Rabu, 21 September 2016

Dipimpin Roh

Minggu, 18 September 2016

Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh. [Galatia 5:25]

Dua hal paling penting di dalam agama kudus kita adalah hidup beriman dan perjalanan iman. Dia yang dapat mengerti dengan benar akan hal ini tidak jauh dari seorang yang menguasai dalam teologi pengalaman, karena hidup beriman dan perjalanan iman adalah poin-poin sangat penting untuk seorang Kristen. Engkau tidak akan pernah menemukan iman yang benar tanpa adanya kesalehan sejati; sebaliknya, engkau tidak akan pernah menemukan kehidupan yang benar-benar kudus yang tidak berakar pada iman yang hidup kepada kebenaran Kristus. Celakalah mereka yang mengejar salah satunya saja! Ada orang-orang yang mempertumbuhkan iman dan melupakan kekudusan; mereka mungkin sangat hebat dalam doktrin ortodoks, tetapi mereka akan menerima penghukuman yang sangat dalam, karena mereka mengakui kebenaran dalam kelaliman; dan ada juga orang-orang yang memaksakan dirinya untuk hidup kudus, tapi menolak iman, seperti orang Farisi kuno, yang kepadanya Tuhan berkata mereka seperti "kuburan yang dilabur putih." [Mat 23:27] Kita harus memiliki iman, karena iman ialah fondasi; kita harus memiliki hidup kudus, karena kekudusan ialah bangunan atas. Apa gunanya fondasi belaka dari sebuah gedung bagi manusia dalam hari-hari berbadai? Dapatkah ia bersembunyi di dalamnya? Ia menginginkan rumah untuk melindunginya, termasuk fondasi rumah itu. Begitu pula kita membutuhkan bangunan atas dari kehidupan rohani jika kita ingin memiliki kenyamanan dalam hari-hari keraguan. Tetapi jangan mencari hidup kudus tanpa iman, karena hal itu berarti mendirikan rumah yang tidak dapat memberikan perlindungan yang permanen, karena rumah itu tidak memiliki fondasi di atas batu karang. Biarlah iman dan hidup menjadi satu, dan, seperti kedua pangkal jembatan, keduanya akan membuat kesalehan kita bertahan. Seperti cahaya dan panas mengalir dari matahari yang sama, iman dan hidup juga sama-sama penuh dengan berkat. Seperti dua pilar rumah ibadah, keduanya demi keagungan dan keindahan. Keduanya adalah dua aliran dari air mancur anugerah; dua lampu yang dinyalakan api kudus; dua pohon zaitun yang diairi perawatan surgawi. O Tuhan, berikanlah pada hari ini hidup di dalam, agar hidup itu menyatakan dirinya di luar demi kemuliaan-Mu.

____________________
Sumber:
Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon.

Jumat, 16 September 2016

Naik jabatan

Ayat bacaan: Mazmur 75:7-8
==========================
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu,tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain."


Ada beberapa teman yang memprioritaskan mencari kerja yang ada jenjang karirnya. Menurut mereka sistem pekerjaan seperti ini menantang dan bisa memotivasi mereka untuk melakukan yang terbaik. Tipe pekerjaan memang macam-macam. Ada yang suka wiraswasta dan tidak peduli terhadap jenjang karir. Tapi tipe seperti inipun sesungguhnya menginginkan peningkatan dari usahanya. Apapun pekerjaannya, tidak ada orang yang tidak ingin meningkat. Dan peningkatan tentu baik, bahkan sejalan dengan keinginan Tuhan atas diri kita. Tetapi pertanyaannya, bagaimana caranya agar bisa naik?

