Kamis, 13 Oktober 2016

JANGAN LUPA MENGUCAP SYUKUR

Ayat bacaan: Filipi 4:6
=======================
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."

"Ayo, bilang apa sama tante?" kata teman saya kepada anaknya yang masih berusia kurang dari 3 tahun saat pramusaji menghidangkan mekanan di mejanya. Pramusaji itu sambil tersenyum menanti respon si anak. Dan sambil malu-malu, anaknya kemudian berucap, "terima kasih tante." Pramusaji kemudian membalas sambil tersenyum lalu beranjak pergi. Sebagai orang tua tentu harus mengajarkan anaknya untuk mengucapkan terima kasih saat menerima sesuatu dari orang lain. Anak kecil tidak mengerti dan tidak akan bisa melakukannya tanpa diajar. Maka orang tualah yang harus mendidik sejak di usia dini sehingga mereka terbiasa untuk mengapresiasi perbuatan atau pemberian yang baik dari orang lain kepada mereka.

Bagi anda yang sudah punya anak, senangkah anda apabila si anak setiap hari hanya terus meminta tanpa mengucapkan atau menunjukkan rasa terima kasihnya? Saya yakin anda akan kecewa atau bahkan kesal karena melihat si anak sepertinya tidak kunjung puas dan tidak menghargai pemberian orang tuanya. Sebaliknya, orang tua biasanya akan luluh hatinya saat si anak menunjukkan penghargaan dan terima kasih mereka sebelum meminta sesuatu lagi. Kalau anak-anak saja tidak elok kalau begitu, apalagi kalau orang yang sudah dewasa. Hanya mengeluh, hanya meminta tapi tidak tahu berterima kasih. Itu tentu mengesalkan sekali.

Hari ini saya mengajak teman-teman untuk merenungkan, seperti apa bunyi doa yang kita panjatkan setiap hari kepada Tuhan? Kebanyakan orang hanya mengisi doanya dengan daftar permintaan, keluhan dan hal-hal lain yang dirasa perlu agar hidup bisa menjadi lebih baik. Minta lepas dari masalah, minta sembuh dari sakit, dan minta lain-lainnya termasuk minta barang-barang yang sebenarnya tidaklah terlalu diperlukan. Begitu hidup jadi baik dan lengkap, maka doa pun jarang dilakukan. Buat apa? Toh semua sedang berjalan aman. Begitu pikiran mereka. Lantas begitu masalah muncul lagi, maka doa pun kembali hadir berisikan wishlist atau permintaan agar kiranya Tuhan menolong mereka keluar dari masalah.

Seperti yang saya sampaikan tadi, coba bayangkan seandainya orang yang anda kenal hanya datang mengunjungi anda karena ingin meminta sesuatu, atau omongannya hanya berisi keluhan, protes atau hal-hal sejenis lainnya. Tidak kah anda akan kesal dan malas bertemu dengan mereka? Kita sering melupakan hal tersebut dan mengira bahwa doa hanyalah merupakan sarana dimana kita bisa meminta sesuatu, mengeluh atau menyampaikan berbagai keberatan kita dalam menjalani hidup. Salahkah meminta apa-apa dari Tuhan? Tentu saja tidak. Apakah kita tidak boleh secara jujur mengutarakan isi hati kita kepada Tuhan? Tentu saja boleh. Kapanpun kita boleh datang kepadaNya untuk itu. Tapi kita harus berpikir bijaksana dan dewasa. Jangan biarkan doa kita hanya berisi permintaan dan keluhan saja. Itu tidak baik, itu tidak akan menyukakan Allah.

Kita sebenarnya sudah diingatkan agar senantiasa mengisi doa-doa kita dengan ucapan syukur. Ayat bacaan hari ini menyatakan hal tersebut dengan jelas."Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Menyertakan ucapan syukur dalam doa merupakan hal penting untuk diingat karena pada kenyataannya ada banyak di antara kita yang lupa untuk mengisi doa-doa kita dengan ucapan syukur,

 Mungkin kita memang memulai doa kita dengan ucapan terima kasih, tapi seberapa banyak yang benar-benar menghayati ucapan syukur itu secara sungguh-sungguh, yang berasal dari lubuk hati kita yang terdalam? Seringkali kita hanya sekedar terbiasa mengucapkannya, hanya basa basi saja sifatnya atau hanya karena keharusan sementara isi pikiran kita sudah langsung penuh dengan daftar permintaan sejak awal kita mulai berdoa. Tuhan tidak menginginkan doa yang seperti itu. Dia ingin kita terlebih dahulu percaya lewat iman kita. Dia ingin kita memulai doa kita tanpa diselimuti perasaan khawatir. Tuhan mau kita mengangkat permohonan kita dengan rasa percaya yang penuh, berasal dari kecintaan kita kepadaNya, dan hanya itu yang memungkinkan kita untuk mampu mengisi doa dengan ucapan syukur yang sesungguhnya. Tuhan ingin rasa sukacita dalam diri kita tidak hilang dalam keadaan apapun, dan rasa sukacita itulah yang memampukan kita untuk bisa menaikkan puji-pujian dan rasa syukur kita tanpa terpengaruh kondisi atau situasi apapun yang sedang kita alami.

