Ayat bacaan: Yakobus 3:5
===================
"Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar"
Kebakaran hutan menjadi musibah tahunan di negara kita yang menyengsarakan begitu banyak warga. Celakanya, bukan saja di negara kita tapi dampak asap beracun yang timbul dari hasil bakaran orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini pun mengganggu negara-negara tertangga. Tahun lalu merupakan musibah terparah karena yang terbakar kebanyakan lahan gambut ditambah lagi bertepatan dengan musim kemarau panjang. Api kalau masih kecil akan mudah sekali dipadamkan. Misalnya anda nyalakan lilin, anda bisa dengan mudah mematikannya hanya dengan meniup saja. Api unggun yang lebih besar tidak bisa padam dengan ditiup, tapi dengan siraman air atau ditutupi tanah api unggun biasanya juga tidak sulit untuk dimatikan. Api yang kecil itu ternyata sanggup membakar hutan. Mulanya kecil, tapi pada suatu ketika ratusan hektar hutan bisa habis terbakar. Dan kalau sudah begitu, memadamkannya pun menjadi luar biasa sulit. Kalau tanah biasa saja sulit apalagi lahan gambut yang punya banyak rongga sehingga walau atasnya disiram, dibawah masih terdapat banyak bara yang sewaktu-waktu akan kembali membakar hebat hutan-hutan tersebut.
Lidah merupakan bagian kecil saja dari tubuh kita. Letaknya pun lumayan tersembunyi, di dalam mulut sehingga orang harus membuka mulut terlebih dahulu agar lidah bisa terlihat. Gunanya untuk mengecap rasa dan membantu agar pelafalan huruf bisa sempurna. Kecil itu biasanya tidak berbahaya. Tapi sadarkah kita bahwa kerusakan terbesar seringkali bukan lewat tindakan-tindakan kekerasan yang ekstrim tapi justru lewat organ kecil bagian tubuh kita yaitu lidah? Dan yang lebih parah, awal persoalan seringkali bukan hal yang berat, tapi lewat gesekan-gesekan kecil yang seharusnya mudah diredakan. Bagaikan nyala api yang mulainya kecil, itu bisa cepat dipadamkan. Tetapi ketika api didiamkan maka ia akan terus membesar dan membakar lebih banyak lagi. Ketika dampak yang ditimbulkan sudah sedemikian besar, maka omongan yang liar bisa menghancurkan dan menimbulkan kerusakan yang tidak sedikit. Bukan saja bagi satu orang tapi juga banyak orang, kelompok, lingkungan, kota, bahkan bangsa dan negara.
Kalau tidak sampai sejauh itu, seringkali lidah berfungsi menyampaikan omongan-omongan yang bisa melukai perasaan atau bahkan menimbulkan kepahitan bagi korban. Ada sebuah kisah nyata yang diceritakan teman saya. Ceritanya, ia pada waktu itu menjabat sebagai ketua tim musik di gereja. Ada seorang gitaris yang menurutnya bermain di bawah standar dan membuat latihan menjadi terus kacau. Sayangnya ia tidak menyikapi dengan baik, melainkan melemparkan kata-kata yang tajam meski tidak membentak. Si pemain gitar ini kemudian pergi meninggalkan latihan sekaligus meninggalkan pelayanan. Sekian tahun kemudian si gitaris bercerita bahwa kata-kata yang dilemparkan teman saya ternyata begitu tajam melukai perasaannya. Ia berhenti melayani, berhenti main musik yang sebenarnya merupakan passion-nya bahkan menjual semua instrumen dan peralatan musiknya. Disana teman saya sadar akan kesalahannya. Ia minta maaf dan menjadikan pengalamannya ini sebagai pelajaran berharga bagi dirinya. Meski memaafkan, tapi si pemain gitar tetap mengubur dalam-dalam hasrat bermusiknya. Lihatlah sebuah kalimat saja ternyata bisa membunuh karir seseorang dengan sangat cepat.