Nah, disini kita menemukan masalah. Banyak orang hari ini yang hanya mengejar peningkatan lewat jalan-jalan yang serong. Semakin lama semakin banyak orang yang ingin cepat, lewat cara instan. Mementingkan hasil dan tidak lagi menganggap penting proses. Banyak yang percaya bahwa di jaman sekarang, bekerja sebaik mungkin dengan menghasilkan prestasi cemerlang saja tidaklah cukup, atau malah tidak penting sama sekali lagi. Ada banyak orang yang harus pakai 'pelicin' agar lajunya mantap meluncur dengan licin ke arah yang diinginkan. Kalau takut ketahuan dan ketangkap tangan, bisa lewat banyak cara lainnya seperti pemberian diputar lewat banyak tangan perantara misalnya. Kalau bukan lewat uang ya bisa juga lewat rajin memberi bingkisan di hari-hari besar dengan tujuan agar namanya diingat pimpinan. Atau ada juga yang rajin menjilat agar bisa naik. Dan berbagai cara lainnya.

Bagaimana kalau ada pesaing yang sama-sama memperebutkan jabatan yang sama? Saling sikut pun dihalalkan. Mau teman, mau lawan, semua sikat saja yang penting menang. Ada pula yang bahkan rela menggadaikan hak kesulungannya agar tidak terhambat untuk naik pangkat. Semua itu sudah dianggap sebagai hal yang lumrah untuk dilakukan di jaman sekarang, apalagi di negara-negara berkembang seperti negara kita.

Ada banyak orang berpikir bahwa itu terpaksa dilakukan. Kalau kita tidak melakukan, ya kita tidak akan bisa berhasil naik jabatan atau mengalami peningkatan. Take it or leave it, do or die. Kira-kira seperti itu pola pikir kebanyakan orang. Kenapa harus tabu? Bukankah itu memang sudah menjadi kebiasaan di mana-mana? Sebab kalau tidak demikian, lupakan saja soal mendapat promosi. Itu akan menjadi landasan untuk melakukan pembenaran atas perbuatan curang tersebut. Kita seringkali ikut kebiasaan dunia dan cenderung menyerah mengikutinya. Kita malah memilih untuk tidak mematuhi Tuhan dan menuruti cara serong dunia. Dan lama-lama percaya bahwa soal naik dan turun tidak ada urusannya dengan Tuhan.

Apa benar demikian? Apakah masalah mengalami peningkatan atau tidak itu sesungguhnya tergantung dari dunia, atau dari manusia lain dan bukan berasal dari Tuhan? Apakah benar tanpa berlaku curang kita tidak akan bisa mengalami peningkatan karir? Alkitab menyatakan sebaliknya. Kita diingatkan untuk tidak curang. Tanpa berlaku curang dan berkompromi dengan hal buruk yang sudah dianggap lumrah di dunia ini, kita tetap bisa mengalami peningkatan karir, dan saya bisa katakan itu akan terasa luar biasa indahnya jika itu berasal dari Tuhan.

Apakah ada ayat yang menyatakan hal ini? Tentu saja. Mari kita lihat salah satunya. Pemazmur mengatakannya seperti ini: "Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Dalam bahasa Inggris Amplified-nya dikatakan"For not from the east nor from the west nor from the south come promotion and lifting up. But God is the Judge! He puts down one and lifts up another."

Inilah hal yang sering kita lupakan. Kita sering tergiur dengan jabatan dan mengira bahwa kita perlu mati-matian menghalalkan segala cara untuk memperolehnya. Kita lupa bahwa peningkatan yang sesungguhnya justru berasal dari Tuhan dan bukan dari manusia. Kita seringkali terburu nafsu untuk secepatnya menggapai sebuah jabatan, padahal Tuhan tidak
pernah menyarankan kita untuk terburu-buru. Ketekunan, kesabaran, keuletan, kesungguhan, itulah yang akan bernilai di mata Tuhan. Proses itu penting menurut Tuhan. Dan bukan dari kiri atau kanan, bukan dari mana-mana, tapi dari Tuhan. Kalau memang dari Tuhan, pada saatnya, sesuai takaran dan waktu Tuhan, kita pasti akan naik walau tanpa melakukan kecurangan-kecurangan yang jahat di mata Tuhan.