Ayat bacaan: Filipi 4:6
=======================
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."

"Ayo, bilang apa sama tante?" kata teman saya kepada anaknya yang masih berusia kurang dari 3 tahun saat pramusaji menghidangkan mekanan di mejanya. Pramusaji itu sambil tersenyum menanti respon si anak. Dan sambil malu-malu, anaknya kemudian berucap, "terima kasih tante." Pramusaji kemudian membalas sambil tersenyum lalu beranjak pergi. Sebagai orang tua tentu harus mengajarkan anaknya untuk mengucapkan terima kasih saat menerima sesuatu dari orang lain. Anak kecil tidak mengerti dan tidak akan bisa melakukannya tanpa diajar. Maka orang tualah yang harus mendidik sejak di usia dini sehingga mereka terbiasa untuk mengapresiasi perbuatan atau pemberian yang baik dari orang lain kepada mereka.

Bagi anda yang sudah punya anak, senangkah anda apabila si anak setiap hari hanya terus meminta tanpa mengucapkan atau menunjukkan rasa terima kasihnya? Saya yakin anda akan kecewa atau bahkan kesal karena melihat si anak sepertinya tidak kunjung puas dan tidak menghargai pemberian orang tuanya. Sebaliknya, orang tua biasanya akan luluh hatinya saat si anak menunjukkan penghargaan dan terima kasih mereka sebelum meminta sesuatu lagi. Kalau anak-anak saja tidak elok kalau begitu, apalagi kalau orang yang sudah dewasa. Hanya mengeluh, hanya meminta tapi tidak tahu berterima kasih. Itu tentu mengesalkan sekali.

Hari ini saya mengajak teman-teman untuk merenungkan, seperti apa bunyi doa yang kita panjatkan setiap hari kepada Tuhan? Kebanyakan orang hanya mengisi doanya dengan daftar permintaan, keluhan dan hal-hal lain yang dirasa perlu agar hidup bisa menjadi lebih baik. Minta lepas dari masalah, minta sembuh dari sakit, dan minta lain-lainnya termasuk minta barang-barang yang sebenarnya tidaklah terlalu diperlukan. Begitu hidup jadi baik dan lengkap, maka doa pun jarang dilakukan. Buat apa? Toh semua sedang berjalan aman. Begitu pikiran mereka. Lantas begitu masalah muncul lagi, maka doa pun kembali hadir berisikan wishlist atau permintaan agar kiranya Tuhan menolong mereka keluar dari masalah.

Seperti yang saya sampaikan tadi, coba bayangkan seandainya orang yang anda kenal hanya datang mengunjungi anda karena ingin meminta sesuatu, atau omongannya hanya berisi keluhan, protes atau hal-hal sejenis lainnya. Tidak kah anda akan kesal dan malas bertemu dengan mereka? Kita sering melupakan hal tersebut dan mengira bahwa doa hanyalah merupakan sarana dimana kita bisa meminta sesuatu, mengeluh atau menyampaikan berbagai keberatan kita dalam menjalani hidup. Salahkah meminta apa-apa dari Tuhan? Tentu saja tidak. Apakah kita tidak boleh secara jujur mengutarakan isi hati kita kepada Tuhan? Tentu saja boleh. Kapanpun kita boleh datang kepadaNya untuk itu. Tapi kita harus berpikir bijaksana dan dewasa. Jangan biarkan doa kita hanya berisi permintaan dan keluhan saja. Itu tidak baik, itu tidak akan menyukakan Allah.

Kita sebenarnya sudah diingatkan agar senantiasa mengisi doa-doa kita dengan ucapan syukur. Ayat bacaan hari ini menyatakan hal tersebut dengan jelas."Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Menyertakan ucapan syukur dalam doa merupakan hal penting untuk diingat karena pada kenyataannya ada banyak di antara kita yang lupa untuk mengisi doa-doa kita dengan ucapan syukur,

 Mungkin kita memang memulai doa kita dengan ucapan terima kasih, tapi seberapa banyak yang benar-benar menghayati ucapan syukur itu secara sungguh-sungguh, yang berasal dari lubuk hati kita yang terdalam? Seringkali kita hanya sekedar terbiasa mengucapkannya, hanya basa basi saja sifatnya atau hanya karena keharusan sementara isi pikiran kita sudah langsung penuh dengan daftar permintaan sejak awal kita mulai berdoa. Tuhan tidak menginginkan doa yang seperti itu. Dia ingin kita terlebih dahulu percaya lewat iman kita. Dia ingin kita memulai doa kita tanpa diselimuti perasaan khawatir. Tuhan mau kita mengangkat permohonan kita dengan rasa percaya yang penuh, berasal dari kecintaan kita kepadaNya, dan hanya itu yang memungkinkan kita untuk mampu mengisi doa dengan ucapan syukur yang sesungguhnya. Tuhan ingin rasa sukacita dalam diri kita tidak hilang dalam keadaan apapun, dan rasa sukacita itulah yang memampukan kita untuk bisa menaikkan puji-pujian dan rasa syukur kita tanpa terpengaruh kondisi atau situasi apapun yang sedang kita alami.
----------------------------------------------------
Source: www.renunganharianonline.com

Selasa, 04 Oktober 2016

Tergerak lalu Bergerak

Ayat bacaan: Keluaran 35:21-22
=====================
"Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu. Maka datanglah mereka, baik laki-laki maupun perempuan, setiap orang yang terdorong hatinya, dengan membawa anting-anting hidung, anting-anting telinga, cincin meterai dan kerongsang, segala macam barang emas; demikian juga setiap orang yang mempersembahkan persembahan unjukan dari emas bagi TUHAN."


