terlambat. Lebih baik saya yang menunggu ketimbang dia.

Meski reaksi berbeda-beda bagi setiap orang, secara umum menunggu sering dianggap sebagai sebuah kegiatan yang membosankan dan bisa jadi menjengkelkan. Kenapa? Karena selain membuat waktu terbuang, menunggu itu mengandung unsur ketidakpastian sehingga bisa memunculkan perasaan tak tenang atau gelisah.

Sekarang, bagaimana kalau yang ditunggu bukan soal giliran untuk dilayani atau untuk bertemu orang tapi menanti datangnya pertolongan dari Tuhan? Tidak bisa dipungkiri kita semua berharap itu datang secepatnya. Tapi bagaimana kalau jawaban tidak kunjung datang? Satu doa, dua, tiga, kalau Tuhan belum juga menolong, banyak yang kemudian kecewa bahkan putus asa. Banyak orang yang sulit bersabar apalagi kalau sedang berada dalam keadaan terdesak dan tertekan. Di saat seperti itu mereka tidak lagi bisa mengucap syukur, padahal firman Tuhan sudah mengingatkan kita untuk tetap mengucap syukur dalam segala hal karena itulah yang sesungguhnya dikehendaki Allah dalam Kristus. (1 Tesalonika 5:18). Mereka tahu ayat ini, tapi berkata: bagaimana kita bisa mengucap syukur kalau kita sedang tidak berada dalam keadaan baik? Pemahaman manusia akan sebuah ucapan syukur seringkali sempit dengan hanya digantungkan kepada sebuah kondisi, situasi atau keadaan yang sedang dihadapi saja.

Ada masa dimana kita mengalami kesulitan sebagai bagian dari hidup, meski kita sudah mengikuti kehendak Tuhan dengan sebaik-baiknya. Ada waktu kita harus merasakan kesedihan bahkan penderitaan dengan berbagai bentuk. Firman Tuhan sudah mengatakan bahwa "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkotbah 3:1). Sebagai manusia yang memiliki perasaan, tentu rasa itu menyakitkan kita, dan tidak ada satupun dari kita yang ingin berlama-lama berada dalam perasaan sakit itu. Kita ingin sesegera mungkin lepas. Kalau belum juga, kita bertanya-tanya berapa lama lagi Tuhan akan melepaskan kita, bahkan bisa saja mempertanyakan kenapa Tuhan seolah memalingkan muka dari kita.

Hal yang sama juga dialami oleh banyak tokoh Alkitab dalam berbagai kesempatan, termasuk Daud yang imannya sebenarnya sudah sangat teruji. Suatu kali Daud mengalami pergumulan berat. Semua musuhnya bersorak-sorak mengejeknya, dan ia pun sempat merasa mengalami itu sendirian saja tanpa ada yang peduli, termasuk merasa bahwa Tuhan pun sama, tidak peduli terhadap dirinya. Ia berada dalam titik rendah sampai-sampai Daud berseru: "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?"(Mazmur 13:2). Daud terus bertanya, "Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?" (ay 3).

Dalam tekanan dan penderitaan yang kita alami, sama seperti Daud kita pun sering mempertanyakan hal yang sama. Itu adalah hal yang manusiawi dan mungkin saja terjadi sekali waktu, tapi penting bagi kita untuk tidak membiarkan hal itu berlarut-larut, terus memandang kepada masalah atau bahkan menyalahkan Tuhan.  Daud boleh saja berseru seperti itu dalam keadaan kalut, tapi lihatlah bahwa Daud tidak mau terjebak berlama-lama pada perasaan seperti itu. Daud tidak ingin tenggelam dalam perasaan yang tidak enak lalu putus asa. Daud tidak mau membiarkan perasaannya berlarut-larut lalu kecewa pada Tuhan. Kita bisa melihat bagaimana ia kemudian bangkit dan kembali mengandalkan imannya. Daud percaya bahwa pertolongan Tuhan untuk mengatasi segala perkara, termasuk perkara dirinya dan melepaskannya dari kesesakan hanyalah soal waktu saja.