Pasti? Ya, pasti. Kenapa saya katakan pasti? Karena Alkitab jelas-jelas berkata bahwa apa yang diinginkan Tuhan untuk terjadi kepada anak-anakNya sesungguhnya bukanlah sesuatu yang kecil atau pas-pasan saja melainkan telah ditetapkan untuk menjadi kepala dan bukan ekor, terus naik dan bukan turun. Namun kita harus tahu bahwa untuk itu ada syarat yang ditetapkan Tuhan untuk kita lakukan dengan sungguh-sungguh terlebih dahulu. Itu tertulis dalam kitab Ulangan. "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya." (Ulangan 28:13-14).

Melakukan kecurangan-kecurangan demi kenaikan jabatan mungkin sepintas terlihat menjanjikan solusi cepat, namun ketika itu bukan berasal dari Tuhan, maka cepat atau lambat keruntuhan pun akan membuat semuanya sia-sia bahkan menghancurkan hidup pelaku, keluarganya hingga merugikan banyak orang. Lihatlah 'parade' banyak koruptor yang kehilangan gaya dan layu setelah vonis dijatuhkan. Benar, masih banyak juga yang tanpa rasa malu pamer senyuman di depan kamera. Mungkin karena mereka berpikir bisa tetap menyuap untuk bebas atau setidaknya bisa menjalani hukuman dengan lebih nyaman bak di hotel mewah. Tapi meski sikapnya seperti itu, pada suatu hari nanti di hadapan Tuhan tidak ada penyuapan atau apapun lagi yang bisa dibuat. Disanalah letak pertanggungjawaban sebenarnya. Tidak ada satupun kejahatan di muka bumi ini yang luput dari hukuman Tuhan, dengan alasan apapun. Di dunia ini semua bisa diusahakan lewat segala cara, tapi di hadapan Tuhan nanti tidak ada cara lagi yang bisa dipergunakan. Kalau begitu, buat apa harus melegalkan segala bentuk pelanggaran hanya untuk naik pangkat? Untuk apa mengorbankan sesuatu yang kekal hanya untuk mengejar sesuatu yang fana?

Apa yang dituntut dari kita sebenarnya hanyalah kesungguhan kita dalam bekerja. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya seperti untuk Tuhan, itu bagian kita. Masalah berkat, termasuk di dalamnya kenaikan pangkat atau jabatan, itu adalah bagian Tuhan. Mungkin tidak mudah untuk bisa tetap hidup lurus di tengah dunia yang bengkok, namun bukan berarti kita harus menyerah dan berkompromi. Justru Tuhan menjanjikan begitu banyak berkat jika kita mau mendengarkan firman Tuhan baik-baik dan melakukan dengan setia semua perintahNya tersebut, seperti yang diuraikan panjang lebar dalam Ulangan 28:1-14.

Kita harus berhati-hati agar jangan sampai masuk ke dalam jebakan dunia dengan segala permainan dan kecurangan yang ada di dalamnya. Kita bisa memaksakan kenaikan sesuai keinginan kita, tapi semua itu akan berakhir sia-sia dan menghancurkan hidup maupun janji keselamatan kita jika itu bukan berasal daripadaNya. Tuhan sudah menjanjikan bahwa kita akan terus meningkat. Tuhan menjanjikan kita sebagai kepala dan bukan ekor, tetap naik dan bukan turun, tetapi itu hanya berlaku jika kita mendengarkan dan melakukan firmanNya dengan setia, tidak menyimpang dan tidak menghambakan diri kepada hal lain apapun selain kepada Tuhan.

Jika anda memberikan kesungguhan secara penuh dalam pekerjaan, sekecil apapun itu, biar bagaimanapun, itu akan memberikan nilai tersendiri bagi tempat di mana anda bekerja. Mau perusahaannya berbasis kolusi mau tidak, mau di perusahaan sogok menyogok dihalalkan, perusahaan mana yang mau kehilangan pegawai terbaiknya? Dan perusahaan mana yang mau mengambil resiko menempatka npegawai yang tidak qualified di tempat yang penting?

Oleh karena itu, tetaplah bekerja dengan baik, tekun dan sepenuh hati, seakan-akan anda melakukannya untuk Tuhan, maka soal peningkatan hanyalah soal waktu saja. Tuhan sudah menetapkan kita untuk berada di posisi tinggi. Lakukan bagian kita, dan pada waktunya Tuhan akan mengerjakan bagianNya.