Suatu kali saya sedang duduk-duduk di sebuah lokasi yang ramai orang lalu lalang. Ada seorang anak gadis yang jongkok di depan seorang peminta-minta tidak jauh dari tempat saya santai. Anak gadis ini menanyakan kepada bapak tua peminta-minta itu apakah ia boleh makan rendang. Si bapak terlihat kaget dan berkata boleh. "Sebentar ya pak", kata gadis ini. Tidak lama kemudian ia kembali menjumpai si bapak dan memberikan nasi bungkus. "Pak, dimakan ya, semoga bapak suka." katanya. Si bapak terlihat antara bingung dan senang, langsung membuka bungkusan dan makan dengan lahapnya. Apalagi si gadis bukan cuma memberikan nasi bungkus tapi juga teh dalam plastik.

Apa yang saya lihat ini membuat saya berpikir tentang perbedaan antara sekedar iba atau kasihan dengan sebuah tindakan nyata. Antara 'tergerak' dan 'bergerak'. Awalan 'ter' pada kata 'gerak' menunjukkan sebuah bentuk kata kerja yang pasif, sedang 'ber' membuat kata tersebut menjadi bentuk aktif. Ambil satu contoh sederhana saja. Seandainya anda berperan sebagai seorang kiper. Hati anda tergerak untuk melompat ke kiri menghalau bola yang menghujam ke gawang anda, tetapi anda tidak melakukan apa-apa. Diam di tempat, berdiri tak bergerak tanpa melakukan sesuatu, apakah itu akan berguna? Yang ada gawang anda akan terus dibobol tanpa ampun. Tapi ketika tergerak itu kemudian disertai dengan bergerak, maka disanalah si kiper bisa berperan penting bagi timnya.

Seperti itulah kira-kira apabila kita hanya diam meski hati nurani sudah diketuk. Betapa seringnya kita merasa iba terhadap kesusahan yang diderita orang lain tapi berhenti sebatas itu saja. Dengan kata lain, banyak yang tergerak tapi sedikit yang bergerak. Ketika hati kita tergerak, seharusnya kita menindaklanjuti rasa tergerak yang timbul di hati untuk bergerak dengan melakukan tindakan nyata.

Dari ilustrasi di atas kita bisa melihat hal tersebut dengan sangat jelas. Betapa seringnya hal ini terjadi dalam hidup kita. Ada yang tergerak untuk berhenti berbuat dosa dan bertobat, tapi tidak kunjung bergerak melakukan tindakan-tindakan pertobatan. Ada yang tergerak untuk mengampuni, tapi tidak bergerak untuk memberi pengampunan. Ada yang tergerak menolong orang kesusahan, tapi tidak bergerak mengulurkan tangan. Tergerak tanpa bergerak tidaklah menghasilkan apa-apa. Tapi kalau tergerak dilanjutkan dengan bergerak, maka akan banyak hal yang bisa kita lakukan untuk memberkati orang lain. 'Tergerak' merupakan awal yang baik, dan harus dilanjutkan dengan 'bergerak'.

Ada contoh menarik yang bisa kita lihat tentang hal ini, yaitu pada jaman Musa seperti yang dicatat dalam kitab Keluaran pasal 35. Disana ada sebuah perikop yang menceritakan saat Musa menyampaikan perintah Tuhan agar jemaah Israel yang ia pimpin turut serta untuk mendirikan Kemah Suci dengan memberikan persembahan khusus (ayat 4 sampai dengan 29). Tuhan menyuruh Musa meminta jemaah untuk memberikan persembahan khusus yang berasal dari barang kepunyaan mereka sendiri. Mereka melakukan itu dengan didasari oleh dorongan atau gerakan yang timbul dalam hati mereka. "Ambillah bagi TUHAN persembahan khusus dari barang kepunyaanmu; setiap orang yang terdorong hatinya harus membawanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN..."(ay 5). Berbagai jenis kain, kulit, kayu, logam mulia, minyak untuk lampu, minyak urapan, minyak ukupan wangi, permata sampai menyumbang sesuatu yang non materil seperti keahlian, semua itu diperlukan agar Kemah Suci sebagai tempat kebaktian mereka.