Lihat bagaimana Daud kembali tegar dan mengubah pola pandangnya. "Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku." (ay 6). Daud tahu bagaimana pentingnya ucapan syukur, ia bahkan bisa memerintahkan hatinya untuk bersorak-sorak karena penyelamatan Tuhan yang sebenarnya belum ia dapatkan pada waktu itu. Ia mau bernyanyi karena Tuhan ia katakan TELAH (bukan akan) berbuat baik kepadanya, walaupun sebenarnya situasi yang ia hadapi belum pulih. Inilah sebuah kebesaran iman yang ditunjukkan Daud. Luar biasa bukan? Meskipun ia masih dalam kesesakan, Daud bisa kembali bangkit, memuji Tuhan, bersorak dan bernyayi untukNya dan mengatakan bahwa Tuhan telah berbuat baik kepadanya.

Apa yang membuat Daud yang notabene juga manusia sama seperti kita bisa berkata demikian? Saya percaya Daud bisa seperti itu karena tidak melupakan pengalaman hidupnya. Disaat ia masih sangat muda ia sudah mampu mengalahkan raksasa Goliat dengan mengandalkan imannya kepada Tuhan.

Kemudian mari kita lihat siapa Daud itu. Daud tadinya bukan siapa-siapa, ia bahkan tidak dipandang ayahnya sendiri ketika Samuel hendak mengambil salah satu dari anaknya untuk menjadi raja. (1 Samuel 16:1-13). Daud hanyalah seorang anak yang tidak dianggap penting yang hanya dipercaya untuk menggembalakan kambing domba. Tapi lihatlah ternyata ia dipilih Tuhan untuk menjadi raja Israel. Dari padang rumput ke singgasana di istana, dari bukan siapa-siapa menjadi raja yang dikenang sepanjang masa, bahkan dikatakan jelas di dalam Alkitab bahwa si anak yang tadinya tidak ada apa-apanya ini merupakan figur yang melakukan kehendak Allah pada zamannya (Kisah Para Rasul 13:36). Dalam berbagai kesempatan Daud secara langsung mengalami penyertaan Tuhan atas hidupnya dalam begitu banyak kesempatan. Jika dulu semua itu mampu dilakukan Tuhan, bagaimana mungkin Tuhan sekarang tidak bisa menolongnya? Daud menyadari hal itu. Ia sudah mengalami banyak bukti sehingga ia pun bisa bangkit dan kembali mempercayakan hidup sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan dalam iman yang kuat.

Di saat kita merasa sendirian menghadapi masalah, mungkin suatu kali kita berpikir seolah Tuhan tega membiarkan kita bergumul seorang diri. Tapi jangan biarkan perasaan itu menguasai kita berlarut-larut. Seperti Daud, segeralah bangkit. Berbaliklah segera dan kembalilah menyerahkan hidup kita ke dalam tangan Tuhan, tetap puji dan ucapkan syukur kepadaNya. Percayalah jika dahulu Tuhan sanggup, saat ini pun Dia sanggup, sebab Tuhan tidak tidak pernah berubah. Dalam Ibrani dikatakan "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Apa yang dijanjikan Tuhan sesungguhnya jelas: "..Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (Yosua 1:5) dan kemudian ayat ini kembali diulang dalam Ibrani: "Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Karenanya, "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12). Dan seperti yang sudah saya sampaikan diatas, "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).

Ada waktu dimana kita harus mengalami permasalahan yang mungkin menimbulkan penderitaan. Ada waktu dimana kita masih tetap harus bergumul meski sudah mematuhi kehendakNya. Akan ada waktu-waktu dimana kita diijinkan Tuhan untuk masuk ke dalam situasi sulit. Tapi jangan lupa bahwa apabila itu datang bukan dari kesalahan kita, maka ada rencana Tuhan yang indah disana yang mungkin belum bisa kita lihat. Dan ingat pula bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita sendirian dalam masa-masa sulit tersebut. Pada waktunya Dia akan mengangkat kita keluar dari tumpukan masalah yang menimbun kita.