----------------------------------------------------

Source: www.renunganharianonline.com


BERTEKUN

Pengajaran yang merusak bangunan kehidupan iman Kristen yang murni adalah pandangan yang menyatakan bahwa orang Kristen sekali selamat tetap selamat, tanpa memberi pengertian yang jelas yang mengenai keselamatan itu sendiri. Sehingga banyak orang Kristen yang merasa sudah selamat karena sudah merasa percaya dan sudah selamat. Prinsip mereka bahwa sekali seseorang mengaku percaya dan yakin sudah selamat maka orang itu tidak akan terhilang. Di dalam pikiran mereka, bahwa apa pun yang terjadi akhirnya mereka masuk Surga, sebab mereka sudah ditentukan dan dipilih untuk selamat. Bagaimanapun akhirnya mereka selamat, selamanya selamat. Mereka diyakinkan oleh pengajaran yang salah tersebut bahwa mereka tidak akan masuk neraka. Inilah yang membuat kekristenan sebagai jalan hidup tidak tampil sebagaimana mestinya.

Lebih rusak lagi ketika diajarkan bahwa nasib seseorang dalam kekekalan telah ditetapkan atau digariskan. Satu kali ditetapkan untuk selamat maka selamanya pasti selamat. Sehingga orang Kristen tidak perlu cemas lagi terhadap nasib di kekekalan nanti. Semua sudah beres, demikian filosofinya. Mereka menganggap itu adalah ajaran yang teragung dalam Alkitab. Padahal justru itu adalah ajaran yang sangat berbahaya. Alkitab tidak mengajarkan hal ini sama sekali. Ajaran ini dibangun dari premis yang sudah salah, sehingga memaksakan ayat-ayat Alkitab mendukung presmis tersebut. Tentu saja ajaran ini menyenangkan bagi orang yang hanya mau beragama Kristen tanpa mengerti bahwa Kekristenan adalah jalan hidup untuk mengisi hidup dalam proses menjadi sempurna seperti Bapa atau panggilan memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Kekristenan adalah jalan yang sukar, bukan jalan yang mudah. Sama sekali bukan jalan yang sudah ditakdirkan.

Mereka yang mengikuti ajaran yang salah tersebut berpikir bahwa orang-orang Kristen yang ditentukan dan dipilih untuk selamat akan dibuat Tuhan bisa bertekun dalam iman. Dengan pemikiran tersebut maka mereka dengan sendirinya akan dapat bertekun. Ketekunan disediakan oleh Tuhan. Manusia tidak perlu mengusahakan ketekunan karena akan dapat bertekun dengan sendirinya. Allah, yang menentukan dan memilih mereka selamat, bertanggung jawab menyediakan ketekunan tersebut. Sebenarnya mereka tidak mengerti pengertian bertekun secara benar.

Kata bertekun dalam bahasa Yunaninya adalah proskarteresis (προσκαρτέρησις) dalam bahasa Inggris diterjemahkan perseverance. Ada beberapa kata “ketekunan, atau bertekun, atau tekun” dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia yang berasal dari beberapa kata, misalnya hupomeno (ὑπομένω) yang berarti bertahan. Kata ini dalam Roma 12:12 digunakan oleh Paulus yang juga memiliki pengertian bertekun (perseverance). Dalam beberapa Alkitab terjemahan bahasa Inggris diterjemahkan perseverance. Kata lain adalah prosekho (προσέχω) yang memiliki pengertian selain bertekun, juga memberi perhatian dengan sangat kuat. Terdapat pula kata epimeno (ἐπιμένω) yang berarti tetap tinggal atau tetap menetap atau juga bisa dipahami sebagai terus menerus. Kata yang memiliki pengetian bertekun adalah agonizomai (ἀγωνίζομαι). Tetapi kata ini lebih tepat diterjemahkan berjuang.