Perhatikan bahwa dalam ayat 5 ini secara spesifik Tuhan mengatakan agar mereka memberi berdasarkan dorongan hati, alias saat hati mereka tergerak. Bukan karena terpaksa, bukan paksaan apalagi disertai ancaman, melainkan dari dorongan hati. Artinya saat hati tergerak, mereka hendaknya melanjutkan kepada langkah selanjutnya, yaitu bergerak melakukan tindakan nyata, memberi persembahan khusus dan tidak diam saja tanpa melakukan apapun. Hati bisa tergerak, tapi keputusan kita masing-masing akan menentukan apakah kita akan bergeral melakukan langkah berikutnya yaitu melakukan sesuatu yang nyata berdasarkan dorongan hati atau membiarkan saja tanpa ada aksi sedikitpun. Singkatnya, Tuhan sudah menyebutkan apa yang Dia mau, Dia sudah menyentuh hati kita agar tergerak, tapi kemudian diperlukan tindakan atau gerakan nyata dari kita untuk menjawab keinginan Tuhan tersebut.

Bagaimana reaksi orang-orang Israel waktu itu setelah mendengar perintah Tuhan yang disampaikan lewat Musa? Mereka segera bergegas pulang dan melakukan tepat seperti apa yang mereka dengar dari Musa. "Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu. Maka datanglah mereka, baik laki-laki maupun perempuan, setiap orang yang terdorong hatinya, dengan membawa anting-anting hidung, anting-anting telinga, cincin meterai dan kerongsang, segala macam barang emas; demikian juga setiap orang yang mempersembahkan persembahan unjukan dari emas bagi TUHAN." (ay 21-22). Ayat-ayat selanjutnya melanjutkan apa saja jenis persembahan khusus yang mereka serahkan sebagai respon perintah Tuhan tersebut. "Semua laki-laki dan perempuan, yang terdorong hatinya akan membawa sesuatu untuk segala pekerjaan yang diperintahkan TUHAN dengan perantaraan Musa untuk dilakukan--mereka itu, yakni orang Israel, membawanya sebagai pemberian sukarela bagi TUHAN." (ay 29).

Sebuah persembahan atau pemberian yang benar pada hakekatnya lahir dari kerelaan untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan tanpa menonjolkan diri atau mengharap imbalan. Ada banyak yang memberi, tapi sedikit yang benar motivasinya. Ada banyak orang yang memberi persembahan seolah seperti sogokan agar bisnis lancar, agar bisa berhasil, agar diberkati terutama secara finansial dan lain-lain. Mereka ini menganggap Tuhan seolah bank yang membuka deposito atau bahkan asuransi dengan premi tertentu. Makin besar yang diberi, makin besar pula yang diperoleh. Meski Tuhan bisa memberi kelimpahan dan kepenuhan, cara kita memperolehnya bukanlah seperti itu.

Kerelaan yang lahir dari kerinduan untuk memberi yang terbaik kepada Tuhan sebagai wujud ucapan syukur dan mengasihi Tuhan seharusnya tidak boleh terkontaminasi oleh kekeliruan-kekeliruan cara berpikir seperti itu. Dalam hal memberi kepada orang lain, banyak yang menjadikan itu sebagai sarana untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Ingin dilancarkan urusan, ingin naik pangkat, ingin menang dalam pemilihan untuk jadi pemimpin atau anggota dewan dan banyak motivasi keliru lainnya. Sebuah pemberian yang baik bukanlah pemberian yang punya motivasi terselubung atau agenda-agenda dibelakangnya, bahkan dikatakan bahwa kalau kita memberi, seharusnya itu kita lakukan diam-diam saja bukan harus dipublikasikan atau ditunjukkan ke orang lain untuk mendapatkan pujian.

Jangan lupa pula bahwa Firman Tuhan mengajarkan kita untuk tidak menahan-nahan kebaikan selagi kita sanggup atau bisa melakukannya. "Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya." (Amsal 3:27). Saat banyak orang berpikir bahwa itu melulu soal memberi sedekah dalam bentuk materi, sesungguhnya kebaikan tidak selalu harus seperti itu. Ada banyak hal-hal yang sederhana dan kecil yang tidak kalah penting dan bisa sangat berarti baik bagi orang lain maupun bagi Tuhan. Tuhan sendiri tidak mementingkan besar kecilnya, melainkan ketulusan dan keikhlasan kita dalam memberi, sebab "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Hanya berhenti pada rasa iba, tidak berbuat apa-apa belumlah cukup. Ketika tergerak untuk melakukan sesuatu itu lebih baik tapi tetap masih kurang. Kalau dilanjutkan dengan bergerak melakukan tindakan nyata, disanalah kita baru bisa memberkati orang lain.

Kita tidak perlu berpikir terlalu jauh untuk memberi yang besar kalau memang belum mampu, tapi kita harus melihat apa yang bisa kita berikan terlebih saat hati kita sudah tergerak. kita hanya diminta untuk memberi sesuai kemampuan kita. Jika hati sudah tergerak, bergeraklah segera dengan melakukan perbuatan nyata sesuai kesanggupan kita. Baik dalam hal persembahan maupun pemberian/sumbangan kepada sesama baik materi maupun tenaga, pikiran, keahlian dan sebagainya, selama itu kita lakukan dengan tulus dan ikhlas yang didasari oleh kasih kita kepada Tuhan, semua itu akan sangat besar nilainya bagi Tuhan dan mampu menjadi saluran berkat sekaligus memberi pengenalan yang benar akan Tuhan.