Jika diantara teman-teman ada yang masih berada dalam situasi yang tidak baik, bersabarlah dan jangan putus harapan. Nantikan pertolongan Tuhan dengan sabar, tetaplah tekun dan percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Terus bersyukur dan terus taat menjalankan apa yang menjadi kehendakNya. Pada saatnya anda akan melihat sendiri betapa luar biasa ketika rencanaNya digenapi.

-----------------------------------------------

Source: www.renunganharianonline.com


Sabtu, 18 Februari 2017

Pentingnya SEJARAH

---- Pentingnya Sejarah ----

Ayat bacaan: Mazmur 77:12-13
=========================
"Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu."

Beberapa waktu lalu saat saya iseng memasuki sebuah toko DVD di sebuah mall, saya menemukan DVD boxset original yang isinya tentang sejarah musik. DVD itu terdiri dari 4 keping dengan durasi total lebih dari 10 jam. Bagi saya itu sebuah harta karun yang sangat berharga. Sejarah musik Amerika dari masa awal 1900 an didokumentasikan lengkap dengan beberapa cuplikan foto dan video. Bagi saya yang profesinya sebagai jurnalis musik itu tentu sangat penting. Saya bisa belajar banyak sekali dari keempat keping DVD ini. Saya merasa beruntung karena di sampul depannya ditempel stiker bertuliskan Sale. Berarti harganya pasti miring. Benar saja. Harganya dipotong miring sekali. Sambil membeli saya bertanya kenapa DVD sepenting ini bisa dihargai begitu murah? Si petugas toko menjawab bahwa DVD itu tidak laku. "Jarang ada orang yang suka sejarah mas, daripada tidak laku-laku ya sudah di diskon saja." katanya ringan.

Sejak kecil saya suka dengan yang namanya sejarah, karena saya bisa belajar banyak dari pengalaman orang-orang di masa lalu yang hidup lebih dahulu. Saya bisa melihat kunci sukses mereka, juga kegagalannya. Saya bisa belajar dari kegigihan yang mendatangkan sesuatu yang monumental, tapi juga kemalasan yang membuat mereka harus berakhir sia-sia. Saya belajar tentang orang-orang yang menginspirasi, sebaliknya juga tentang orang-orang yang dikenang lewat keburukan perilakunya. Orang-orang yang mengambil keputusan-keputusan yang benar dan orang-orang yang menambah catatan buruk dunia karena keputusan-keputusan buruk mereka yang fatal. Sebuah DVD berisi sejarah panjang musik seperti ini akan membuat saya tahu apa yang terjadi di masa lalu. Itu akan menjadi sebuah kepingan puzzle yang kalau dirangkai dengan peristiwa saat ini akan menghasilkan sebuah gambaran komprehensif dan menarik tentang bagaimana musik berevolusi dari masa ke masa. Bukankah itu sesuatu yang sangat berharga?

Sebuah pertanyaan pun hadir. Sepenting apakah sejarah itu bagi kita? Ada banyak siswa yang tidak suka pada pelajaran sejarah, saya pikir karena di sekolah pelajaran itu lebih banyak sifatnya hafalan. Padahal sejarah bisa berfungsi sebagai jendela untuk melihat segala sesuatu yang menjadi pengalaman orang lain, baik atau buruk. Dan itu bisa menjadi pelajaran yang sangat berguna bagi kehidupan ke depan. Bukan saja dari pengalaman orang lain, tapi kita pun sebenarnya bisa belajar dari masa lalu kita sendiri. Kita bisa melihat bagaimana sampai kesuksesan itu hadir pada kita dahulu, atau jika dari kegagalan yang pernah terjadi dalam hidup kita, setidaknya kita bisa belajar agar tidak jatuh lagi ke lubang yang sama dan tahu harus bagaimana untuk lebih baik.