Bertekun menunjuk perjuangan dari masing-masing individu. Jika tidak demikian berarti “dibuat bertekun” tanpa orang itu mengingini usaha untuk ketekunan itu sendiri. Ini berarti pula manusia hanya menjadi boneka. Padahal Firman Tuhan jelas mengatakan: bertekunlah dan berjuanglah (Mat. 24:13; Luk. 13:24; Rm. 12:12; Kol. 4:2; 1Tim. 13; 16 dan lain sebagainya). Kalau ketekunan seseorang adalah karunia, artinya Tuhan yang menggerakkan dan manusia bersikap pasif, maka manusia tidak lagi perlu bertanggung jawab dan itu juga berarti tidak pantas menerima mahkota atau upah, sebab usaha ketekunan itu tergantung Tuhan bukan pada manusia. Dalam teologi mereka, orang percaya diajar untuk meyakini bahwa ketekunan itu akan diberikan oleh Tuhan. Hal ini menciptakan Kekristenan yang imaginer atau fantasi. Faktanya kita melihat orang-orang Kristen di Eropa yang pada umumnya menganut teologi tersebut menjadi lumpuh dan mati.
----------------------------------------------
Source: www.truth-media.com

Rabu, 07 September 2016

Hati yang Lemah lembut

Hati yang Lemah Lembut (1)

Ayat bacaan: Matius 5:5
======================
"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." 

Menghadapi orang-orang yang sulit itu susahnya minta ampun. Ada yang sulit di atur, ada yang sulit di ajak kerja sama, ada yang sulit berkompromi saat berdiskusi, ada yang sikapnya tidak bersahabat atau malah provokatif. Ada yang sumbu kesabarannya pendek sehingga gampang meledak kalau terpancing sedikit saja. Ada yang bikin kacau dalam pertemuan dan membuat rapat tidak bisa berlangsung lancar. Pokoknya selalu ada saja orang-orang seperti ini yang menyusahkan hati. Masih lumayan kalau kita sedang tenang, tapi itu akan terasa dua-tiga kali lebih berat ketika kita sedang kelelahan, sibuk atau banyak pikiran. Pernahkah anda menghadapi situasi seperti ini? Saya rasa semua orang pernah sekali waktu. Kalau kita tidak hati-hati, kita bisa ikutan terpancing emosi dan itu tentu tidak baik buat kita maupun orang lain yang mungkin saja terkena dampaknya karena sedang ada di dekat kita. Marah mungkin wajar untuk batas tertentu dan sekali-kali. Tapi sangat penting bagi kita untuk tidak membiarkan amarah berkuasa atas diri kita. Hati tidak boleh dibiarkan panas dan tentu saja, hati tidak boleh dibiarkan keras. Kita harus sadar bahwa bukan saja kepala yang bisa keras, tapi hati juga sama, bisa keras seperti batu. Kalau kita membiarkan kondisi hati kita keras dan/atau panas, itu jelas bisa membuka kesempatan bagi iblis untuk menjerumuskan kita ke dalam berbagai kejahatan. Memiliki hati yang lembut akan membawa dampak yang positif baik dalam kehidupan di dunia ini maupun nanti setelah kita menyelesaikan masa ini.

Tuhan Yesus sudah mengingatkan kita agar memiliki hati yang lemah lembut. Dia berkata:"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5).

Peringatan Yesus ini hadir sebagai adalah satu dari rangkaian ucapan bahagia yang diucapkan Yesus di depan orang banyak dari atas bukit. Lemah lembut seperti apa yang Yesus maksudkan? Dalam versi bahasa Inggris kita membaca rincian yang lebih detail: "the mild, patient, long suffering""Lembut, sabar dan tabah". Orang yang memiliki sikap seperti inilah yang dikatakan Yesus akan memiliki bumi.These kind of people are those who would inherit the earth! Tuhan akan memberikan bumi kepada orang-orang sabar, tabah dan lemah lembut, bukan kepada orang yang pendek kesabarannya, cepat emosi, kasar, cepat mengeluh, lekas panas dan keras hatinya.

Tuhan sangat menganggap penting masalah kelembutan hati ini. Dalam Perjanjian Lama ada ayat yang menyatakan bahwa Musa itu memiliki kelembutan hati melebihi manusia lain di muka bumi. "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3).