Apakah hati anda tergerak akan sesuatu hari ini? Apakah itu mengenai rasa iba atau kasihan terhadap seseorang, tergerak untuk berhenti dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan sebagainya, jangan tahan, jangan tunda. Saat Tuhan sudah mengetuk hati anda, jawablah segera dengan bergerak melakukan tindakan nyata/

Kalau hati sudah 'tergerak', segera tindaklanjuti dengan 'bergerak'

-----------------------------------------

Source: www.renunganharianonline.com 



Tergerak lalu Bergerak

Ayat bacaan: Keluaran 35:21-22
=====================
"Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu. Maka datanglah mereka, baik laki-laki maupun perempuan, setiap orang yang terdorong hatinya, dengan membawa anting-anting hidung, anting-anting telinga, cincin meterai dan kerongsang, segala macam barang emas; demikian juga setiap orang yang mempersembahkan persembahan unjukan dari emas bagi TUHAN."


Suatu kali saya sedang duduk-duduk di sebuah lokasi yang ramai orang lalu lalang. Ada seorang anak gadis yang jongkok di depan seorang peminta-minta tidak jauh dari tempat saya santai. Anak gadis ini menanyakan kepada bapak tua peminta-minta itu apakah ia boleh makan rendang. Si bapak terlihat kaget dan berkata boleh. "Sebentar ya pak", kata gadis ini. Tidak lama kemudian ia kembali menjumpai si bapak dan memberikan nasi bungkus. "Pak, dimakan ya, semoga bapak suka." katanya. Si bapak terlihat antara bingung dan senang, langsung membuka bungkusan dan makan dengan lahapnya. Apalagi si gadis bukan cuma memberikan nasi bungkus tapi juga teh dalam plastik.

Apa yang saya lihat ini membuat saya berpikir tentang perbedaan antara sekedar iba atau kasihan dengan sebuah tindakan nyata. Antara 'tergerak' dan 'bergerak'. Awalan 'ter' pada kata 'gerak' menunjukkan sebuah bentuk kata kerja yang pasif, sedang 'ber' membuat kata tersebut menjadi bentuk aktif. Ambil satu contoh sederhana saja. Seandainya anda berperan sebagai seorang kiper. Hati anda tergerak untuk melompat ke kiri menghalau bola yang menghujam ke gawang anda, tetapi anda tidak melakukan apa-apa. Diam di tempat, berdiri tak bergerak tanpa melakukan sesuatu, apakah itu akan berguna? Yang ada gawang anda akan terus dibobol tanpa ampun. Tapi ketika tergerak itu kemudian disertai dengan bergerak, maka disanalah si kiper bisa berperan penting bagi timnya.

Seperti itulah kira-kira apabila kita hanya diam meski hati nurani sudah diketuk. Betapa seringnya kita merasa iba terhadap kesusahan yang diderita orang lain tapi berhenti sebatas itu saja. Dengan kata lain, banyak yang tergerak tapi sedikit yang bergerak. Ketika hati kita tergerak, seharusnya kita menindaklanjuti rasa tergerak yang timbul di hati untuk bergerak dengan melakukan tindakan nyata.

Dari ilustrasi di atas kita bisa melihat hal tersebut dengan sangat jelas. Betapa seringnya hal ini terjadi dalam hidup kita. Ada yang tergerak untuk berhenti berbuat dosa dan bertobat, tapi tidak kunjung bergerak melakukan tindakan-tindakan pertobatan. Ada yang tergerak untuk mengampuni, tapi tidak bergerak untuk memberi pengampunan. Ada yang tergerak menolong orang kesusahan, tapi tidak bergerak mengulurkan tangan. Tergerak tanpa bergerak tidaklah menghasilkan apa-apa. Tapi kalau tergerak dilanjutkan dengan bergerak, maka akan banyak hal yang bisa kita lakukan untuk memberkati orang lain. 'Tergerak' merupakan awal yang baik, dan harus dilanjutkan dengan 'bergerak'.

Ada contoh menarik yang bisa kita lihat tentang hal ini, yaitu pada jaman Musa seperti yang dicatat dalam kitab Keluaran pasal 35. Disana ada sebuah perikop yang menceritakan saat Musa menyampaikan perintah Tuhan agar jemaah Israel yang ia pimpin turut serta untuk mendirikan Kemah Suci dengan memberikan persembahan khusus (ayat 4 sampai dengan 29). Tuhan menyuruh Musa meminta jemaah untuk memberikan persembahan khusus yang berasal dari barang kepunyaan mereka sendiri. Mereka melakukan itu dengan didasari oleh dorongan atau gerakan yang timbul dalam hati mereka. "Ambillah bagi TUHAN persembahan khusus dari barang kepunyaanmu; setiap orang yang terdorong hatinya harus membawanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN..."(ay 5). Berbagai jenis kain, kulit, kayu, logam mulia, minyak untuk lampu, minyak urapan, minyak ukupan wangi, permata sampai menyumbang sesuatu yang non materil seperti keahlian, semua itu diperlukan agar Kemah Suci sebagai tempat kebaktian mereka.