Dalam menghadapi hidup yang penuh tantangan ini suka atau tidak suka kita harus banyak belajar dari para pendahulu kita dan hal-hal yang telah mereka alami. Benar, kita memang harus selalu menatap ke depan dan meninggalkan pengalaman-pengalaman buruk di masa lalu yang berpotensi untuk menghambat langkah kita. Tapi di sisi lain sungguh penting pula untuk belajar dari apa yang telah terjadi di masa lalu. Misalnya Ketika kita berada dalam kesesakan dan merasa bahwa Tuhan seolah-olah seperti meninggalkan kita sendirian menghadapi semuanya, kita bisa menoleh sejenak ke belakang untuk melihat bahwa ada begitu banyak kemuliaan Tuhan Dia nyatakan dalam berbagai kesempatan. Mukjizat-mukjizatNya yang ajaib, berkat-berkatNya, penyertaanNya yang begitu setia, kasihNya yang luar biasa yang ternyata mampu membuat sesuatu yang besar, semua itu tercatat dengan jelas dalam Alkitab. Tidak saja berhenti sampai disitu, tapi sesungguhnya kuasa  Tuhan masih pula berlangsung hingga hari ini, dan itu semua nyata adanya. Kita pun mungkin sudah pernah mengalaminya dan bisa mempergunakan itu dalam menghadapi kesulitan saat ini.

Pemazmur menyadari pentingnya melihat kembali bagaimana kuasa Tuhan mampu membawa perbedaan yang luar biasa dari pendahulunya. "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu." (Mazmur 77:1-13). Pemazmur mengambil waktu untuk mengenang kembali bagaimana keajaiban-keajaiban yang pernah di lakukan Tuhan sebelumnya, bagaimana Tuhan menyatakan kuasa dan kemuliaanNya turun atas manusia. Setelah merenungkan segala kebaikan Tuhan, pemazmur pun berseru: "Ya Allah, jalan-Mu adalah kudus! Allah manakah yang begitu besar seperti Allah kami?" (ay 14).

Seperti itulah seharusnya fokus kita dalam menjalani hidup termasuk berbagai kesulitan yang menghampiri kita di dalamnya. Jika kita fokus hanya kepada penderitaan kita saja maka kita akan segera kehilangan sukacita, bahkan iman kita pun bisa merosot drastis. Daripada seperti itu, alangkah baiknya apabila kita kembali mengingat-ingat segala sesuatu yang telah Tuhan lakukan kepada begitu banyak orang di masa lalu. Jika dulu Tuhan bisa melakukannya, maka hari ini pun Tuhan bisa, karena Tuhan tidak pernah berubah, baik dahulu, sekarang maupun selamanya. (Ibrani 13:8)

Seluruh isi Alkitab mencatat bagaimana perbuatan-perbuatan Tuhan yang telah nyata tertulis di dalamnya. Disana kita bisa melihat kisah begitu banyak tokoh dalam mengalami kuasa Tuhan. Paulus mengingatkan bahwa ada masa-masa dimana penderitaan akan menghampiri kita, bahkan aniaya sekalipun. Orang jahat akan semakin jahat dan saling menyesatkan. Menghadapi itu semua, hendaklah kita tidak menjadi kehilangan harapan dan patah semangat. Kita diingatkan untuk terus berpegang kepada kebenaran, dan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepada kita. (2 Timotius 3:14). "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus." (ay 15).

Paulus juga menekankan bahwa "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (ay 16). Hal ini sangatlah penting. Dengan memahami ini, kita bisa memperlengkapi diri kita untuk hidup tegar menghadapi kesulitan tanpa harus kehilangan iman kita. Pesan yang sama diberikan Paulus pula kepada jemaat Roma. "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4).