Alkitab mengingatkan dengan jelas mengenai potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh lidah. Yang menarik, Yakobus menganalogikan lidah bagai api yang membakar. Demikian kata Yakobus. "Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar." (Yakobus 3:5).
Ini adalah sebuah analogi yang sesungguhnya sangat tepat, karena efek atau dampak kerusakan yang ditimbulkan bisa sama parahnya seperti kebakaran hutan yang besar. Sepercik api itu sangatlah kecil dan sama sekali tidak dianggapberbahaya. Jika anda nyalakan korek api, nyala api yang timbul sama sekali tidak akan membahayakan. Tapi apa jadinya jika kita mulai mendekatkan itu kepada kulit dan membiarkannya? Atau bagaimana jika api itu kita letakkan membakar sedikit bagian hutan dan kemudian menyebar? Dampaknya bisa sangat berat bahkan fatal. Bisa menghilangkan nyawa orang, kalaupun tidak sampai nyawa, kesehatan begitu banyak orang akan terganggu. Lalu untuk memperbaikinya bisa membutuhkan tahunan, puluhan tahun, atau malah tidak akan pernah bisa dikembalikan lagi ke kondisi semula.
Yakobus melanjutkan: "Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka.Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh sifat manusia, tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan." (ay 6-8).
Jika Yakobus menyorot tentang kebuasan lidah yang begitu sulit dijinakkan, tak terkuasai dan penuh racun, seperti itulah memang bahayanya. Kita sudah terlalu sering melihat kehancuran hubungan antar manusia, antar suku bangsa bahkan negara yang berasal dari kebuasan lidah yang tak terkendali ini, sama seperti api yang membakar dan menghancurkan. Ironisnya, lidah sebenarnya bisa dipakai untuk memuji Tuhan, tapi lidah yang sama ini pula bisa menjadi senjata penghancur yang lebih dahsyat dari senjata termuktahir hari ini. "Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (ay 9-10).
Setiap saat kita berhadapan dengan begitu banyak orang dengan tingkah, polah dan gayanya sendiri-sendiri, bahkan tidak tertutup terjadi di kalangan keluarga atau orang-orang terdekat. Gesekan bisa terjadi kapan saja dan perselisihan pun bisa timbul. Seperti yang saya sebut tadi, penyebabnya biasanya bukanlah masalah besar tetapi dimulai dari hal-hal yang kecil atau sepele. Tapi ketika dibiarkan, tidak diselesaikan dan kemudian ditambah pula dengan percikan-percikan yang membakar berasal dari lidah, namun kemudian masalahnya meluas sehingga pada akhirnya sulit untuk dikendalikan. Itulah sebabnya kita dianjurkan untuk bersabar dan bisa menahan diri, tidak terbujuk atau terpengaruh oleh emosi sesaat yang pada akhirnya kita sesali juga tetapi sudah terlanjur menghancurkan banyak hal. Hubungan keluarga hancur, hubungan pertemanan, hubungan bertetangga, hubungan antar manusia, dan jika ini yang terjadi, perdamaian di bumi pun akan semakin jauh dari harapan.
Iblis akan berusaha menghancurkan manusia, dan biasanya itu dilakukan dengan menyerang sel terkecil yaitu keluarga. Dari kehancuran keluarga, semua impian iblis bisa diwujudkan, dan ketika itu yang terjadi, maka kita sendiri yang akan menanggung kerugian besar. Tidak ada tempat bagi kebencian apalagi dendam dalam Kekristenan. Kita selalu diminta untuk mengasihi, mengerti dan mengaplikasikan bagaimana kasih Tuhan yang tanpa batas itu untuk diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Apakah orang yang bersalah itu mau mengakui kesalahannya atau tidak, kita diminta untuk bisa memberi pengampunan.
Firman Tuhan berkata: "Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni." (Lukas 6:37). Jika itu kita terapkan, maka kita bisa berharap untuk melihat perdamaian semakin bertumbuh di dunia ini. Sayangnya kita justru sering memakai hukum sebab akibat sebagai alasan pembenaran atas permusuhan yang terjadi antara kita dengan orang lain. Kita mengira bahwa dengan mengeluarkan emosi lewat kata-kata maka kita bisa lebih tenang. Tetapi yang justru sering terjadi, lidah yang tidak terjaga akan terus membakar sehingga pada suatu ketika tidak lagi bisa dipadamkan.