Perhatikan bahwa dalam ayat 5 ini secara spesifik Tuhan mengatakan agar mereka memberi berdasarkan dorongan hati, alias saat hati mereka tergerak. Bukan karena terpaksa, bukan paksaan apalagi disertai ancaman, melainkan dari dorongan hati. Artinya saat hati tergerak, mereka hendaknya melanjutkan kepada langkah selanjutnya, yaitu bergerak melakukan tindakan nyata, memberi persembahan khusus dan tidak diam saja tanpa melakukan apapun. Hati bisa tergerak, tapi keputusan kita masing-masing akan menentukan apakah kita akan bergeral melakukan langkah berikutnya yaitu melakukan sesuatu yang nyata berdasarkan dorongan hati atau membiarkan saja tanpa ada aksi sedikitpun. Singkatnya, Tuhan sudah menyebutkan apa yang Dia mau, Dia sudah menyentuh hati kita agar tergerak, tapi kemudian diperlukan tindakan atau gerakan nyata dari kita untuk menjawab keinginan Tuhan tersebut.

Bagaimana reaksi orang-orang Israel waktu itu setelah mendengar perintah Tuhan yang disampaikan lewat Musa? Mereka segera bergegas pulang dan melakukan tepat seperti apa yang mereka dengar dari Musa. "Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu. Maka datanglah mereka, baik laki-laki maupun perempuan, setiap orang yang terdorong hatinya, dengan membawa anting-anting hidung, anting-anting telinga, cincin meterai dan kerongsang, segala macam barang emas; demikian juga setiap orang yang mempersembahkan persembahan unjukan dari emas bagi TUHAN." (ay 21-22). Ayat-ayat selanjutnya melanjutkan apa saja jenis persembahan khusus yang mereka serahkan sebagai respon perintah Tuhan tersebut. "Semua laki-laki dan perempuan, yang terdorong hatinya akan membawa sesuatu untuk segala pekerjaan yang diperintahkan TUHAN dengan perantaraan Musa untuk dilakukan--mereka itu, yakni orang Israel, membawanya sebagai pemberian sukarela bagi TUHAN." (ay 29).

Sebuah persembahan atau pemberian yang benar pada hakekatnya lahir dari kerelaan untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan tanpa menonjolkan diri atau mengharap imbalan. Ada banyak yang memberi, tapi sedikit yang benar motivasinya. Ada banyak orang yang memberi persembahan seolah seperti sogokan agar bisnis lancar, agar bisa berhasil, agar diberkati terutama secara finansial dan lain-lain. Mereka ini menganggap Tuhan seolah bank yang membuka deposito atau bahkan asuransi dengan premi tertentu. Makin besar yang diberi, makin besar pula yang diperoleh. Meski Tuhan bisa memberi kelimpahan dan kepenuhan, cara kita memperolehnya bukanlah seperti itu.

Kerelaan yang lahir dari kerinduan untuk memberi yang terbaik kepada Tuhan sebagai wujud ucapan syukur dan mengasihi Tuhan seharusnya tidak boleh terkontaminasi oleh kekeliruan-kekeliruan cara berpikir seperti itu. Dalam hal memberi kepada orang lain, banyak yang menjadikan itu sebagai sarana untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Ingin dilancarkan urusan, ingin naik pangkat, ingin menang dalam pemilihan untuk jadi pemimpin atau anggota dewan dan banyak motivasi keliru lainnya. Sebuah pemberian yang baik bukanlah pemberian yang punya motivasi terselubung atau agenda-agenda dibelakangnya, bahkan dikatakan bahwa kalau kita memberi, seharusnya itu kita lakukan diam-diam saja bukan harus dipublikasikan atau ditunjukkan ke orang lain untuk mendapatkan pujian.

Jangan lupa pula bahwa Firman Tuhan mengajarkan kita untuk tidak menahan-nahan kebaikan selagi kita sanggup atau bisa melakukannya. "Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya." (Amsal 3:27). Saat banyak orang berpikir bahwa itu melulu soal memberi sedekah dalam bentuk materi, sesungguhnya kebaikan tidak selalu harus seperti itu. Ada banyak hal-hal yang sederhana dan kecil yang tidak kalah penting dan bisa sangat berarti baik bagi orang lain maupun bagi Tuhan. Tuhan sendiri tidak mementingkan besar kecilnya, melainkan ketulusan dan keikhlasan kita dalam memberi, sebab "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Hanya berhenti pada rasa iba, tidak berbuat apa-apa belumlah cukup. Ketika tergerak untuk melakukan sesuatu itu lebih baik tapi tetap masih kurang. Kalau dilanjutkan dengan bergerak melakukan tindakan nyata, disanalah kita baru bisa memberkati orang lain.