Alkitab berisi begitu banyak hal yang dapat kita jadikan tuntunan bagaimana kita harus berlaku ketika kita menghadapi sesuatu. Kita bisa mendapatkan berbagai tips dan peringatan agar tetap hidup sesuai kehendak Tuhan. Disana kita bisa mendapat penghiburan yang meneguhkan. Kita bisa belajar dari begitu banyak pergumulan tokoh-tokoh di dalamnya, dimana sebagian besar pergumulan itu kita alami juga hari ini. Para nabi dan tokoh-tokoh Alkitab kita bisa belajar lewat bagaimana mereka menyikapi situasi sulit tersebut hingga akhirnya kemuliaan Tuhan hadir dalam diri mereka, melepaskan mereka dan memberi mereka kemenangan. Ada pula tokoh-tokoh yang akhirnya gagal, dan kita pun bisa belajar mengapa mereka akhirnya gagal. Semua itu bisa kita jadikan pelajaran berharga, menjadi bekal yang sempurna dan lengkap untuk menata hidup kita dalam terus melangkah.

Sesulit apapun kondisi yang tengah anda hadapi hari ini, berhentilah terbenam dalam keputus-asaan. Bangkitlah dan ingatlah bahwa ada banyak hal yang bisa kita dapatkan dari pengalaman-pengalaman para tokoh di Alkitab bersama Tuhan di masa lalu. Pergulatan dan turun naiknya iman banyak tokoh jelas dituliskan dalam Alkitab dan itu akan sangat baik untuk kita jadikan pelajaran. Jika mereka bisa mengalaminya, kenapa kita tidak? Tuhan tetap sama, dulu sekarang dan sampai selamanya. Selain itu kita bisa belajar dari apa yang pernah kita alami sendiri, lewat pengalaman orang tua kita, orang-orang terdekat atau kesaksian-kesaksian banyak orang yang mengalami mukjizat Tuhan di masa kini.

Jika kita mau membuka mata untuk melihat semua ini, kita pun akan tahu bahwa Tuhan mampu melakukan segala sesuatu bahkan yang paling mustahil sekalipun. Pada akhirnya kita akan sampai pada kesimpulan yang sama dengan pemazmur ketika ia mengatakan "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:1).

Mengandalkan Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Ketika kita sedang mengalami pergumulan, mari kita ingat kembali bagaimana Tuhan melakukan mukjizat-mukjizatNya di waktu lampau, dan marilah bersyukur sebab Tuhan yang kita sembah saat ini adalah Tuhan yang sama dengan Dia yang melakukan perbuatan-perbuatan ajaib seperti yang dialami oleh orang-orang sebelum kita.
-------------------------------------------------

Source: www.renunganharianonline.com

Senin, 13 Februari 2017

Hidup dalam kendakNYA

Kalau jujur, maka kita dapat menemukan betapa sudah terlalu lama kita terbiasa hidup dalam berbagai hasrat dan keinginan diri sendiri, yang mana hal ini kita anggap sebagai suatu kewajaran. Tetapi kalau kita mengerti dan menerima bahwa kehidupan ini diciptakan oleh suatu Pribadi yang memiliki pikiran dan perasaan, maka kita harus mulai mempertimbangkan dengan serius apakah gaya hidup kita sesuai dengan Tuhan..

Dalam kehidupan ini, kehendak Tuhan-lah yang harus berdaulat secara penuh. Kita sebagai hamba-hamba-Nya memberi diri tunduk di bawah kedaulatan dan otoritas-Nya secara penuh. Manusia memang dirancang untuk ini sejak manusia diciptakan. Sebelum kita ada dalam situasi di mana segala keinginan dipaksa harus ditanggalkan, yaitu ketika ada di ujung maut, sejak sekarang kita sudah harus belajar dengan rela dan sukacita menanggalkan segala keinginan dan mengenakan prinsip: makananku adalah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaaan-Nya (Yoh. 4:34). Inilah gaya hidup yang Tuhan Yesus ajarkan. Dan setiap orang percaya wajib hidup sama seperti Dia hidup (1Yoh. 2:6).