Lembut hati bagaimana? Coba kita bayangkan apa yang menjadi tugasnya. Musa harus memimpin sebuah bangsa besar keluar dari perbudakan bangsa Mesir menuju tanah terjanji. Prosesnya berlangsung tidak tanggung-tanggung selama 40 tahun. Masih mending kalau bangsa yang dipimpin berisi orang-orang yang penurut dan tenang. Tapi bangsa Israel yang harus ia pimpin adalah bangsa yang dikatakan tegar tengkuk alias keras kepala. Bangsa Israel sudah mengalami berbagai bentuk mukjizat Tuhan, namun mereka tetaplah bangsa yang terus sulit berterimakasih. Ketimbang bersyukur atas berbagai campur tangan Tuhan yang melindungi mereka selama masa perjalanan, mereka lebih suka untuk terus bersungut-sungut, berkeluh kesah, protes, mengolok-olok, menyudutkan, menyindir, sinis dan sedikit-sedikit marah.

Semua itu dialami Musa terus menerus selama puluhan tahun. Bayangkan bagaimana lelahnya mental dan emosi Musa menghadapi sebuah bangsa yang harus ia pimpin sesuai dengan kehendak Tuhan. Mungkin kalau kita ada di posisi Musa, bisa bertahan seminggu saja sudah prestasi besar. Tapi Musa sanggup mengendalikan emosinya dan terus mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan untuk ia perbuat.

Bagaimana agar kita tidak cepat keras dan panas hatinya? Ada sebuah tips diberikan Daud yang sangat baik untuk kita terapkan agar bisa menjadi orang yang panjang sabar. "Dari Daud. Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau. Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak." (Mazmur 37:1-5).

Daud bilang:
- Jangan lekas marah dalam menghadapi orang-orang yang berbuat jahat
- Jangan iri kepada orang-orang yang suka berbuat curang
- Percayalah kepada Tuhan
- Terus fokus melakukan hal yang baik
- Perdulilah kepada tempat dimana kita ada
- Berlakulah setia
- Teruslah bersukacita bukan karena situasi dan kondisi tetapi karena Tuhan
- Serahkan hidup kepada Tuhan

Kalau ini yang kita lakukan, apapun yang kita hadapi, sesulit apapun situasi atau orang-orang yang kita hadapi, Tuhan akan memberikan apa yang kita inginkan dan Dia sendiri akan bertindak. Ini tips yang saya kira sangat baik untuk mencegah hati kita terkontaminasi oleh hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh orang percaya, termasuk di dalamnya perilaku-perilaku yang berlawanan dengan lemah lembut.

Selanjutnya Daud juga berkata "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan. Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri." (ay 8-9). Rangkaian pesan Daud ini paralel dengan apa yang dikatakn Yesus di atas. Kemarahan tidaklah mendatangkan hal baik tapi bisa membawa orang untuk terjerumus pada kejahatan, yang pada akhirnya akan dilenyapkan. Tapi orang-orang yang taat menuruti Tuhan, menyerahkan semua kepada Tuhan akan mewarisi negeri.

Yakobus mengingatkan pula agar kita cepat untuk mendengar, tapi lambat untuk berkata-kata dan lambat untuk marah. (Yakobus 1:19). Mengapa demikian? "sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (ay 20).

Tidaklah mudah untuk bisa menahan diri saat menghadapi orang-orang atau situasi yang sulit, apalagi kalau kita juga sedang labil. Tapi itulah yang menjadi kehendak Tuhan dan yang berkenan di hadapannya. Mungkin untuk bisa menjadi figur Musa bisa jadi sulit, tapi tidak ada salahnya untuk mulai mencoba. Adakah di antara teman-teman yang sedang dalam tekanan dan emosi pada saat ini karena tengah berhadapan dengan orang-orang atau kondisi yang sulit? Redakanlah, dan tersenyumlah. Jangan biarkan sukacita anda dirampas, jangan buka celah bagi iblis untuk menghancurkan anda. Bergembiralah, tetap jaga kelembutan hati dan rasakanlah bahwa Tuhan itu sungguh baik.
--------------------------------------------------
Source: www.renunganharianonline.com