Kita tidak perlu berpikir terlalu jauh untuk memberi yang besar kalau memang belum mampu, tapi kita harus melihat apa yang bisa kita berikan terlebih saat hati kita sudah tergerak. kita hanya diminta untuk memberi sesuai kemampuan kita. Jika hati sudah tergerak, bergeraklah segera dengan melakukan perbuatan nyata sesuai kesanggupan kita. Baik dalam hal persembahan maupun pemberian/sumbangan kepada sesama baik materi maupun tenaga, pikiran, keahlian dan sebagainya, selama itu kita lakukan dengan tulus dan ikhlas yang didasari oleh kasih kita kepada Tuhan, semua itu akan sangat besar nilainya bagi Tuhan dan mampu menjadi saluran berkat sekaligus memberi pengenalan yang benar akan Tuhan.

Apakah hati anda tergerak akan sesuatu hari ini? Apakah itu mengenai rasa iba atau kasihan terhadap seseorang, tergerak untuk berhenti dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan sebagainya, jangan tahan, jangan tunda. Saat Tuhan sudah mengetuk hati anda, jawablah segera dengan bergerak melakukan tindakan nyata/

Kalau hati sudah 'tergerak', segera tindaklanjuti dengan 'bergerak'

-----------------------------------------

Source: www.renunganharianonline.com 



Minggu, 02 Oktober 2016

Hubungan menerima dan pengampunan

Ayat bacaan: Markus 11:24-25
========================
"Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu. Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu."

Mudahkah memaafkan? Kalau untuk soal-soal sepele mungkin masih mudah, tapi kalau untuk masalah yang berat, wah nanti dulu. Masih lumayan kalau yang menyinggung atau bersalah menyadari kesalahannya lalu menyesal dan minta maaf. Tapi bagaimana kalau orangnya saja tidak sadar sudah menyinggung, menyakiti perasaan kita? Atau mereka mungkin sadar tapi terlalu gengsi untuk meminta maaf? Sementara kita tahu bahwa kita diwajibkan untuk mengampuni. Jika situasinya seperti ini, maka mengampuni menjadi sangat susah. Ada yang berulang-ulang melakukan kesalahan yang sama. Dimaafkan, bikin lagi, dimaafkan, bikin lagi, begitu seterusnya. Belum lagi untuk kesalahan-kesalahan yang fatal yang mungkin sulit atau bahkan tidak bisa dipulihkan. Kita bisa kehabisan alasan untuk mengampuni.Apakah melepaskan pengampunan tergantung dari permintaan maaf si pelaku, tergantung dari berat tidaknya masalah, dan apakah keputusan kita untuk memaafkan atau tidak itu menentukan bagaimana hidup kita dalam hubungannya dengan Tuhan?

Kalau mengacu pada firman Tuhan, kita harus siap mengampuni tanpa menimbang berat-ringannya kesalahan mereka terhadap kita dan tanpa melihat apakah orangnya meminta maaf atau tidak. Ayat yang menyatakan hal ini sangat banyak, terutama yang berasal dari pengajaran Yesus langsung. Masalah sakit hati apalagi dendam justru berdampak negatif bagi kita sendiri kalau dibiarkan berlarut-larut dalam diri kita. Ada banyak orang yang terikat pada kepahitan terhadap seseorang sehingga sulit maju. Ada banyak orang yang terikat pada trauma masa lalu akibat perlakuan seseorang sehingga sulit bagi mereka untuk menatap masa depan. Ada banyak yang membiarkan dendam membara sehingga sukacita mereka pun hilang. Berbagai penyakit bisa timbul akibat hal ini, mulai dari penyakit ringan sampai yang mematikan. Masalahnya, dendam dan kebencian ini bagaikan tanaman. Mulanya mungkin sedikit, tapi kalau sudah tertanam bisa berakar dan semakin lama semakin sulit dicabut. Kalau dipikir-pikir, betapa ironisnya ketika kita disakiti orang, kita pula yang menderita kerugian lebih lanjut akibat ulah mereka. Orangnya mungkin tidak sadar sudah menyakiti kita dan tidak merasa apa-apa, kita yang malah mengalami banyak penderitaan karena tidak kunjung melepaskan pengampunan.

Tidak banyak orang yang menyadari bahwa kebencian, sakit hati atau dendam ini bisa memenjarakan iman kita sehingga sulit berkembang. Tidak banyak orang yang sadar bahwa ada keterkaitan yang sangat erat antara iman dan pengampunan, antara menerima sesuatu dari Tuhan termasuk permohonan-permohonan kita dengan mengampuni orang yang bersalah pada kita.

Seperti apa hubungannya? Mari kita lihat rangkaian ayat dalam Markus pasal 11 berikut ini yang mengutip perkataan Yesus sendiri:

"Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (ay 25).
"Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 26).

Perhatikan bagaimana Yesus merangkai kedua kalimat tersebut. Apakah dua kalimat ini diucapkan dalam konteks berbeda? Saya yakin tidak. Saya percaya Yesus sengaja mengatakan kedua kalimat ini bukan dalam dua konteks berbeda. Dan, apakah hanya kebetulan saja kalimat ini disandingkan? Saya pun yakin tidak. Kedua ayat ini secara berurutan dikatakan Yesus, dan itu bukanlah suatu kebetulan.