Itulah sebabnya firman Tuhan berkata: "Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (Roma 12:18). Ayat yang saya pakai sebagai ayat bacaan renungan sebelumnya ini penting karena kita sering lupa bahwa keputusan untuk berdamai atau bertikai seringkali bukan tergantung dari orang, tetapi justru berasal dari diri kita sendiri. Mungkin memang orang lain yang memulai, tetapi bukankah keputusan untuk mengampuni atau tidak itu datangnya dari diri kita sendiri? Apa yang harus kita jaga adalah memiliki kasih dalam diri kita, dan ada elemen kecil yang seharusnya kita jaga dan perhatikan karena sering luput dari perhatian kita, yaitu lidah.
Lidah itu cuma bagian kecil dari keseluruhan tubuh kita. Bandingkan dengan tubuh kita, lidah tidak ada apa-apanya. tetapi kehancuran yang bisa ditimbulkan oleh lidah yang tidak terkawal bisa begitu hebat. Bukan saja menghancurkan diri kita, tetapi bisa berdampak jauh lebih besar daripada itu. Masa depan orang lain bahkan kelangsungan kehidupan manusia secara luas bisa berakhir hanya karena lidah yang tidak terkendali. Sejarah mencatat banyak peristiwa yang mengubah kehidupan manusia menjadi porak poranda, dimana dibutuhkan puluhan bahkan ratusan tahun untuk bisa pulih dari kerusakan yang berawal dari lidah. Untuk itu kita perlu menyerahkan lidah kita ke dalam tangan Tuhan, mengisi hati kita sebagai sumber kehidupan dengan firman Tuhan dan menghidupi kasih secara nyata dalam diri kita. Kemampuan manusia tidak akan sanggup menguasai lidah, tetapi kita bisa belajar untuk mengandalkan Tuhan dalam mengendalikannya.
Sebuah pesan yang tidak kalah penting mungkin baik pula untuk diangkat dalam menyikapi kebuasan lidah ini. "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah" (Yakobus 1:20). Jangan terburu-buru melempar kata-kata, apalagi dalam keadaan yang sedang panas terbakar emosi. Jangan sampai emosi sesaat yang terlontar lewat perkataan itu menjadi sesuatu yang kita sesali kelak, yang bisa jadi sudah terlambat untuk diperbaiki. Sebuah "amarah manusia tidak mengajarkan kebenaran di hadapan Allah" (ay 20). Dampak yang ditimbulkan bisa sangat parah dimana lidah biasanya menjadi ujung tombak dalam mewakili kemarahan ini. Disamping itu peran lidah sebagai pintu keluar produk kemarahan juga menunjukkan bahwa meski kecil, organ tubuh ini benar-benar harus kita jaga baik.
Oleh karena itu, marilah kita waspadai dengan secermat-cermatnya segala sesuatu yang keluar dari mulut kita. Jangan sampai ada kutuk dalam bentuk apapun yang keluar dari mulut kita, jangan sampai lidah kita berlaku begitu bebas berlaku buas lalu melukai bahkan membunuh masa depan banyak orang. Apa yang baik adalah mempergunakan lidah untuk memuji dan menyembah Tuhan, dan pakai pula untuk memberkati sesama. Itulah tujuan utama Tuhan memberi lidah bagi manusia selain untuk merasa. Tuhan bisa pakai lidah kita untuk menjadi terang dan garam bagi dunia, maka pergunakanlah itu sesuai dengan kehendakNya.
Anger is a condition in which the tongue works faster than mind.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Source: www.renunganharianonline.com
#Bible #BibleSays #Alkitab #RenunganAlkitab #RenunganHarian #RenunganKristen #JesusChrist #TuhanYesus #GPPS