Menanggalkan keinginan bukan berarti tidak memiliki keinginan, tetapi mengisi jiwa kita dengan keinginan Tuhan semata-mata. Ini akan membuka kesempatan di mana kehendak Tuhan-lah yang menguasai kehidupan kita. Dalam hidup ini, kita hanya mau melakukan kehendak-Nya. Orang yang berhasrat melakukan kehendak Tuhan akan diberi kepekaan untuk mengerti apa yang dikehendaki-Nya. Dengan kesediaan menanggalkan segala keinginan bukan berarti kemanusiaan kita hilang. Kita tetap sadar, bahwa kita tidak pernah menjadi siapa-siapa, kita tetap manusia dengan segala unsur kemanusiaan yang tidak pernah lenyap. Dalam hal ini, Tuhan akan mengijinkan kita menikmati kesenangan-kesenangan sebagai manusia dengan berkat-berkat yang Tuhan sediakan bagi kita. Baik berkat jasmani maupun berkat rohani. Di satu pihak kita melakukan segala sesuatu yang dikehendaki oleh Tuhan, sisi yang lain kita tetap menjadi manusia dengan menikmati segala kesenangan yang Tuhan berikan dalam batas tertentu dan dalam kendali Roh Kudus.

Orang yang telah ditebus oleh darah Yesus harus menyadari dan menerima bahwa yang berhak memiliki visi atau cita-cita adalah Tuhan, bukan manusia. Oleh sebab itu anak Tuhan yang mengerti hal ini tidak akan mudah mengatakan “aku punyai visi atau cita-cita”, sebab hidupnya hanya untuk melakukan kehendak Allah dan menyelesaikan pekerjaan-Nya, bukan cita-citanya sendiri. Dalam suratnya Paulus menulis: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah (1Kor. 10:31).

Tidak sedikit orang Kristen yang hidupnya berada di bawah pengaturan diri dan keinginannya sendiri. Sebenarnya orang-orang seperti ini tanpa sadar disesatkan oleh roh-roh jahat, sehingga mereka tidak mengalami rencana Allah yang digenapi dalam hidup mereka. Dalam kehidupan pribadi, tidak banyak orang yang mendiskusikan rencana-rencana, cita-cita dan keinginan-keinginan hatinya dengan Tuhan. Banyak orang berjalan sesuai dengan selera, perhitungan dan keinginannya sendiri dalam berbagai kasus, seperti membeli suatu barang, sekolah, jodoh, pindah rumah, bisnis, tempat kerja dan lain lain.

Menurut pemikiran kebanyakan orang modern sekarang ini, pikiran manusialah yang utama dan manusia itu sendiri yang berhak bertindak mandiri (independent). Irama hidup seperti ini sudah merupakan irama hidup manusia pada umumnya. Berkenaan dengan hal ini, Tuhan melalui Yakobus menasihati kita agar kita tidak melupakan Tuhan dalam perencanaan (Yak. 4:13-17). Kerendahan hati ternyata juga diukur oleh ukuran sejauh mana seseorang melibatkan Tuhan dalam segala perencanaan. Sikap ini sesungguhnya merupakan sikap yang mengakui bahwa Allah adalah Allah semesta alam yang menentukan segala sesuatu dan berkuasa menyelesaikan segala sesuatu. Oleh sebab itu setiap rencana kita harus dimulai dengan kalimat: Bila Tuhan menghendakinya. Sebagaimana Tuhan Yesus hidup hanya untuk kepentingan Bapa dan hidup di dalam kehendak dan rencana Bapa, demikian pula seharusnya hidup kita. Makanan kita adalah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.
----------------------------------------------
Source: www.truth-media.com