Saya merenungkan ayat ini cukup lama, dan saya percaya yang Yesus ingin katakan adalah, Dia mau kita tahu dan mengerti bahwa pengampunan merupakan landasan untuk bisa menerima dari Tuhan. Sebelum berdoa, kita harus terlebih dahulu mengampuni orang-orang yang masih mengganjal di hati kita. Bereskan dulu itu, baru kemudian berdoa, karena kalau tidak, iman kita masih terbelenggu dan doa yang kita panjatkan pun tidak akan bisa membawa hasil apa-apa. Kita tidak akan menerima jawaban doa, kita tidak akan menerima apa-apa dari Tuhan.

Perhatikan pula bahwa sebelum Yesus mengatakan kedua kalimat di atas, Dia baru saja menjelaskan bahwa iman yang teguh akan mampu mencampakkan gunung sekalipun untuk terlempar ke laut. (ay 23). Dikatakan bahwa iman yang sekecil biji sesawi sekalipun akan mampu melakukan itu. Tuhan siap memberikan apapun yang kita minta dan doakan dengan disertai rasa percaya. Tapi sebelum itu semua terjadi, agar itu bisa terjadi, kita terlebih dahulu harus mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kita, orang yang telah menyakiti hati kita, orang yang telah melukai perasaan kita. Sebab tanpa itu, iman kita masih terperangkap sehingga kita terhambat untuk menerima segala sesuatu dari Tuhan. Lalu, kalau kitanya sulit mengampuni, iman yang sebesar biji sesawi sekalipun seharusnya bisa memampukan kita untuk bisa melepaskan pengampunan.

Berapa kali kita harus mengampuni? Saat Petrus bertanya berapa kali ia harus siap mengampuni, Yesus menjawab demikian: "Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22). Tujuh puluh kali tujuh menggambarkan keharusan kita untuk bisa terus mengampuni tanpa batas. Yesus mengingatkan bahwa kita harus siap memberi pengampunan terus menerus agar jangan sampai ada dendam, kebencian, kepahitan yang tersisa dalam hati kita.

Dalam doa yang diajarkan Yesus pun kita diingatkan akan hal itu. "dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami." (Matius 6:12) Perihal memberi pengampunan sangat penting dan sangat berkaitan erat dengan pengampunan yang kita terima dari Tuhan. Jika kita mengampuni orang, maka Tuhan pun akan mengampuni kita. Hal ini disebutkan Yesus baik dalam Matius 6:12 dan Markus 11:25. Kalau kita membereskan segala ganjalan yang ada dalam hati kita terhadap orang lain, maka permintaan kita dalam doa pun Dia dikabulkan.(ay 24). Tapi hal sebaliknya pun berlaku. "Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 26).

Kembali ke ayat bacaan kita hari ini, Yesus menopang kedua kalimat itu beriringan dengan sengaja. Yesus ingin kita tahu bahwa memberi pengampunan adalah landasan untuk mendapat pengampunan Tuhan dan untuk menerima segala sesuatu dari Tuhan. Dia ingin mengingatkan kita bahwa tidaklah mungkin bagi kita untuk menerima pengabulan doa jika kita masih menyimpan dendam di dalam hati kita pada waktu yang sama. Sikap tidak mau mengampuni akan menghambat saluran iman dan membuat kita tidak mampu melangkah maju. Dengan menyimpan dendam atau ganjalan terhadap seseorang, hidup kita akan terganggu, sulit maju bahkan menderita. Kalau itu saja sudah buruk, di hadapan Tuhan pun kita tidak berkenan.

Saya sangat sadar bahwa dalam kasus-kasus tertentu tidak mudah bagi kita untuk mengampuni seseorang. Mungkin hidup kita sudah hancur karena perbuatan mereka, mungkin kerugian sudah terlalu banyak, mungkin tidak akan bisa mengembalikan sesuatu yang terlanjur hilang dari hidup kita. Saya pun pernah mengalami hal itu. Tapi kita tetap harus sanggup melepasnya agar kita bisa melangkah maju. Kita perlu membebaskan diri kita dari belenggu dendam, mengampuni mereka yang bersalah kepada kita, agar kita bisa memerdekakan iman kita sepenuhnya.

Kemampuan kita mungkin terbatas untuk itu, tapi Roh Kudus akan memampukan kita untuk memberikan pengampunan dan memerdekakan iman kita selama kita mengijinkan Roh Allah tersebut bekerja dalam diri kita. Apabila diantara teman-teman ada yang masih menyimpan ganjalan, sakit hati atau dendam terhadap seseorang, masih memiliki ganjalan terhadap seseorang yang belum dibereskan, berdoalah hari ini dan ijinkan Roh Kudus bekerja untuk menguatkan kita hingga dapat mengampuni orang-orang itu dan dengan demikian iman anda pun bisa dimerdekakan. Buanglah sumbatan pada saluran iman anda, maka anda akan menyaksikan bagaimana hidup anda akan terasa begitu ringan dan kembali dipenuhi sukacita tanpa harus terganggu lagi oleh sakit hati, kebencian dan dendam.

-----------------------------------------------------------

Source: www.renunganharianonline.com